- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Dimas Evan dari keluarga sederhana
TS
playboyhtc
Dimas Evan dari keluarga sederhana
Quote:
Jalan yang harus dilalui kapten timnas Indonesia U-19, Evan Dimas, untuk menjadi pesepakbola sangat berliku. Lantaran kondisi perekonomian keluarganya yang pas-pasan, maka untuk membeli sepatu bola saja Evan Dimas hanya bisa menahan rasa iri.
Evan Dimas berasal dari keluarga yang bisa dikatakan kurang mampu. Ayahnya, Condro Darmono, hanya seorang petugas keamanan. Sedangkan ibunya, Ana, pernah menjadi seorang asisten rumah tangga dan sekarang menganggur.
Sebagai anak pertama, Evan memiliki tiga orang adik, dua di antaranya masih duduk di sekolah dasar. Sedangkan yang bungsu belum mencapai usia wajib sekolah. Namun dalam himpitan ekonomi, kedua orangtuanya tetap memberikan dukungan yang maksimal agar putra sulungnya bisa terus bermain sepak bola.
“Pernah ketika itu saya mau latihan, ibu saya pinjam sepeda motor sama orang, lalu diledek, ‘Makanya beli sepeda motor. Lalu ada orang kampung saya yang membela, ‘Jangan begitu. Semua ingin beli sepeda motor kalau punya (uang),” cerita Evan kepada Tribunnews.com.
Perkataan tersebut membuat Ana menangis dan Evan pun tidak tega melihat air matanya ibunya. Ana juga kerap menangis setiap kali melihat teman-teman Evan berangkat berlatih dengan mengendarai sepeda motor, namun kondisi ekonomi keluarga tidak memungkinan untuk membeli sepeda motor. Evan pun hanya bisa terdiam dan tidak bisa meminta dibelikan.
Lainnya, terkadang, untuk membeli kaus kaki saja Evan sampai berpikir ulang bagaimana cara meminta kepada Ana. Sang ibu bahkan sampai berpatungan dengan saudara-saudaranya untuk membelikan Evan sepasang sepatu sepak bola.
“Sepatu sepak bola pertama saya mereknya Diadora, harganya Rp 15.000. Saya ingat dulu sepatu saya terlalu besar sehingga harus saya masukkan kain agar bisa pas. Umur sepatu itu tidak lama, kira-kira 3 minggu karena sepatunya sangat murah sehingga cepat rusak,” ungkap pemuda kelahiran 13 Maret 1995 tersebut.
“Terkadang saya iri lihat orang-orang yang bisa membeli sepatu baru untuk anaknya. Saya hanya berpikir kapan bisa membeli sepatu seperti itu, sedangkan ibu hanya jadi pembantu dan kadang berjualan kacang keliling kampung,” sambung Evan.
Kapten Timnas Indonesia U-19, Evan Dimas, ternyata sempat berniat berhenti menggapai mimpinya menjadi seorang pesepakbola.
Sejak pertama kali diajak oleh Ferry Ariawan, saudaranya yang kebetulan tinggal di belakang rumahnya, Evan Dimas langsung jatuh cinta kepada sepak bola. Rasa cinta tersebut kemudian membuat Evan bergabung dengan SSB Sasana Bakti pada usia 12 tahun.
Awal merintis ilmu sepak bola dirasa cukup memberatkan oleh Evan, maklum ketika itu SSB Sasana Bakti berada di kawasan Bogowonto, Surabaya Barat, sementara tempat tinggalnya berada di Ngemplak, Surabaya Utara.
Jarak yang terlalu jauh dan ketiadaan kendaraan untuk mengantar dirinya sehingga kerap datang terlambat bahkan absen latihan. Terkadang untuk mengakalinya Evan harus membawa sepatu bolanya ke sekolah untuk kemudian lanjut berlatih. Kelelahan dan perasaan tidak enak selalu menebeng dengan teman akhirnya membuat Evan enggan melanjutkan belajar di Sasana Bakti.
“Saya bilang kepada ibu saya jika saya ingin pindah ke Mitra Surabaya karena lebih dekat. Selain itu saya tidak memiliki kendaraan sehingga tidak ada yang bisa mengantar saya. Ketika itu ibu tidak setuju, lalu saya bilang kalau tidak pindah saya tidak usah bermain sepak bola lagi,” tutur Evan kepada Tribunnews.com.
Ancaman Evan akhirnya berhasil membuat sang ibu mengalah. Evan akhirnya bergabung dengan SSB Mitra Surabaya yang berada di kawasan Lidah yang lebih dekat dari rumahnya SMP. Karier Evan bersama Mitra Surabaya kemudian meroket hingga akhirnya berhasil mendapat kesempatan mengikuti seleksi bersama Persebaya U-15 dan Medco Jawa Timur U-15 dan Evan berhasil lolos di kedua klub tersebut.
“Sayang saya tidak lolos seleksi SAD. Kegagalan itu tidak membuat saya patah semangat, saya terus berlatih hingga akhirnya mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi Porprov Jatim dan tim PON Jatim, alhamdulillah masuk. Kemudian coach Indra Sjafri memanggil saya untuk mengikuti seleksi tim nasional U-17,” ujar Evan.
Evan Dimas Ingin Bawa Kedua Orang Tuanya Naik Haji
Dukungan tulus dari ibunya untuk menjadi pesepakbola membuat Evan Dimas Darmono sering menangis jika mengingat hal tersebut. Sebagai balas budi, Evan Dimas pun berambisi membawa kedua orangtuanya menunaikan ibadah Haji.
Dengan beasiswa dan gaji sebagai pemain di Persebaya membuat Evan Dimas tidak lagi menjadi beban bagi kedua orangtuanya. Dari pendapatannya sebagai pemain, meski tidak seberapa Evan kerap menyisihkan untuk kemudian diberikan kepada ibunya. Tak hanya ibu, setidaknya Evan sudah bisa menghibur ketiga adiknya.
“Saya sayang sekali kepada adik-adik saya. Setiap saya pulang, pasti saya selalu ajak mereka bermain ke mana saja untuk menghibur mereka. Kadang saya juga suka menjajani mereka seperti makan bakso,” tutur Evan yang sudah pernah mengunjungi sejumlah negara di Asia berkat sepak bola.
Rasa cinta Evan kepada keluarganya sungguh mendalam. Evan mengakui sebagai pemain sepak bola dia harus kerap berjauhan dengan keluarganya.
“Saya selalu terpikirkan keadaan keluarga saya di rumah, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah risikonya jadi pemain sepak bola. Untungnya sekarang komunikasi dengan keluarga sudah lebih mudah. Dulu saya tidak punya telepon genggam sehingga bingung bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka,” kata Evan kepada Tribunnews.com.
Sekarang Evan bisa mulai tersenyum. Perjuangan sulitnya dalam merintis karier terbayarkan oleh kesempatan membela tim nasional U-19 di Piala AFF. Sebagai tanda balas budi, Evan pun ingin mempersembahkan trofi juara kepada keluarga dan bangsa Indonesia.
“Saya sampai menangis karena terharu ingat pengorbanan ibu dan keluarga saya. Fokus saya saat ini adalah meraih prestasi dan menyenangkan orang tua. Kalau bisa saya ingin membawa mereka naik haji,” ungkap pemuda 18 tahun itu.
Evan Dimas berasal dari keluarga yang bisa dikatakan kurang mampu. Ayahnya, Condro Darmono, hanya seorang petugas keamanan. Sedangkan ibunya, Ana, pernah menjadi seorang asisten rumah tangga dan sekarang menganggur.
Sebagai anak pertama, Evan memiliki tiga orang adik, dua di antaranya masih duduk di sekolah dasar. Sedangkan yang bungsu belum mencapai usia wajib sekolah. Namun dalam himpitan ekonomi, kedua orangtuanya tetap memberikan dukungan yang maksimal agar putra sulungnya bisa terus bermain sepak bola.
“Pernah ketika itu saya mau latihan, ibu saya pinjam sepeda motor sama orang, lalu diledek, ‘Makanya beli sepeda motor. Lalu ada orang kampung saya yang membela, ‘Jangan begitu. Semua ingin beli sepeda motor kalau punya (uang),” cerita Evan kepada Tribunnews.com.
Perkataan tersebut membuat Ana menangis dan Evan pun tidak tega melihat air matanya ibunya. Ana juga kerap menangis setiap kali melihat teman-teman Evan berangkat berlatih dengan mengendarai sepeda motor, namun kondisi ekonomi keluarga tidak memungkinan untuk membeli sepeda motor. Evan pun hanya bisa terdiam dan tidak bisa meminta dibelikan.
Lainnya, terkadang, untuk membeli kaus kaki saja Evan sampai berpikir ulang bagaimana cara meminta kepada Ana. Sang ibu bahkan sampai berpatungan dengan saudara-saudaranya untuk membelikan Evan sepasang sepatu sepak bola.
“Sepatu sepak bola pertama saya mereknya Diadora, harganya Rp 15.000. Saya ingat dulu sepatu saya terlalu besar sehingga harus saya masukkan kain agar bisa pas. Umur sepatu itu tidak lama, kira-kira 3 minggu karena sepatunya sangat murah sehingga cepat rusak,” ungkap pemuda kelahiran 13 Maret 1995 tersebut.
“Terkadang saya iri lihat orang-orang yang bisa membeli sepatu baru untuk anaknya. Saya hanya berpikir kapan bisa membeli sepatu seperti itu, sedangkan ibu hanya jadi pembantu dan kadang berjualan kacang keliling kampung,” sambung Evan.
Quote:
Kapten Timnas Indonesia U-19, Evan Dimas, ternyata sempat berniat berhenti menggapai mimpinya menjadi seorang pesepakbola.
Sejak pertama kali diajak oleh Ferry Ariawan, saudaranya yang kebetulan tinggal di belakang rumahnya, Evan Dimas langsung jatuh cinta kepada sepak bola. Rasa cinta tersebut kemudian membuat Evan bergabung dengan SSB Sasana Bakti pada usia 12 tahun.
Awal merintis ilmu sepak bola dirasa cukup memberatkan oleh Evan, maklum ketika itu SSB Sasana Bakti berada di kawasan Bogowonto, Surabaya Barat, sementara tempat tinggalnya berada di Ngemplak, Surabaya Utara.
Jarak yang terlalu jauh dan ketiadaan kendaraan untuk mengantar dirinya sehingga kerap datang terlambat bahkan absen latihan. Terkadang untuk mengakalinya Evan harus membawa sepatu bolanya ke sekolah untuk kemudian lanjut berlatih. Kelelahan dan perasaan tidak enak selalu menebeng dengan teman akhirnya membuat Evan enggan melanjutkan belajar di Sasana Bakti.
“Saya bilang kepada ibu saya jika saya ingin pindah ke Mitra Surabaya karena lebih dekat. Selain itu saya tidak memiliki kendaraan sehingga tidak ada yang bisa mengantar saya. Ketika itu ibu tidak setuju, lalu saya bilang kalau tidak pindah saya tidak usah bermain sepak bola lagi,” tutur Evan kepada Tribunnews.com.
Ancaman Evan akhirnya berhasil membuat sang ibu mengalah. Evan akhirnya bergabung dengan SSB Mitra Surabaya yang berada di kawasan Lidah yang lebih dekat dari rumahnya SMP. Karier Evan bersama Mitra Surabaya kemudian meroket hingga akhirnya berhasil mendapat kesempatan mengikuti seleksi bersama Persebaya U-15 dan Medco Jawa Timur U-15 dan Evan berhasil lolos di kedua klub tersebut.
“Sayang saya tidak lolos seleksi SAD. Kegagalan itu tidak membuat saya patah semangat, saya terus berlatih hingga akhirnya mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi Porprov Jatim dan tim PON Jatim, alhamdulillah masuk. Kemudian coach Indra Sjafri memanggil saya untuk mengikuti seleksi tim nasional U-17,” ujar Evan.
Quote:
Evan Dimas Ingin Bawa Kedua Orang Tuanya Naik Haji
Dukungan tulus dari ibunya untuk menjadi pesepakbola membuat Evan Dimas Darmono sering menangis jika mengingat hal tersebut. Sebagai balas budi, Evan Dimas pun berambisi membawa kedua orangtuanya menunaikan ibadah Haji.
Dengan beasiswa dan gaji sebagai pemain di Persebaya membuat Evan Dimas tidak lagi menjadi beban bagi kedua orangtuanya. Dari pendapatannya sebagai pemain, meski tidak seberapa Evan kerap menyisihkan untuk kemudian diberikan kepada ibunya. Tak hanya ibu, setidaknya Evan sudah bisa menghibur ketiga adiknya.
“Saya sayang sekali kepada adik-adik saya. Setiap saya pulang, pasti saya selalu ajak mereka bermain ke mana saja untuk menghibur mereka. Kadang saya juga suka menjajani mereka seperti makan bakso,” tutur Evan yang sudah pernah mengunjungi sejumlah negara di Asia berkat sepak bola.
Rasa cinta Evan kepada keluarganya sungguh mendalam. Evan mengakui sebagai pemain sepak bola dia harus kerap berjauhan dengan keluarganya.
“Saya selalu terpikirkan keadaan keluarga saya di rumah, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah risikonya jadi pemain sepak bola. Untungnya sekarang komunikasi dengan keluarga sudah lebih mudah. Dulu saya tidak punya telepon genggam sehingga bingung bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka,” kata Evan kepada Tribunnews.com.
Sekarang Evan bisa mulai tersenyum. Perjuangan sulitnya dalam merintis karier terbayarkan oleh kesempatan membela tim nasional U-19 di Piala AFF. Sebagai tanda balas budi, Evan pun ingin mempersembahkan trofi juara kepada keluarga dan bangsa Indonesia.
“Saya sampai menangis karena terharu ingat pengorbanan ibu dan keluarga saya. Fokus saya saat ini adalah meraih prestasi dan menyenangkan orang tua. Kalau bisa saya ingin membawa mereka naik haji,” ungkap pemuda 18 tahun itu.
Spoiler for Gak nolak:
Quote:
Spoiler for Minta tolong:
Quote:
Spoiler for Budayakan Di Kaskus:
Budayakan
Quote:
Sumber tentang Evan
4.http://www.tribunnews.com/superball/...i-sepatu-bagus
5.http://www.tribunnews.com/superball/...di-pesepakbola
6.http://www.tribunnews.com/superball/...di-pesepakbola
7.http://www.tribunnews.com/superball/...anya-naik-haji
Diubah oleh playboyhtc 27-09-2013 11:38
0
5.9K
Kutip
50
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan