Saya seorang mahasiswa semester awal pada sebuah fakultas hukum. Pada awal perkuliahan, tiap mahasiswa diberikan oleh seorang dosen sebuah hand out (sejenis diktat) yang tebalnya tidak melebihi 25 halaman dan diminta olehnya Rp75.000,00 sebagai biaya cetak. Jika dipikir-pikir, hal ini sangat tidak rasional. Ketika melewati midsemester, dosen tersebut kembali "meminta sumbangan". Kami diwajibkan untuk membayar Rp75.000,00 sebagai "mahar" supaya nilai tugas kami minimal C. Dan ada kabar juga bahwa UAS nanti kami diwajibkan untuk membayar Rp100.000,00 untuk nilai minimal C juga. Kami tidak kuasa untuk tidak membayar karena kondisi yang memaksa kami demikian. Menurut sumber yang saya terima, hal ini sudah menjadi tradisi turun-temurun sejak beberapa tahun yang lalu. Yang ingin saya tanyakan,
Apakah yang dilakukan oleh dosen tersebut termasuk tindak pidana? Jika benar, pasal berapa yang beliau langgar?
Bagaimana upaya yang bisa kami lakukan untuk melawan aksi "pungutan liar" tersebut (mengingat dosen tersebut adalah seorang pengacara)?
Kami sudah pernah melakukan pendekatan kekeluargaan, tetapi gagal. Bisakah dan haruskah kami menempuh jalur hukum?
Mohon pencerahannya atas keresahan kami. Terima kasih.
Terus bagaimana jika ini semua dikaitkan dengan hukum.?? Cek jawaban nya gan...
Quote:
Sehubungan dengan pertanyaan Bapak/Ibu di atas, maka perlu diketahui terlebih dahulu bahwa ketentuan mengenai hubungan kerja antara si pekerja dan si pemberi kerja beserta akibat hukumnya diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”)beserta peraturan pelaksanaannya. Di dalam UUK, kita mengenal dua bentuk perjanjian kerja yaitu pertama, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) dan kedua, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) sebagaimana disebutkan dan diatur di dalam Pasal 56 ayat (1) UUK. Lebih lanjut, menurut Pasal 56 ayat (2) UUK, pelaksanaan PKWT didasarkan pada jangka waktu dan selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Pasal 56 UUK :
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas:
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Ketentuan mengenai PKWT diatur di dalam UUK dari Pasal 56 s.d Pasal 59, yang mana di bagian akhir dari Pasal 59 yaitu pada ayat (8)disebutkan bahwa: “Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri”. Ketentuan inilah yang kemudian mendasari terbitnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“KEPMEN No. 100 Tahun 2004”).
KEPMEN No. 100 Tahun 2004 tersebut merupakan peraturan pelaksanaan dari UUK mengenai PKWT, yang di dalamnya mengatur juga mengenai Perjanjian Kerja Harian Lepas. Dengan demikian, Perjanjian Kerja Harian Lepas menurut KEPMEN ini merupakan bagian dari PKWT (lihat Pasal 10 s.d. Pasal 12 KEPMEN No. 100 Tahun 2004). Namun demikian, Perjanjian Kerja Harian Lepas ini mengecualikan beberapa ketentuan umum PKWT, yang mana dalam Perjanjian Kerja Harian Lepas dimuat beberapa syarat antara lain:
Perjanjian Kerja Harian Lepas dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran,
Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan;
Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.
Sehubungan dengan pertanyaan Bapak/Ibu mengenai dasar upah untuk Pekerja Harian Lepas, maka sebagaimana telah diuraikan di atas, sistem upah untuk Perjanjian Kerja Harian Lepas didasarkan pada kehadiran (lihat Pasal 10 ayat 1 KEPMEN No. 100 Tahun 2004). Berdasarkan catatan advokasi PAHAM INDONESIA, besarnya perhitungan upah yang didapat si pekerja biasanya bergantung atau didasarkan pada jumlah atau volume pekerjaan yang telah diselesaikan oleh si pekerja dalam satu hari.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu