- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
=== Seharusnya Pengendara Jazz Belajar Dari Anaknya HOEGENG (LOW PROFILE) ===


TS
telenji200772
=== Seharusnya Pengendara Jazz Belajar Dari Anaknya HOEGENG (LOW PROFILE) ===


Seorang pengendara Honda Jazz dengan arogan meminta petugas transjakarta membuka pintu jalur busway. Orang itu pun menggertak petugas dengan mengaku anak jenderal. Perilaku ini mendapat sorotan dan kecaman publik.
Ada cerita menarik soal putra Jenderal Hoegeng, Aditya S Hoegeng. Walau anak jenderal bintang empat yang menjabat kepala polisi, Aditya tak pernah bertingkah membawa-bawa nama Hoegeng.
Hoegeng memang tak pernah mengistimewakan anak-anaknya. Jangankan mobil, motor saja mereka tak punya. Kontras benar dengan anak-anak pejabat yang lain.
"Kami juga ingin punya kendaraan bermotor atau mobil. Namun pikiran seperti itu bisa kami atasi dengan cara hidup kami yang sederhana," kata Adhitya dalam sambutannya untuk buku Hoegeng, Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa terbitan Bentang (hal 263).
Semasa kuliah, Aditya bekerja di sebuah bengkel dan toko suku cadang milik Henky Irawan, pembalap terkemuka saat itu. Aditya tak malu, yang penting halal. Uang itu digunakan untuk menambah biaya kuliahnya.
"Bapak tak melarang saya bekerja di mana pun. Beliau hanya berpesan, dimana pun dan apa pun posisimu, bekerjalah dengan benar," beber Aditya menirukan Hoegeng.
Hoegeng pun melarang Aditya masuk polisi, atau memberikan ketebelece agar anaknya bisa diterima di Akademi Angkatan Udara. Bagi Hoegeng itu haram. Aditya sempat marah pada ayahnya. Tapi dia kemudian paham maksud bapaknya yang mengajari soal integritas.
"Kami bertiga bangga jadi anak Hoegeng Imam Santosa," kata Aditya.
Sayangnya si anak jenderal pengemudi mobil Honda Jazz mungkin tak tahu kisah teladan ini.

Ada cerita menarik soal putra Jenderal Hoegeng, Aditya S Hoegeng. Walau anak jenderal bintang empat yang menjabat kepala polisi, Aditya tak pernah bertingkah membawa-bawa nama Hoegeng.
Hoegeng memang tak pernah mengistimewakan anak-anaknya. Jangankan mobil, motor saja mereka tak punya. Kontras benar dengan anak-anak pejabat yang lain.
"Kami juga ingin punya kendaraan bermotor atau mobil. Namun pikiran seperti itu bisa kami atasi dengan cara hidup kami yang sederhana," kata Adhitya dalam sambutannya untuk buku Hoegeng, Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa terbitan Bentang (hal 263).
Semasa kuliah, Aditya bekerja di sebuah bengkel dan toko suku cadang milik Henky Irawan, pembalap terkemuka saat itu. Aditya tak malu, yang penting halal. Uang itu digunakan untuk menambah biaya kuliahnya.
"Bapak tak melarang saya bekerja di mana pun. Beliau hanya berpesan, dimana pun dan apa pun posisimu, bekerjalah dengan benar," beber Aditya menirukan Hoegeng.
Hoegeng pun melarang Aditya masuk polisi, atau memberikan ketebelece agar anaknya bisa diterima di Akademi Angkatan Udara. Bagi Hoegeng itu haram. Aditya sempat marah pada ayahnya. Tapi dia kemudian paham maksud bapaknya yang mengajari soal integritas.
"Kami bertiga bangga jadi anak Hoegeng Imam Santosa," kata Aditya.
Sayangnya si anak jenderal pengemudi mobil Honda Jazz mungkin tak tahu kisah teladan ini.

Quote:
Quote:

Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng. Begitulah setidaknya menurut Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Anekdot mantan presiden RI ini sekaligus sindiran karena cuma Hoegeng satu-satunya polisi jujur. Tapi, sebenarnya tahukah Anda, siapa Hoegeng?
Hoegeng yang bernama lengkap Hoegeng Iman Santoso adalah Kapolri di tahun 1968-1971. Ia juga pernah menjadi Kepala Imigrasi (1960), dan juga pernah menjabat sebagai menteri di jajaran kabinet era Soekarno.
Kedisiplinan dan kejujuran selalu menjadi simbol Hoegeng dalam menjalankan tugasnya di manapun.
Misalnya, ia pernah menolak hadiah rumah dan berbagai isinya saat menjalankan tugas sebagai Kepala Direktorat Reskrim Polda Sumatera Utara tahun 1956. Ketika itu, Hoegeng dan keluarganya lebih memilih tinggal di hotel dan hanya mau pindah ke rumah dinas, jika isinya hanya benar-benar barang inventaris kantor saja. Semua barang-barang luks pemberian itu akhirnya ditaruh Hoegeng dan anak buahnya di pinggir jalan saja. “ Kami tak tahu dari siapa barang-barang itu, karena kami baru datang dan belum mengenal siapapun,” kata Merry Roeslani, istri Hoegeng.
Polisi Kelahiran Pekalongan tahun 1921 ini, sangat gigih dalam menjalankan tugas. Ia bahkan kadang menyamar dalam beberapa penyelidikan. Kasus-kasus besar yang pernah ia tangani antara lain, kasus pemerkosaan Sum tukang jamu gendong atau dikenal dengan kasus Sum Kuning, yang melibatkan anak pejabat. Ia juga pernah membongkar kasus penyelundupan mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi, yang notabene dekat dengan keluarga Cendana.
Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh Soeharto. Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak. Kemudian Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi.
“Begitu dipensiunkan, Bapak kemudian mengabarkan pada ibunya. Dan ibunya hanya berpesan, selesaikan tugas dengan kejujuran. Karena kita masih bisa makan nasi dengan garam,” ujar Roelani. “Dan kata-kata itulah yang menguatkan saya,” tambahnya.
Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran. Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri. “Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata Merry.
Aditya, Reni, dan Ayu, putra Hoegeng yang hadir di studio, menceritakan pengalaman berharga mereka ketika menjadi seorang anak pejabat. Misalnya, Adytia bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu. “Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.
Reni memiliki cerita lain, yakni sering sekali terlambat sekolah karena jika terjadi kemacetan di pagi hari, sang ayah sering turun ke jalan mengatur lalu lintas terlebih dahulu. Masih banyak kisah-kisah yang sarat makna di ceritakan oleh istri, putra putri Hoegeng, serta sejumlah temannya di tayangan ini. Kisah ketegasan dan kesederhanaan Hoegeng sebagai seorang pengabdi masyarakat.
Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.
Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis. Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga. Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500!
Kepada Kick Andy, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000. Setelah memasuki masa pensiun, Hoegeng sempat mengisi acara di Radio Elshinta, namun tak lama acaranya ditutup karena dianggap terlalu pedas.
Hoegeng kemudian membesarkan kembali musik Hawaiian yang terkenal dengan nama “Hawaiian Senior” dan mengisi acara di TVRI selama 10 tahun. Acara itupun kemudian “dibredel” oleh pemerintah dengan alasan tidak mencerminkan budaya nasional Indonesia. Hoegeng yang kemudian bergabung dengan kelompok petisi 50, tampaknya memang memiliki banyak ganjalan dalam berkiprah di negeri ini.
Musik Hawaiin memiliki makna tersendiri untuk Merry sang istri. Karena mereka sering bermain musik hawaiin bersama-sama. Hoegeng sendiri pernah ke Pulau Hawaii dalam rangka tugas, tapi sang istri yang sangat-sangat ingin pergi ke pulau itu tak pernah diajaknya. “Kami sudah sepakati bahwa saat Bapak tugas, saya sebagai istri tak perlu ikut,” ujar Merry yang mengaku memiliki sahabat di Pulau milik Amerika itu.
Merry memang sosok istri yang tulus. Bahkan mantan ketua YLKI yang juga peneliti bidang kepolisian, Zumrotin yang hadir di studio, memuji ketulusan sosok Merry yang berbeda dengan kebanyakan istri pejabat, terutama di masa kini.
Quote:
Quote:

Seorang pengendara Honda Jazz memaksa petugas TransJakarta untuk membuka portal busway. Sang pengendara menggertak petugas bahwa dirinya adalah anak jenderal.
"Ada pengendara mobil yang ngaku-ngaku anak jenderal dan meminta petugas membuka portal busway," ujar Humas BLU TransJakarta Sri Ulina kepada merdeka.com, Selasa (30/7).
Menurut Sri, kejadian tersebut terjadi di Galur, Senen, Jakarta Pusat sekitar pukul 09.30 WIB. Saat itu lokasi kejadian memang macet.
"Dia memaksa petugas untuk membuka portal busway, padahal yang boleh masuk hanya bus transjakarta. Terus di bilang dia anak jenderal," terangnya.
Petugas BLU transJakarta yang saat itu bertugas di lokasi sempat mengambil gambar peristiwa tersebut. Dalam foto yang diunggah dalam twitter @BLUTransJakarta, mobil berwarna silver tersebut memang terlihat di depan portal busway. Namun saya, pelat nomor dan sopir kendaraan yang belum diketahui identitasnya itu tidak terjepret kamera.
Polisi: Biasa ada orang ngaku anak Jenderal modal kartu nama
Seorang pengendara mobil Honda Jazz berwarna silver berani memaksa petugas bus TransJakarta koridor II, jurusan Pulogadung-Harmony untuk membuka portal, pagi tadi. Untuk menakut-nakuti petugas dia mengaku dirinya anak seorang Jenderal aktif di Mabes Polri.
Terkait insiden itu, Kepala Subdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Hindarsono meminta petugas di lapangan tak mudah terkecoh pada orang-orang yang suka mengaku anggota keluarga seorang polisi maupun TNI.
"Itu biasa kan, keluarin kartu nama untuk takut-takuti saja tapi belum tentu itu anak Jenderal yang sesungguhnya," ujar Hindarsono saat dihubungi, Selasa (30/7).
Hindarsono yakin, orang-orang yang berbuat demikian karena kondisinya terdesak.
"Menurut saya jika dia mengaku anak pejabat pasti itu dilakukan dalam kondisi terdesak," paparnya.
Hingga kini, kepolisian pun masih menyelidiki siapa pemilik mobil Honda Jazz berwarna silver yang memaksa membukakan portal jalur Transjakarta.
"Kita akan selidiki dan kita akan cek siapa pemiliknya karena sudah mengaku anak Jenderal," tandasnya.
Ini identitas pemilik Honda Jazz yang mengaku anak jenderal
Polisi telah mengantongi data pemilik Honda Jazz yang siang tadi menerobos jalur busway. Pengemudinya mengaku anak jenderal dan memaksa petugas TransJakarta membuka perlintasan di Galur, Senen, Jakarta Pusat.
Penelusuran wartawan, mobil Honda Jazz B 1011 UKF itu terdaftar atas nama Herman Gunawan. Beralamat di Jalan Sunter Hijau 1 blok W2/17, RT 1 RW 10, Sunter, Jakarta Utara.
Kepala Subdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Hindarsono, menjelaskan polisi masih menyelidiki, apakah saat itu Herman yang mengendarai mobil atau bukan.
"Kita masih selidiki," kata AKBP Hindarsono, Selasa (30/7).
Hindarsono belum memastikan apakah pengemudi itu benar-benar anak jenderal atau bukan. Dia menambahkan biasanya orang mengaku-ngaku anak jenderal saat sedang kepepet. Pihaknya pun tak akan sungkan menindak jika 'si anak jenderal melanggar lalu lintas'.
"Kita akan selidiki dan kita akan cek siapa pemiliknya karena sudah mengaku anak jenderal," tandasnya.
Ini tanggapan Jokowi soal sopir Honda Jazz ngaku anak jenderal
Seorang pengendara Honda Jazz memaksa petugas TransJakarta untuk membuka portal busway. Sang pengendara menggertak petugas bahwa dirinya adalah anak jenderal.
Menanggapi hal itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, kecuali Bus TransJakarta, siapapun tak boleh masuk ke jalur tersebut.
"Sesuai aturan lah. Siapapun ya nggak boleh," kata Jokowi kepada wartawan di Balai Kota Jakarta, Selasa (30/7).
Menurutnya, semua orang harus patuh pada aturan yang berlaku. Sebagai Gubernur DKI, Jokowi mengaku tak pernah masuk ke jalur busway.
"Saya masuk ke busway nggak sekali dua kali, tapi naik bus," katanya.
Seperti diketahui, peristiwa tersebut terjadi di Galur, Senen, Jakarta Pusat sekitar pukul 09.30 WIB. Saat itu lokasi kejadian macet.
Petugas BLU transJakarta yang saat itu bertugas di lokasi sempat mengambil gambar peristiwa tersebut. Polisi telah mengantongi data pemilik Honda Jazz.
Penelusuran wartawan, mobil Honda Jazz B 1011 UKF itu terdaftar atas nama Herman Gunawan. Beralamat di Jalan Sunter Hijau 1 blok W2/17, RT 1 RW 10, Sunter, Jakarta Utara.
Kepala Subdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Hindarsono, menjelaskan polisi masih menyelidiki, apakah saat itu Herman yang mengendarai mobil atau bukan.
"Kita masih selidiki," kata AKBP Hindarsono, Selasa (30/7).
Hindarsono belum memastikan apakah pengemudi itu benar-benar anak jenderal atau bukan. Dia menambahkan biasanya orang mengaku-ngaku anak jenderal saat sedang kepepet. Pihaknya pun tak akan sungkan menindak jika 'si anak jenderal melanggar lalu lintas'.
"Kita akan selidiki dan kita akan cek siapa pemiliknya karena sudah mengaku anak jenderal," tandasnya.
Jakarta - Polisi tidak menemukan Herman Gunawan di Jalan Sunter Hijau 1 Blok W2/17 RT 1/10 Sunter, Jakarta Utara. Dia diketahui sudah pindah dari rumahnya yang lama. Herman ternyata membeli rumah baru yang masih berada di bilangan Sunter, namun mobil yang digunakannya saat menyerobot jalur busway kemarin, tidak tampak di kediamannya tersebut.
Herman kini tinggal di Villa Danau Indah Blok AD No 5 RT 16/10 Sunter. Dia menempati rumah tersebut sejak dua tahun lalu, tepatnya setelah menjual rumah lamanya kepada seseorang bernama Yeni.
"Tadi sekitar pukul 24.00 WIB, ada orang dari Polda Metro Jaya datang ke rumah Pak Herman pakai 3 mobil," kata koordinator keamanan RW 10 Sunter, Andri Wijaya, kepada detikcom di depan rumah baru Herman, Rabu (31/7/2013).
Andri melihat 6 petugas turun dari mobil tersebut, namun ia tidak berani menanyakan keperluan para petugas di lingkungannya. Menurutnya, Herman memang pernah memiliki Honda Jazz silver tapi sudah dijual awal tahun ini.
"Setahu saya sudah dijual Januari tahun ini. Kalau sekarang dia cuma punya Innova hitam. Pak Herman sudah dua tahun di sini," ujar Andri.
Andri mengetahui Herman menempati rumah berpagar hitam itu bersama istri dan satu anaknya. Namun ia tidak mengetahui pekerjaan Herman.
"Pak Herman tinggal sama istri dan anaknya, setahu saya anaknya satu. Kalau pekerjaannya saya nggak tahu," kata pria yang rambutnya mulai beruban ini.
Sementara itu, perumahan tempat Herman tinggal kini lebih mewah karena ukuran pagar dan bangunan di sekitarnya cukup besar. Rumah Herman yang bergaya modern tampak sepi, sesepi aktivitas warga di perumahan tersebut.
Berkali-kali pagar rumah dibunyikan sambil mengucapkan salam, tidak ada jawaban dari dalam rumah. Begitu pula dengan tetangga Herman yang memiliki rumah yang tak kalah besar dengan rumahnya.
Ini pengakuan tetangga pemilik Honda Jazz ngaku anak jenderal
Seorang pengendara Honda Jazz memaksa petugas TransJakarta untuk membuka portal busway di Galur, Senen, Jakarta Pusat. Sang pengendara menggertak petugas bahwa dirinya adalah anak jenderal.
Belakangan diketahui, mobil Honda Jazz B 1011 UKF itu terdaftar atas nama Herman Gunawan. Beralamat di Jalan Sunter Hijau 1 blok W2/17, RT 1 RW 10, Sunter, Jakarta Utara.
Berdasarkan penelusuran merdeka.com ke lokasi, Herman Gunawan sudah lebih dari dua tahun tak lagi tinggal di alamat tersebut. Saat ini, rumah itu dihuni oleh seorang perempuan bernama Lia. Perempuan berusia 30 tahun itu mengontrak di rumah itu.
Wes (40), Koordinator Iuran Bulanan RT setempat, mengatakan Herman sudah lama pindah dari rumah tersebut. Menurutnya, Herman dan keluarganya tidak berasal dari kalangan Polri melainkan wiraswasta.
"Setahu saya keluarganya tidak ada yang bekerja sebagai polisi. Tapi, dia mempunyai usaha tapi saya tak tahu jenis usahanya apa," kata Wes ketika ditemui merdeka.com, Rabu (30/7) malam.
Istri dari Sekretaris RT setempat itu mengatakan, saat ini Herman tinggal bersama istri dan kedua anaknya di daerah Sunter.
"Pas dia minta surat pindah yah dikasih sama RT sini. Tapi pindahnya masih di lingkungan Sunter juga," ujar Wes yang tak mau membeberkan alamat lengkap Herman.
Menurut Wes, saat masih menetap di perumahan tersebut, Herman memang sudah mempunyai mobil Honda Jazz warna silver. Namun, ketika Wes berkunjung ke rumah Herman yang baru, terletak di daerah Sunter itu, dia sudah mengganti mobilnya yang baru, yakni Mitsubishi Outlander.
"Saya tahu dia sudah ganti mobil pas saya main ke rumahnya. Dia bilang, Honda Jazznya sudah dijual beberapa waktu setelah dia pindah ke rumah barunya," ujar Wes.
Sementara itu, Lia (30) penghuni rumah mengaku tak tahu menahu perihal Herman. Menurut Lia, sebelum dia mengontrak rumah tersebut, diketahui pemilik rumah pertama adalah Herman. Namun, dia menjual rumah tersebut kepada seseorang. Kemudian dia mengontrak rumah tersebut.
"Hampir dua tahun saya menetap di sini dengan biaya kontrak rumahnya sekitar Rp 25 juta-Rp 35 juta per tahun," ujar Lia.
Quote:
HARAP DIBACA DOLO dengan SEKSAMA..!!!
Setelah Itu Silahkan Komen..!!!
Setelah Itu Silahkan Komen..!!!
Quote:
Komen TS dan pesan buat Semua : Engga Ada Yang Dibanggakan Dari Manusia Kecuali TINGKAT KE-IMANANNYA , Bukan Harta, Bukan Jabatan dan Bukan Tahta
Diubah oleh telenji200772 31-07-2013 11:02
0
6.8K
Kutip
22
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan