- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Menikmati puasa 19 jam saat musim panas di Belanda


TS
LadiessMan217
Menikmati puasa 19 jam saat musim panas di Belanda

Berpuasa di negeri orang tentu saja harus pandai-pandai beradaptasi. Tak hanya godaan dari lingkungan yang sebagian besar tidak berpuasa, tapi juga lamanya waktu puasa. Saat musim panas, waktu berpuasa pun semakin panjang, hingga 19 jam!
Seperti yang dirasakan Dahlia (26), mahasiswa asal Indonesia yang sejak tahun 2010 tinggal di Belanda. Pertama kali menginjakkan kaki untuk melanjutkan studinya di Leiden University untuk mengambil gelar master, dia harus merasakan puasa pertamanya pada akhir bulan Agustus.
"Saat itu masih musim panas. Kaget juga, saat di Jakarta puasa cuma 12-13 jam langsung puasa sampai 14 jam," ujarnya dalam perbincangan dengan merdeka.com, Jumat (19/7).
Di Leiden, Dahlia mengaku, bisa cepat beradaptasi saat bulan puasa karena banyak banyak mahasiswa Indonesia yang kuliah di sana juga berpuasa. "Saya sharing rumah dengan dua mahasiswa Indonesia yang juga berpuasa. Jadi, biasanya kami sahur bersama-sama. Kadang-kadang, kami tidak tidur setelah berbuka puasa (sekitar jam 10 malam) dan tetap terjaga sampai selesai sahur. Waktu menunggu sahur pun digunakan untuk mengerjakan tugas," tuturnya.
Soal makanan sahur, Dahlia mengaku dengan lauk ala kadarnya. "Paling sering mi instan atau masakan sisa berbuka. Sebenarnya ada restoran Turki dan Maroko yang buka di waktu sahur, tapi lokasinya lumayan jauh dan harus bersepeda," ujarnya.
Sejak pertama kali menjalani puasa di Belanda, Dahlia selalu berpatokan waktu dengan melihat jadwal puasa dan salat di situs [url=http://www.islamicfinder.org.]www.islamicfinder.org.[/url] "Sebenernya bingung juga sih imsaknya jam berapa. Orang-orang pada sahur jam 3 ya saya ikut-ikut saja," tukasnya.
Soal puasa di musim panas, Dahlia mengatakan, cobaanya sangat berat. Puasa musim panas berarti harus kuat tahan puasa dari jam 3 pagi sampai kira-kira jam 10 malam (19 jam).
"Berpuasa pada musim panas di Belanda cukup berat karena panjangnya masa puasa 19 jam kurang lebih. Pas kuliah, saya satu-satunya yang berpuasa di kelas saya. Jadi kalau pergantian kuliah dan teman-teman pada ngopi, saya cuma bisa bertawakal, tapi mereka menghargai orang yang berpuasa kok," kenang Dahlia.
Godaan lainnya adalah sepulang kuliah, musim panas di Belanda tidak selamanya cerah dengan matahari bersinar terang. Kebanyakan justru hujan dan berangin. "Nah, sekalinya cuaca cerah, seperti dua minggu belakangan ini (rata-rata 24-26 derajat Celcius, dan ini udah panas banget. Mataharinya beda, lebih menyengat), orang-orang Belanda langsung menyerbu kafe-kafe dan duduk di teras kafe untuk makan es krim atau minum jus buah."
"Tentu saja, kalau cuaca lagi bagus kayak gitu saya ingin juga bersosialisasi. Waktu kuliah, kadang-kadang saya suka ikut dan ngobrol ngangguk-ngangguk aja demi nyimpen energi, hehehhe," kata Dahlia.
"Kalo sudah sampai rumah, biasanya saya tepar. Tidur sebentar terus bangun buat nyiapin berbuka. Kalo soal takjil, jangan berharap banyak. Di Belanda enggak bisa seenaknya ngabuburit sambil milih takjil. Siapa juga yang jual kolak atau sop buah di pinggir jalan di Belanda. Saya dan teman-teman serumah biasanya patungan buat masak berbuka. Soal takjil tergantung mood dan waktu. Kalo ada waktu, ya bikin es buah dari buah-buahan kaleng yang emang gampang banget didapat di sini. Paling standar makan leci, nanas ama persik kalengan. Tapi karena di Belanda ada banyak toko Turki/Maroko, jadi gampang juga buat ngedapetin buah kurma, zaitun, atau kismis."
Di Belanda, ujar Dahlia, banyak tinggal pendatang muslim asal Turki dan Maroko. Tapi mereka hanya bergaul sesama saja. Begitu juga komunitas muslim Indonesia, ya bergaul sesamanya aja. Di masjid Turki atau Maroko misalnya, imamnya bicara bahasa Belanda, Turki atau Maroko. Sedangkan mahasiswa Indonesia kebanyakan tidak berbahasa Belanda, apalagi bahasa Turki atau Maroko.
Satu hal yang paling dirindukan Dahlia saat berpuasa di negara orang adalah, suara azan menjelang berbuka puasa. "Kalo di Indonesia, ada satu penanda pasti waktu berbuka. Nah kalau di Belanda, ya pelototin jam deh. Kalau menitnya udah cocok, serbu makanan."
Selain itu, bagi para mahasiswa di Belanda, momen yang paling dinantikan di bulan Ramadan adalah buka puasa bersama Persatuan Pelajar Indonesia (PPI). Panitia sudah menyediakan makanan pokok berbuka yang menunya sangat Indonesia sekali. Para mahasiswa tinggal bawa buah-buahan, kue-kue karya sendiri, dan makanan kecil lainnya.
"Acara PPI enggak cuma buat mahasiswa doang. Banyak juga orang Indonesia yang tinggal atau kerja di Belanda yang ikut hadir. Nah, mereka-mereka inilah yang biasanya jago masak karena sudah ditempa menjadi jiwa perantau. Saya sendiri, setelah tiga tahun tinggal di Belanda, jadi makin bisa masak. Menurut saya sih, tinggal jauh dari Tanah Air, mau nggak mau, harus bisa masak," kata Dahlia.
Satu lagi, selesai Ramadan selalu ada acara yang dinanti-nantikan para perantau muslim di Belanda: Halal bihalal di Wisma Duta Wassenaar. Ini adalah open house yang diselenggarakan oleh KBRI Den Haag. "Makan-makan gratis buat orang Indonesia. Makanannya kayak lebaran di Indonesia: Ketupat, opor, rendang, sambel goreng ati, dan sayur lodeh. Lekker!" ujar Dahlia yang kini tinggal di Kota Rotterdam.
http://www.merdeka.com/peristiwa/men...i-belanda.html
0
2.3K
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan