- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Butuh waktu bikin Indonesia terhubung


TS
LadiessMan217
Butuh waktu bikin Indonesia terhubung
Keterhubungan antar wilayah di Indonesia dinilai masih sangat buruk. Pembangunan infrastruktur perhubungan minim.

Walau pemerintah mengalokasinkan Rp 400 triliun, konektivitas antar pulau amat jauh dari harapan. Tahun ini kira-kira ada 12 bandara baru akan kita resmikan untuk beroerasi di bagian timur Indonesia. Tahun depan beberapa bandara akan berubah wajahnya, ujar Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono.
Berikut penuturan Bambang kepada Alwan Ridha Ramdani, Islahuddin, dan juru foto Muhammad Luthfi Rahman dari merdeka.com saat ditemui dua pekan lalu di ruang kerjanya, Jakarta.
Bangun infrastruktur itu butuh waktu, tidak bisa setahunan. Biasanya untuk bangun infrastruktur besar, seperti bandara dan pelabuhan, butuh dua 2-3 tiga tahun untuk menyelesaikan. Tahun ini akan ada beberapa pembangunan selesai dan insya Allah bisa dimanfaatkan.
Kalau di bidang bandar udara, tahun ini Kuala Namu beroperasi, terminal Ngurah Rai beroperasi, di luar bandara-bandara yang ada. Pangkal Pinang, Riau, dan Surabaya kita kembangkan. Di luar itu, kita bangun bandara-bandara kecil untuk konektivitas dan aksestabilitas bagian timur Indonesia.
Contohnya di Tual, Saumlaki. Tahun ini kira-kira ada 12 bandara baru akan kita resmikan untuk beroerasi di bagian timur Indonesia. Tahun depan beberapa bandara akan berubah wajahnya.
Pelabuhan lebih banyak lagi, sekitar 91 pelabuhan. Sebagian besar di Timur. Kereta juga demikian. Ada beberapa, terutama jalur ganda di pantai utara Jawa, akan kita selesaikan tahun ini. Kemudian kereta Kuala Namu akan kita operasikan seiring dengan Bandara Kuala Namu. Tahun depan akan kita opererasikan kereta bandara ke Soekarno Hatta dari Manggarai. Ini kita harapkan bisa membuat satu perubahan besar.
Kalau undang undang ada yang mengatur infrastruktur khusus dan umum. Kalau khusus untuk kepentingan sendiri, dia melayani kepentingan sendiri. Ada beberapa standar berbeda karena tidak melayani umum. Begitu melayani umum, harus berubah menjadi wajah satu infrastruktur sifatnya bisa diakses oleh publik. Belum tentu perusahaan mau karena mungkin akan mengganggu operasional dia. Karena dia sendiri punya kapasitas terbatas.
Kita memberikan izin terminal khusus, bandara khusus, dan kereta khusus. Kita melihat ke depannya seperti apa. Misalnya, kita memberikan izin kereta khusus di Kalimantan. Awalnya untuk batu bara ternyata pada satu titik batu baranya sudah turun. Sehingga trek ini bisa dioptimalkan untuk kepentingan publik.
Tidak bisa, sifatnya itu berbeda. Kita juga harus negosiasi dengan mereka. Kalau infrastruktur sifatnya khusus dan berubah untuk umum, harus ikut tender. Tender akan memberikan satu mekanisme harga paling menguntungkan buat masyarakat.
Bandara itu fasilitas mahal untuk membangun, mengeoperasikan, dan memelihara. Tanpa ada potensi besar untuk angkutan udara dari daerah itu maka akan menjadi beban.
Misalnya, bandara sudah dikembangkan dengan sangat bagus tetapi tidak ada maskapai masuk karena mereka tidak punya penumpang sesuai. Ada mekanisme pasar akan menentukan keberlangsungan bandara itu.
Kita punya tatanannya: mana hub, mana sub, mana bisa keluar negeri, mana tidak bisa. Tidak semua bisa buka bandara, apalagi dilihat dari aturan internasional tata ruang udara.
Jakarta harus mulai berpikir multibandara, tidak bisa hanya dilayani Soekarno Hatta. Ada Halim tapi terbatas. Dibuat satu bandara akan mengurangi lalu-lintas tidak semua ke barat. Bayangin orang di Bekasi mau ke Surabaya masuk kota dulu. Ini tidak praktis. Karawang akan dikembangkan untuk bandara dan pusat industri terbesar Jababeka, Cikarang.
Kertajati (Majalengka) untuk mengatasi stagnasi di Husein Sastranegara. Bandara di Bandung tidak bisa dikembangkan karena ada tiga pengguna: penerbangan sipil, TNI Angkatan Udara, dan PT Dirgantara Indonesia. Letaknya juga di tengah kota. Tidak ada lagi lahan mengembangkan sehingga kita kembangkan di mana? Pilihannya Kertajati, bisa diakses dari Cirebon dan Tasikmalaya.
Biasanya kalau kita terangkan berapa dananya, tidak semata-mata buka terus maskapai datang. Kita punya 233 bandara dikelola PT Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II, hanya 26 (yang ramai).
Ada yang disebut operasional bandara militer sipil. Ini umum kita lakukan. Tapi pengembangan baru lebih maju. Misalnya, Halim pindah ke Soekarno-Hatta dan Polonia ke Kuala Namu. Kulon Progo akan dikembangkan, Adi Sucipto kembali untuk fungsi militer. Itu menurut saya akan dengan sendirinya.
Saya kira akan butuh waktu karena membangun bandara itu tidak murah. Kedua, membutuhkan akses cukup baik dan skala tertentu orang bepergian itu memebnarkan untuk membangun bandara baru. Itu kelayakan namanya, termasuk finansial.
Masalahnya adalah pengembangan sarana, prasarana, dan sistem. Yang kita lakukan adalah di pelabuhan-pelabuhan utama kita akan melakukan sinkronisasi sistem. Sehingga kalau ada kapal berlayar dari Belawan, dia akan langsung diketahui jenis muatannya, berapa lama, berapa truk dibutuhkan untuk mengangkut.
Sistem ini sedang kami benahi. Akhir tahun ini, sistem itu sudah terbentuk untuk empat pelabuhan utama, yakni Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar. Empat ini 70 persen dari angkutan domestik Indonesia.
Kita harapkan seiring pembenahan pelabuhan dikelola Pelindo ini, mereka akan mengembangkan dari sisi infrastruktur dan kru moderen. Kalau ini sudah terjadi, tahun depan wajahnya lain.
sumber

Walau pemerintah mengalokasinkan Rp 400 triliun, konektivitas antar pulau amat jauh dari harapan. Tahun ini kira-kira ada 12 bandara baru akan kita resmikan untuk beroerasi di bagian timur Indonesia. Tahun depan beberapa bandara akan berubah wajahnya, ujar Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono.
Berikut penuturan Bambang kepada Alwan Ridha Ramdani, Islahuddin, dan juru foto Muhammad Luthfi Rahman dari merdeka.com saat ditemui dua pekan lalu di ruang kerjanya, Jakarta.
Konektivitas perhubungan kita masih lemah, apa alasannya?
Bangun infrastruktur itu butuh waktu, tidak bisa setahunan. Biasanya untuk bangun infrastruktur besar, seperti bandara dan pelabuhan, butuh dua 2-3 tiga tahun untuk menyelesaikan. Tahun ini akan ada beberapa pembangunan selesai dan insya Allah bisa dimanfaatkan.
Kalau di bidang bandar udara, tahun ini Kuala Namu beroperasi, terminal Ngurah Rai beroperasi, di luar bandara-bandara yang ada. Pangkal Pinang, Riau, dan Surabaya kita kembangkan. Di luar itu, kita bangun bandara-bandara kecil untuk konektivitas dan aksestabilitas bagian timur Indonesia.
Contohnya di Tual, Saumlaki. Tahun ini kira-kira ada 12 bandara baru akan kita resmikan untuk beroerasi di bagian timur Indonesia. Tahun depan beberapa bandara akan berubah wajahnya.
Pelabuhan lebih banyak lagi, sekitar 91 pelabuhan. Sebagian besar di Timur. Kereta juga demikian. Ada beberapa, terutama jalur ganda di pantai utara Jawa, akan kita selesaikan tahun ini. Kemudian kereta Kuala Namu akan kita operasikan seiring dengan Bandara Kuala Namu. Tahun depan akan kita opererasikan kereta bandara ke Soekarno Hatta dari Manggarai. Ini kita harapkan bisa membuat satu perubahan besar.
Apakah tidak bisa optimalisasi pelabuhan dengan perusahaan pertambangan?
Kalau undang undang ada yang mengatur infrastruktur khusus dan umum. Kalau khusus untuk kepentingan sendiri, dia melayani kepentingan sendiri. Ada beberapa standar berbeda karena tidak melayani umum. Begitu melayani umum, harus berubah menjadi wajah satu infrastruktur sifatnya bisa diakses oleh publik. Belum tentu perusahaan mau karena mungkin akan mengganggu operasional dia. Karena dia sendiri punya kapasitas terbatas.
Kita memberikan izin terminal khusus, bandara khusus, dan kereta khusus. Kita melihat ke depannya seperti apa. Misalnya, kita memberikan izin kereta khusus di Kalimantan. Awalnya untuk batu bara ternyata pada satu titik batu baranya sudah turun. Sehingga trek ini bisa dioptimalkan untuk kepentingan publik.
Tidak bisa penggunaan berbarengan?
Tidak bisa, sifatnya itu berbeda. Kita juga harus negosiasi dengan mereka. Kalau infrastruktur sifatnya khusus dan berubah untuk umum, harus ikut tender. Tender akan memberikan satu mekanisme harga paling menguntungkan buat masyarakat.
Hampir semua pemda ngotot bangun bandara, apakah memang perlu?
Bandara itu fasilitas mahal untuk membangun, mengeoperasikan, dan memelihara. Tanpa ada potensi besar untuk angkutan udara dari daerah itu maka akan menjadi beban.
Misalnya, bandara sudah dikembangkan dengan sangat bagus tetapi tidak ada maskapai masuk karena mereka tidak punya penumpang sesuai. Ada mekanisme pasar akan menentukan keberlangsungan bandara itu.
Kita punya tatanannya: mana hub, mana sub, mana bisa keluar negeri, mana tidak bisa. Tidak semua bisa buka bandara, apalagi dilihat dari aturan internasional tata ruang udara.
Bagaimana dengan Jakarta dan Jawa Barat?
Jakarta harus mulai berpikir multibandara, tidak bisa hanya dilayani Soekarno Hatta. Ada Halim tapi terbatas. Dibuat satu bandara akan mengurangi lalu-lintas tidak semua ke barat. Bayangin orang di Bekasi mau ke Surabaya masuk kota dulu. Ini tidak praktis. Karawang akan dikembangkan untuk bandara dan pusat industri terbesar Jababeka, Cikarang.
Kertajati (Majalengka) untuk mengatasi stagnasi di Husein Sastranegara. Bandara di Bandung tidak bisa dikembangkan karena ada tiga pengguna: penerbangan sipil, TNI Angkatan Udara, dan PT Dirgantara Indonesia. Letaknya juga di tengah kota. Tidak ada lagi lahan mengembangkan sehingga kita kembangkan di mana? Pilihannya Kertajati, bisa diakses dari Cirebon dan Tasikmalaya.
Apakah syaratnya tetap tinggi?
Biasanya kalau kita terangkan berapa dananya, tidak semata-mata buka terus maskapai datang. Kita punya 233 bandara dikelola PT Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II, hanya 26 (yang ramai).
Bagaimana dengan bandara di fasilitas militer?
Ada yang disebut operasional bandara militer sipil. Ini umum kita lakukan. Tapi pengembangan baru lebih maju. Misalnya, Halim pindah ke Soekarno-Hatta dan Polonia ke Kuala Namu. Kulon Progo akan dikembangkan, Adi Sucipto kembali untuk fungsi militer. Itu menurut saya akan dengan sendirinya.
Kapan itu rampung?
Saya kira akan butuh waktu karena membangun bandara itu tidak murah. Kedua, membutuhkan akses cukup baik dan skala tertentu orang bepergian itu memebnarkan untuk membangun bandara baru. Itu kelayakan namanya, termasuk finansial.
Bagaimana nilai perbaikan layanan kereta dan angkutan laut?
Masalahnya adalah pengembangan sarana, prasarana, dan sistem. Yang kita lakukan adalah di pelabuhan-pelabuhan utama kita akan melakukan sinkronisasi sistem. Sehingga kalau ada kapal berlayar dari Belawan, dia akan langsung diketahui jenis muatannya, berapa lama, berapa truk dibutuhkan untuk mengangkut.
Sistem ini sedang kami benahi. Akhir tahun ini, sistem itu sudah terbentuk untuk empat pelabuhan utama, yakni Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar. Empat ini 70 persen dari angkutan domestik Indonesia.
Kita harapkan seiring pembenahan pelabuhan dikelola Pelindo ini, mereka akan mengembangkan dari sisi infrastruktur dan kru moderen. Kalau ini sudah terjadi, tahun depan wajahnya lain.
sumber
0
2.7K
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan