17 Agustus 2013, di saat HUT kemerdekaan RI ke 68, akumerasa sedih rek. Aku asli Sidoarjo Jatim rek, tp sekarang menetap di Pekanbaru. Jam 10 pagi aku berkeliling di sebagian kota Pekanbaru berharap ada kemeriahan kota ini menyambut HUT RI itu, bukannya kemeriahan yg kudapati, ttp Merah Putihsangat jarang berkibar, di rumah2 penduduk, di gang2, di jalan2, hanya satu dua ku dapati rumah yng peduli untuk menghargai HUT negara tercinta ini. Hal yg sangat berbeda ketika aku masih di Sidoarjo, menjadi suatu keharusan setiap memperingati HUT RI, ini di mulai dari malam 17 agustus sdh lakukan doa selamatan, untuk kampung, untuk negara & bangsa, juga untuk para pahlawan. Pagi harinya lsg kibarin bendera, satu hal ini sdh di ajarkan kakek ( Almarhum ), kebetulan beliau dulu mantan BKR/TKR, masuk dlm batalyon yg di pimpin Sunandar Priyosudarmo beliau jg ikut perang Surabaya dari mulai perebutan senjata di Gudang Kenpetai Jepang sampai perang 10 November 1945 di Surabaya & sekitarnya. Beliau mengundurkan diri dari militer/tentara ketika di rasa RI sudah mulai aman selepas pengakuan kedaulatan oleh Belanda terhadap RI. Nasionalisme adalah hal yg sering di ceritakan & di ajarkan dlm banyak hal, beliau dl tak segan mengingatkan kalo ada tetangga2 yg lupa tidak mengibarkan bendera ketika 17 agustus, menegur aparat2/tentara/polisi di sekitar kampung yg tdk merakyat & sombong, karena pengalaman beliau ketika perang di Surabaya dl, ketika terjepit oleh serangan musuh, maka rakyatlah yg nyembunyiin mereka yg bertempur agar tdk tertangkap lawan. Beliau jg sangat anti terhadap Korupsi, beliau jg beranggapan bahwa siapapun yg mengkorupsi uang rakyat hakekatnya sudah menjadi pengkhianat terhadap rakyat. Hal yang menjadi pertanyaan, seberapa kuat korelasi antara seorang Tentara atw mantan tentara terhadap keluarga, terhadap tetangga sekitar & wilayah jika di hubungkan dgn rasa Nasionalisme terhadap NKRI....??
**Mohon pencerahan dari para tetua di Formil ini
**Jika agan punya pengalaman ttg mohon sudi berbagi kisahnya