Tapi esensi dari Hari Anak Nasional bukan “membuat anak”nya, akan tetapi bagaimana menjadikan anak-anak lebih berkualitas. Kualitas dalam hal pola berpikir, kesehatan, intelektualitas, pendidikan, rasa aman, dan berbagai hal lain yang mendukung tumbuh kembang anak. Dengan adanya Hari Anak ini, diharapkan kerjasama seluruh anggota masyarakat dalam pemenuhan perlindungan dan pemenuhan hak anak Indonesia. Perlindungan ini mencakup perlindungan terhadap perilaku diskriminasi, kekerasan, pelecehan, dan pendidikan yang belum waktunya.

Punya 2 adik, cowok-cewek, tapi lebih sayang dan memanjakan adik cewek karena kamu sendiri cewek atau sebaliknya. Ini diskriminasi kan? Ayah lebih sayang sama anak cowoknya, sedangkan Ibu sama anak ceweknya. Mungkin terlihat seperti pembagian tugas kasih sayang, tapi apakah kasih sayang itu tergantung dari genre? Ini diskriminasi. Sikap ogah2an ngajar dari guru yang mata pelajarannya nyante dan pressure yg tinggi dari mata pelajaran yang nggak nyante bisa menuntun anak melakukan diskriminasi. Anggap aja mapel nyante itu kayak bahasa Indonesia, seni, ataupun olahraga. Dan mapel yang nggak nyante kayak IPA, math, ataupun IPS (ini dalam konteks anak SD). Anak akan cenderung lebih mementingkan mapel yang nggak nyante dan meremehkan mapel yang nyante. Ya ini karena pola pengajaran yang diberikan oleh guru. Akibatnya, potensi anak di luar hal-hal yang penting itu unreachable. Potensi musik, menulis, menggambar, menyanyi, dance. Akhirnya, saat proses pencarian jati diri, mereka bingung karena ini uda tertumpuk dengan hal-hal yang mereka pentingin dari perilaku diskriminasi mereka.

Move on point 2: “kekerasan anak” ini terbagi menjadi 4; pengabaian, kekerasan fisik, pelecehan emosional, dan pelecehan seksual.

Ini ada indikasi kekerasan dalam keluarga. Kenapa?

1. Anak diabaikan keberadaannya saat ortu sedang berbicara. Biasanya hal ini terjadi di mobil.
   
2. Komunikasi yang tidak baik dari mama ke anak yang akhirnya menimbulkan wrong guidance.
   
3. Jika anak melakukan comparison between her mom and another moms, dapat dikatakan dia membutuhkan kasih sayang lebih.
   

Itu adalah pengandaian sikap “pengabaian” yang terlihat dari titik terkecil dalam keluarga. Bagaimana dengan kekerasan fisik? Sering liat ini?

Jika sering, berarti banyak kekerasan terhadap anak di sekitarmu. Dengan banyaknya hal ini, akan jadi kewajaran dan akhirnya dianggap biasa jika terjadi. Ini hal kecil, tapi ini adalah kekerasan fisik. Bukan sakit yang ditakutkan, bukan pula traumatis. Namun ada partikel kecil yang lebih mendasar. Anak akan meniru, dan menjadikan hukuman sebagai akibat dari kesalahan. Jika teman-temannya salah, dia akan melakukan hal yang sama. Dia meniru! Hal ini juga akan menimbulkan perasaan takut salah, padahal anak dalam perkembangannya butuh untuk melakukan kesalahan. Nah, jika dia salah gimana dong? Ya ditutup-tutupi pake bohong, enggak cerita, cuek ke ortu, tidak bersikap terbuka. Mereka belajar jelek bisa dari hal-hal yang kayak gini loo.....

Apa sih panggilan akrab kalian waktu kecil? “Nduk” “sayang” “Nang” atau “Gembrot” “Gembil” “Keceng”? Jika yang pertama, selamat karena itu adalah sewajarnya ortu memanggil anaknya. Panggilan Nduk, Nang adalah panggilan santun dalam bahasa jawa. Jika yang kedua, maka terindikasi adanya pelecehan emosional. Gimana perasaan kalian pertama kali saat dipanggil fisikly? Sakit pasti, walau perasaan tersebut disembunyikan. Mungkin pake julukan itu biar lebih akrabin diri, tapi tetep aja sakit kan awal dipanggil? Sayangnya ini uda jadi lumrah dan biasa. Tapi efeknya gede guys kalo hal ini diteruskan hingga ke masa pencarian jati diri. Dia akan mengisolasi diri dari lingkup pertemenan, tidak pede dengan name calling yang sudah diberi, diplonco, dan tidak bisa beradaptasi. Gede kan?

Part ke-4 adalah pelecehan seksual. Btw, kayaknya hal ini marak, sering dan banyak diberitakan ya? Ini serius loh. Tau berita ini? Gue dapet dari @kaskusdan jangan liat tittlenya deh langsung ke isinya aja. Inti beritanya pelecehan seksual dari 218 anak di jkt. Banyak kan? Ini “cuma” di Jakarta, belum Bali, Jatim, Maluku, Kalimantan. Gimana nasibnya? Yang pasti tiap tahun kasusnya bukannya makin dikit malah tambah parah. Parah kan? Faktor yang “biasa” diucapin kalo ada pelecehan seksual gini sih, “kurangnya kasih sayang orangtua” “broken home” “kurang modal agama” dan sederet alasan-alasan lain. Itu bener, tapi gue lebih melihat ke akar dari semuanya. Ada beberapa faktor yang mungkin kalian pada ngira, tapi nggak nangkep esensinya. Faktor abainya masyarakat terhadap potensi pelecehan seksual dan permisifitas.

Itu adalah beberapa contoh godaan, dan pasti masih tipe godaan lain. Kalo besuk lewat daerah situ, jangan sendirian! Itu bagian dari potensi pelecehan seksual. Bisa dibilang godaan itu adalah pelecehan. Mungkin kalian ngerasa itu berlebihan, tapi....potensi bisa menjadi aksi. Tindakan preventif dari kita yang mengurangi adanya potensi pelecehan. Dalam konteks ini bawa temen saat ngelewatin jalan itu. Kalo itu jalan deket rumah, udah lama kita lewatin, dan lo kenal sama beberapa orang di daerah situ, gakpapa. Lo aman! Bukannya gue nethink sama gerombolan cowok, tapi cowok yang baik tidak akan menggoda cewe. Dia akan take action dengan gentle untuk deketin cewek tersebut.
Contoh lain:

Guys, plis jangan lakuin hal bodoh ini. Kalo buat 1-2-3 kali nggak masalah, tapi jangan keterusan dan keseringan. Ini potensi pelecehan! Nggak mikir itu bokap kandung kek, tapi hal inipun juga nggak sopan kalo dilakukan. Untuk anak SD ke bawah mungkin masih bisa dimaklumin, seterusnya? No! Karena umur SMP bagi cewek, itu udah pubertas. Tau diri kan apa aja yang udah berubah di badan. Bokap tau perubahannya tapi enggak dengan proses guys! Yang dia tau, lo anaknya dan mau segede apapun lo kalo buat anak cewek biasanya bokap masih menganggap lo anak kecil. Kalo tiba-tiba lo metentengin badan buka-bukaan depan dia, takutnya dia kalap, lupa diri, trus pelecehan seksual. Siapa yang salah? Lo juga salah! Bokap itu sosok yang seharusnya kita jaga sopan santun, dan itu adl salah satu tindakan menjaga sopan santun.

Permisif adalah sifat terbuka atau menganggap hal “biasa” dari hal-hal yang sebelumnya dianggap tabu. Bandingin liat titanic saat kecil sama sekarang saat uda remaja gini? Beda kan. Itu salah satu contoh permisif karena adanya proses pendewasaan. Sayangnya, banyak anak hal yang sekarang jadi “biasa” yang uda dialamin sama anak kecil. Anak SD bawa iphone, balita mainan ipad, anak SD pulang sekolah nonton sinetron, anak kecil lagunya cinta-cintaan. Jaman kita? Masih ada gobak sodor, bisa main bekel, panjat pohon, masak-masakan, ada keluarga cemara, amigos, trio kwek-kwek. Mungkin sekarang memang bukan masanya anak kecil banyak mendapatkan game, tayangan, ataupun perhatian. Tapi, apakah kita akan menjadikannya hal tabu jika seorang anak kecil bersikap dan bertingkah laku demikian?

Dari faktor-faktor yang terjadi, menimbulkan aksi, akhirnya ke dampak kan? Dampak dari pelecehan seksual yang gue dapet dari siniitu ada 3, yaitu:

1. Depresi.
   
2. Gangguan makan yang akhirnya menyebabkan bulimia, anoreksia.
   
3. Diabetes tipe 2.
   

Terlepas dari dampak yang ada di atas, pasti banyak sekali dampak yang mungkin bisa terjadi. Traumatis, kriminalitas, tidak berkembangnya pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunnya prestasi, tidak harmonisnya keluarga, ketertutupan si anak terhadap keluarga dan berbagai macam dampak lain. Wajarlah jika banyak dampak ini akan terjadi, dan ini tidak menyangkut hanya dalam bidang pelecehan seksual saja. Tapi juga menyangkut segala hal yang ada di atas, yaitu kekerasan, pengabaian, diskriminasi, pelecehan emosional, name calling.



Daaaaan ini ada beberapa komentar dr agan-agan ganteng yg uda tersesat di thread ane gara2 kemakan judul