- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda


TS
telenji200772
[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda
![[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda](https://s.kaskus.id/images/2013/09/19/2210801_20130919081143.jpg)
Beberapa waktu terakhir, lembaga swadaya, pelaku usaha, sampai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ramai-ramai menyebutkan keberadaan kartel pangan di Indonesia. Pelaku usaha nakal yang sengaja menahan pasokan dituding penyebab harga beberapa komoditas pokok seperti kedelai, bawang putih, bawang merah, sampai gula, melonjak tinggi.
Staf Khusus Presiden untuk Bidang Penanggulangan Kemiskinan HS Dillon menyebut, kartel pangan sungguh nyata dan memang beroperasi di Indonesia. Dia tidak kaget dengan kondisi itu, lantaran pemerintah sampai sekarang tidak pernah serius memperjuangkan kepentingan swasembada pangan.
Bahkan, Dillon mengatakan prinsip kartel pangan modern hanyalah warisan sistem korup zaman Kolonial Belanda. Yakni, tata niaga yang membuat pedagang dan tengkulak lebih sejahtera dibanding petani.
"Kartel dari dulu ada di mana-mana, dan terbesar adalah warisan zaman Belanda. Makanya saya mengatakan republik ini belum pernah merdeka, karena praktik-praktik Belanda dilaksanakan terus," ujarnya di Jakarta kemarin, Rabu (18/9).
![[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda](https://s.kaskus.id/images/2013/09/19/2210801_20130919081258.jpg)
Maraknya kartel, menurut pakar pertanian lulusan Universitas Cornell, Amerika Serikat ini tidak lepas dari perilaku pemerintah. Selama negara membuat kebijakan yang lebih akomodatif kepada pedagang, terutama importir, maka aktivitas menimbun bahan pangan akan terus terjadi.
Kebijakan pro importir misalnya penghapusan kuota impor, bea masuk untuk komoditas pangan dari luar negeri yang sangat rendah, sampai penghapusan peran badan penyangga tata niaga pangan.
"Di sini kementerian keberpihakannya beragam. Kenapa banyak orang mengimpor daripada menghasilkan, itu sistemnya semua dilihat bagaimana importir bekerja," ungkapnya.
Pendapat serupa juga pernah disuarakan Ekonom Didik J. Rachbini. Dia heran, mengapa pemerintah sering kalah dari pelaku usaha. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan Kementerian Perdagangan memaksa importir mengatur stoknya supaya harga kedelai tidak bergejolak.
"Pemerintah seharusnya tahu siapa yang menguasai stok, toh tidak ada lonjakan permintaan kedelai yang berlebihan," kata Didik pekan lalu.
![[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda](https://s.kaskus.id/images/2013/09/19/2210801_20130919081405.jpg)
Saking bandelnya importir di Indonesia, bikin Didik yakin mereka secara tak langsung mengakui kalau punya kekuasaan serupa kartel. Fakta bikin trenyuh terbaru, menurut ekonom INDEF ini, adalah kenyataan pemerintah harus melobi para pengusaha supaya bersedia melepas kedelai impor mereka di harga Rp 8.000 per kilogram kepada perajin.
"Itu bukti dia bisa mengendalikan harga dan mengatur pasokan, jadi kartelnya malah sudah mengaku di depan," tandasnya.
Kunci mengatasi situasi kronis tersebut, menurut Dillon, adalah membenahi sektor hulu pertanian. Mantan staf ahli menteri pertanian pada periode 1990-1994 ini lantas mencontohkan sikap pemerintah yang tidak berpihak pada petani. Misalnya, pernyataan beberapa pejabat sulit meningkatkan produktivitas petani lantaran lahan menyempit. Dillon menampik anggapan itu.
Dia yakin, negara ini masih punya banyak lahan, tetapi konsesinya lebih diprioritaskan pada pengusaha kaya dan kalangan industrialis. Dari yang sebelumnya berupa sawah, diubah menjadi pabrik atau perumahan. Data Kementerian Pertanian menunjukkan sejak 2010 minimal 100.000 hektar lahan produktif beralih fungsi saban tahun.
![[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda](https://s.kaskus.id/images/2013/09/19/2210801_20130919081441.jpg)
Karenanya, kebijakan reformasi agraria untuk memberi lahan produktif pada rakyat secara cuma-cuma, mendesak dilakukan. "Cara membesarkan pertanian itu yang pertama reforma agraria, enggak betul nggak ada lahan, Indonesia punya banyak lahan. Cuma kenapa di kasih berjuta (hektar) ke konglomerat, siapa yang kasih," cetusnya.
Khusus kasus fluktuasi harga kedelai, dia menyatakan ketergantungan impor Indonesia dipengaruhi dua hal. Pertama lobi Asosiasi Petani Kedelai Amerika (ASA). Alasan kedua, karena pemerintah tidak menyiapkan kemandirian pangan, dan malah membiarkan importir meraup untung dengan mitra mereka di Negeri Paman Sam.
Untuk penyebab internal karut marut pangan ini, dia menyesalkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tidak serius mengupayakan kedaulatan pangan. Indikasinya, adalah belum ada sama sekali undang-undang bidang pertanian, dibandingkan rezim Orde Lama maupun Orde Baru.
![[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda](https://s.kaskus.id/images/2013/09/19/2210801_20130919081510.jpg)
"Pemerintah tidak memperhatikan petani. Sekali saja, ada yang memperhatikan, yaitu Bung Karno, dia keluarkan UU Pokok Agraria, UU Pokok Bagi Hasil. Soeharto lumayan, karena dia anak petani, dia pernah kerja juga untuk petani, tapi dia juga yang bikin konglomerat," paparnya.
Hal lain bikin miris Dillon, adalah turunnya populasi penduduk yang bekerja sebagai petani. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tahun ini 5,04 juta petani 'hilang' atau tidak lagi menjadi petani. Jika dibandingkan dengan sensus terakhir pada 2003 terjadi penurunan besar, karena saat itu rumah tangga usaha pertanian mencapai 31,17 juta rumah tangga.
Bila pemerintah tak serius menggenjot jumlah petani, maka tata niaga bahan pangan akan terus dikuasai pedagang. Artinya, kartel akan terus berkuasa atas hajat hidup orang banyak di Tanah Air. "Sistem insentif pemerintah yang menentukan seseorang jadi petani," kata Dillon mewanti-wanti.
Staf Khusus Presiden untuk Bidang Penanggulangan Kemiskinan HS Dillon menyebut, kartel pangan sungguh nyata dan memang beroperasi di Indonesia. Dia tidak kaget dengan kondisi itu, lantaran pemerintah sampai sekarang tidak pernah serius memperjuangkan kepentingan swasembada pangan.
Bahkan, Dillon mengatakan prinsip kartel pangan modern hanyalah warisan sistem korup zaman Kolonial Belanda. Yakni, tata niaga yang membuat pedagang dan tengkulak lebih sejahtera dibanding petani.
"Kartel dari dulu ada di mana-mana, dan terbesar adalah warisan zaman Belanda. Makanya saya mengatakan republik ini belum pernah merdeka, karena praktik-praktik Belanda dilaksanakan terus," ujarnya di Jakarta kemarin, Rabu (18/9).
![[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda](https://s.kaskus.id/images/2013/09/19/2210801_20130919081258.jpg)
Maraknya kartel, menurut pakar pertanian lulusan Universitas Cornell, Amerika Serikat ini tidak lepas dari perilaku pemerintah. Selama negara membuat kebijakan yang lebih akomodatif kepada pedagang, terutama importir, maka aktivitas menimbun bahan pangan akan terus terjadi.
Kebijakan pro importir misalnya penghapusan kuota impor, bea masuk untuk komoditas pangan dari luar negeri yang sangat rendah, sampai penghapusan peran badan penyangga tata niaga pangan.
"Di sini kementerian keberpihakannya beragam. Kenapa banyak orang mengimpor daripada menghasilkan, itu sistemnya semua dilihat bagaimana importir bekerja," ungkapnya.
Pendapat serupa juga pernah disuarakan Ekonom Didik J. Rachbini. Dia heran, mengapa pemerintah sering kalah dari pelaku usaha. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan Kementerian Perdagangan memaksa importir mengatur stoknya supaya harga kedelai tidak bergejolak.
"Pemerintah seharusnya tahu siapa yang menguasai stok, toh tidak ada lonjakan permintaan kedelai yang berlebihan," kata Didik pekan lalu.
![[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda](https://s.kaskus.id/images/2013/09/19/2210801_20130919081405.jpg)
Saking bandelnya importir di Indonesia, bikin Didik yakin mereka secara tak langsung mengakui kalau punya kekuasaan serupa kartel. Fakta bikin trenyuh terbaru, menurut ekonom INDEF ini, adalah kenyataan pemerintah harus melobi para pengusaha supaya bersedia melepas kedelai impor mereka di harga Rp 8.000 per kilogram kepada perajin.
"Itu bukti dia bisa mengendalikan harga dan mengatur pasokan, jadi kartelnya malah sudah mengaku di depan," tandasnya.
Kunci mengatasi situasi kronis tersebut, menurut Dillon, adalah membenahi sektor hulu pertanian. Mantan staf ahli menteri pertanian pada periode 1990-1994 ini lantas mencontohkan sikap pemerintah yang tidak berpihak pada petani. Misalnya, pernyataan beberapa pejabat sulit meningkatkan produktivitas petani lantaran lahan menyempit. Dillon menampik anggapan itu.
Dia yakin, negara ini masih punya banyak lahan, tetapi konsesinya lebih diprioritaskan pada pengusaha kaya dan kalangan industrialis. Dari yang sebelumnya berupa sawah, diubah menjadi pabrik atau perumahan. Data Kementerian Pertanian menunjukkan sejak 2010 minimal 100.000 hektar lahan produktif beralih fungsi saban tahun.
![[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda](https://s.kaskus.id/images/2013/09/19/2210801_20130919081441.jpg)
Karenanya, kebijakan reformasi agraria untuk memberi lahan produktif pada rakyat secara cuma-cuma, mendesak dilakukan. "Cara membesarkan pertanian itu yang pertama reforma agraria, enggak betul nggak ada lahan, Indonesia punya banyak lahan. Cuma kenapa di kasih berjuta (hektar) ke konglomerat, siapa yang kasih," cetusnya.
Khusus kasus fluktuasi harga kedelai, dia menyatakan ketergantungan impor Indonesia dipengaruhi dua hal. Pertama lobi Asosiasi Petani Kedelai Amerika (ASA). Alasan kedua, karena pemerintah tidak menyiapkan kemandirian pangan, dan malah membiarkan importir meraup untung dengan mitra mereka di Negeri Paman Sam.
Untuk penyebab internal karut marut pangan ini, dia menyesalkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tidak serius mengupayakan kedaulatan pangan. Indikasinya, adalah belum ada sama sekali undang-undang bidang pertanian, dibandingkan rezim Orde Lama maupun Orde Baru.
![[ALASAN] Ternyata KARTEL Pangan Indonesia Adalah WARISAN Belanda](https://s.kaskus.id/images/2013/09/19/2210801_20130919081510.jpg)
"Pemerintah tidak memperhatikan petani. Sekali saja, ada yang memperhatikan, yaitu Bung Karno, dia keluarkan UU Pokok Agraria, UU Pokok Bagi Hasil. Soeharto lumayan, karena dia anak petani, dia pernah kerja juga untuk petani, tapi dia juga yang bikin konglomerat," paparnya.
Hal lain bikin miris Dillon, adalah turunnya populasi penduduk yang bekerja sebagai petani. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tahun ini 5,04 juta petani 'hilang' atau tidak lagi menjadi petani. Jika dibandingkan dengan sensus terakhir pada 2003 terjadi penurunan besar, karena saat itu rumah tangga usaha pertanian mencapai 31,17 juta rumah tangga.
Bila pemerintah tak serius menggenjot jumlah petani, maka tata niaga bahan pangan akan terus dikuasai pedagang. Artinya, kartel akan terus berkuasa atas hajat hidup orang banyak di Tanah Air. "Sistem insentif pemerintah yang menentukan seseorang jadi petani," kata Dillon mewanti-wanti.
Quote:
Quote:
Diubah oleh telenji200772 19-09-2013 08:25
0
1.2K
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan