utsukushiojoAvatar border
TS
utsukushiojo
Los Felidas
Di-kota. itu, ada seorang pengemis wanita yang juga ibu dari seorang gadis kecil. Tak seorangpun tahu nama aslinya, tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa ia bukan penduduk asli disitu, melainkan dibawa oleh bekas suaminya dari kampung halamannya. Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka. Belum setahun mereka di kota itu, mereka kehabisan seluruh uangnya, dan pada suatu pagi mereka sadar bahwa mereka tidak tahu dimana mereka tidur malam nanti & tak sepeserpun uang ada di kantong, padahal mereka sedang menggendong bayi mereka yg berumur 1 tahun. Dalam keadaan panik & putus asa, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya, dan akhirnya tiba di sebuah jalan sempit dimana puing-puing sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat utk berteduh.Saat itu angin Desember bertiup kencang, membawa titik-titik air yg dingin. Ketika mereka beristirahat dibawah atap toko itu. Sang suami berkata “Saya harus meninggalkan kalian sekarang. Saya harus mendapatkan pekerjaan apapun, kalau tidak malam nanti kita akan tidur di sini.”
——————————————————————————–
Setelah mencium bayinya ia pergi. Dan sejak itu, ia tak pernah kembali ke-Los Felidas. Tak seorangpun tahu pasti kemana pria itu pergi.
Selama beberapa hari berikutnya sang ibu yang malang terus menunggu kedatangan suaminya, & bila malam tidur di emperan toko itu.Pada hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan susu, orang-orang yang lewat mulai memberi mereka uang kecil & jadilah mereka pengemis disana selama 6 bulan berikutnya. Suatu hari, tergerak oleh semangat untuk mendapatkan kehidupan lebih baik, ibu itu bangkit & memutuskan utk bekerja. Masalahnya adalah dimana ia hrs menitipkan anaknya, yg kini sudah hampir 2 tahun & tampak cantik jelita. Tiada jalan lain kecuali meninggalkan anak itu di situ & berharap agar nasib tak memperburuk keadaan mereka.
Sudah pasti ia berpesan pada anak gadisnya, agar ia tak kemana-mana, tidak ikut siapapun yg mengajaknya pergi atau menawarkan permen. Pendek kata, gadis kecil itu tak boleh berhubungan dg siapapun selama ibunya tak ditempat “Dalam beberapa hari mama akan dapatkan cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang berpintu & kita takkan lagi tidur dengan angin di rambut kita. Gadis itu mematuhi pesan ibunya dengan penuh kesungguhan. Maka sang ibu mengatur kotak kardus dimana mereka tinggal selama 7 bulan agar tampak kosong & membaringkan anaknya dengan hati2 di dlmnya, di sebelahnya ia meletakkan sepotong roti. kemudian dengan mata basah ibu menuju ke pabrik sepatu, dimana ia bekerja sebagai pemotong kulit.
Begitulah kehidupan mereka selama beberapa hari, hingga di kantong sang ibu kini terdapat cukup uang untuk menyewa sebuah kamar berpintu di daerah kumuh. Dengan suka cita ia menuju ke penginapan orang2 miskin itu & membayar uang muka sewa kamarnya. Tapi siang itu ada sepasang suami istri pengemis yg jahat menculik gadis cilik itu dengan paksa & membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota. Disitu mereka mendandani gadis cilik itu dengan baju baru. Membedaki wajahnya, menyisir rambutnya & membawanya ke sebuah rumah mewah di pusat kota. Disitu gadis cilik itu dijual. Pembelinya adalah pasangan suami istri dokter kaya yang tak pernah bisa punya anak sendiri walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun.
Mereka memberi nama anak gadis itu Serrafona & memanjakannya dengan amat sangat. Ditengah2 kemewahan istana itulah gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan2 orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi dan bermain piano. Ia bergabung dengan kalangan2 kelas atas & mengendarai Mercedes Benz ke manapun ia pergi. Pada umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagai anak gadis Gubernur yg amat jelita, pandai bermain piano, aktif digereja & sedang
menyelesaikan gelar dokternya. la adalah figur gadis yang menjadi impian tiap pemuda, tapi cintanya direbut seorang dokter muda yang welas asih bernama Geraldo. Merekapun menikah. Setahun setelah perkimpoian Serrafona & Geraldo, ayahnya wafat. Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa perusahaan & sebuah real-estate sebesar 14 hektar berisi taman bunga & istana termegah dikota itu. Menjelang ultahnya yg ke-27, sesuatu terjadi yg merubah kehidupan Serrafona.
Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang ayahnya yang sudah tak pernah dipakai lagi. Di laci meja kerja ayahnya ia melihat selembar foto anak bayi yang digendong sepasang suami istri. Selimut yg dipakai untuk menggendong bayi itu lusuh & bayi itu sendiri tampak tak terurus karena walaupun wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap kusam. Sesuatu ditelinga kiri bayi itu membuat jantungnya berdegup kencang. la mengambil kaca pembesar & mengkonsentrasikan pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian ia membuka lemarinya sendiri & mengeluarkan sebuah kotak kayu mahoni. Didalam kotak berukir indah itu dia menyimpan semua barang2 pribadinya, dari kalung2 berlian hingga surat2 pribadi. Tapi diantara benda2 mewah itu sesuatu terbungkus kapas kecil, sebentuk anting2 melingkar yg amat sederhana, ringan & bukan emas murni. Ibunya almarhum memberinya benda itu sambil berpesan untuk tidak kehilangan benda itu.
Ia sempat bertanya, kalau itu anting2, dimana satunya. lbunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting-anting itu di dekat foto. Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan melihatnya & perlahan2 air matanya berlinang. Kini tak ada keraguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri. Tapi kedua pria wanita yang menggendongnya, yang tersenyum dibuat2, belum pernah dilihatnya sama sekali. Foto itu seolah membuka pintu lebar2 pada ruangan yang selama ini mengungkungi pertanyaan-pertanyaannya, Misalnya kenapa jenis wajahnya & wajah kedua orang tuanya berbeda, kenapa ia tak menuruni golongan darah ayahnya. Saat itulah, sepotong ingatan yg sudah seperempat abad terpendam, berkilat dibenaknya, samar2 bayangan seorang wanita membelai kepalanya & mendekapnya di dada.
Di ruangan itu mendadak Serrafona merasakan betapa dinginnya sekelilingnya tetapi ia juga merasa betapa hangat kasih sayang & rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu. Ia seolah merasakan dan mendengar lewat dekapan itu bahwa daripada berpisah lebih-baik mereka mati bersama.
Matanya basah ketika ia keluar dari kamar & menghampiri suaminya yang sedang membaca koran.
“Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis & mungkin ibu saya masih ada dijalanan sekarang setelah 25 tahun.”
Itu adalah awal dan kegiatan baru mereka mencari masa lalu Serrafonna. Foto hitam putih yang kabur itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan kepolisian di seluruh negeri. Sebagai anak tunggal mantan pejabat yg cukup berpengaruh di kota itu, Serrafonna mendapatkan dukungan seluruh kantor kearsipan, kantor surat kabar & kantor catatan sipil. la membentuk yayasan2 untuk mendapatkan data seluruh panti2 jompo & badan2 sosial diseluruh negeri & mencari data tentang seorang wanita, ibu kandungnya. Bulan demi bulan lewat, tapi tak ada perkembangan apapun dalam usahanya. Mencari seorang wanita yang mengemis 25 tahun lalu di negeri dengan populasi 90 juta bukan sesuatu yg mudah. Tapi Serrafona tak menyerah. Dibantu suaminya yang penuh pengertian, mereka terus menerus meningkatkan pencarian mereka. Kini tiap kali bermobil, mereka sengaja memilih daerah2 kumuh, sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik.
Terkadang ia berharap agar ibunya sudah almarhum agar ia tak terlalu menanggung dosa mengabaikannya selama seperempat abad. Tetapi ia tahu, entah bagaimana, perasaannya berkata bahwa ibunya masih ada & sedang menantinya sekarang. la memberitahu suaminya keyakinan itu berkali-kali & suaminya mengangguk-angguk penuh pengertian. Saat itu waktu sudah memasuki masa Natal. Seluruh negeri bersiap untuk menyambut hari kelahiran Kristus & bahkan untuk kasus Serrafona-pun orang- orang tak lagi menaruh perhatian. Melihat pohon2 terang mulai menyala dimana2, mendengar lagu2 Natal dimainkan, Serrafona menjadi amat sedih. Pagi siang & sore ia berdoa: “Tuhan, saya bukannya tidak berniat merayakan Natal, tapi ijinkan satu permintaan terbesar dlm hidup saya, temukan saya dgn ibu saya.” Dan Tuhan mendengarkan doa itu.
Suatu sore mereka terima kabar bahwa ada seorang wanita yg mungkin bisa membantu mereka menemukan ibunya. Tanpa buang waktu, mereka terbang ke tempat itu, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km dari kota mereka. Sekali melihat, mereka tahu bahwa wanita yg separoh buta itu, yg kini terbaring sekarat, adalah wanita di dalam foto.
Dengan suara putus2, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah mencuri seorang gadis kecil di tepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu. Tak banyak yg diingatnya, tapi diluar dugaan ia masih ingat kota & bahkan potongan jalan dimana ia mengincar gadis kecil itu & kemudian menculik & menjualnya. Serrafona memberi anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah uang, dan malam itu juga mereka mengunjung kota dimana Serrafonna diculik.
Mereka tinggal di sebuah hotel & mengerahkan orang2 mereka untuk mencari nama kenalan itu. Semalaman Serrafona tidak bisa tidur. Untuk kesekian kalinya ia bertanya2 kenapa ia begitu yakin bahwa ibunya masih hidup sekarang & sedang menunggunya & ia tetap tidak tahu jawabannya. Hari lewat tanpa kabar. Pada hari ke-3. mereka menerima telepon dari seorang staff mereka.
“Tuhan maha kasih, Nyonya, kalau memang Tuhan ijinkan, kami mungkin telah menemukan ibu Nyonya. Hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak banyak lagi, ia sakit keras.”
Mobil mereka memasuki sebuah jalanan sepi, di pinggiran kota yg kumuh & banyak angin. Rumah2 di sepanjang jalan itu tua2 & kusam.
Anak2 kecil tanpa baju bermain2 di tepi jalan. Dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi ke jalanan yang lebih kecil, kemudian masih belok lagi ke jalanan berikutnya yang lebih kecil lagi. Semakin lama mereka masuk ke dalam lingkungan yang semakin menunjukkan kemiskinan.
Tubuh Serrrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar panggilan itu berbisik “Lekas,Serrafonna, mama menunggumu, sayang”. Ia mulai berdoa: “Tuhan beri saya setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja.
Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, ia bisa mencium kemiskinan yang amat sangat, ia berdoa: “Tuhan beri saya sebulan saja.” Mobil belok lagi kejalanan yg lebih kecil & angin yg penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yg terbuka. Ia mendengar lagi panggilan mamanya, dan ia mulai menangis: Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak, cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan.”
Ketika mereka masuk belokan terakhir, tubuhnya menggigil begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat. Jalan itu bernama Los Felidas. Panjangnya sekitar 180 meter & hanya kekumuhan yg tampak dari sisi ke sisi, dari ujung ke ujung. Di tengah2 jalan itu, di depan puing2 sebuah toko, tampak onggokan sampah & kantong2 plastik, dan ditengah2nya terbaring seorang wanita tua dengan pakaian sehitam jelaga. tidak bergerak2. Mobil mereka berhenti diantara 4 mobil mewah lainnya & 3 mobil polisi. Dibelakang mereka sebuah ambulans berhenti. Dari kanan kiri muncul pengemis2 yg segera memenuhi tempat itu.
“Belum bergerak sejak tadi.” lapor salah seorang. Pandangan Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya & turun. Suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar memburu ibu mertuanya. “Serrafona kemari cepat Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu.” Serrafona memandang tembok di hadapannya & ingat saat ia menyandarkan kepalanya ke situ. la memandang lantai di kakinya & ingat ketika ia belajar berjalan. Ia membaui bau jalanan yg busuk, tapi mengingatkannya pada masa kecilnya. Air matanya mengalir ketika ia melihat suaminya menyuntikkan obat ke tangan wanita yang terbaring itu & memberinya isyarat untuk mendekat.
“Ya,Tuhan”, ia meminta dengan seluruh jiwa raganya, “beri kami sehari, Tuhan, biarlah saya membiarkan mama mendekap saya & memberinya tahu bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia. Jadi mama tak menyia-nyiakan saya.” la berlutut dan meraih kepala wanita itu ke dadanya. Wanita tua itu perlahan membuka matanya & memandang sekeliling, ke arah kerumunan orang2 berbaju mewah itu, ke arah mobil2 mengkilat dan ke arah wajah Serrafona yg penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri ketika ia masih muda. “Mama, ia mendengar suara itu & ia tahu bahwa apa yg ditunggunya tiap malam – antara waras & tidak & tiap hari – antara sadar & tidak – kini menjadi kenyataan. Ia tersenyum & dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas. Perlahan ia membuka genggaman tangannya, tampak sebentuk anting2 yg sudah menghitam.
Serrafona mengangguk & tanpa perduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu & merebahkan kepalanya di dada mamanya. “Mama, Saya tinggal di istana & makan enak tiap hari. Mama jangan pergi dulu. Apapun yang mama mau bisa kita lakukan bersama2. Mama ingin makan, ingin tidur, ingin bertamasya, apapun bisa kita bicarakan. Mama jangan pergi dulu… Mama…” Ketika telinganya menangkap detak jantung yang melemah, ia berdoa lagi pada Tuhan: “Tuhan maha pengasih & pemberi, Tuhan…. satu jam saja…. aku minta satu jam saja untuk memeluknya
Tapi dada yg didengarnya kini sunyi, sesunyi senja & puluhan orang yg membisu. Orang yg dicintainya telah mati. Hanya senyum ibunya, yang menandakan bahwa penantiannya selama seperempat abad tidak berakhir sia-sia.
0
1.2K
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan