Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

last.jiwaAvatar border
TS
last.jiwa
Terkapitalisasinya Sistem Beasiswa Kita
iseng-iseng nulis gan emoticon-Malu

Apakah Sistem Beasiswa Kita Telah Terkapitalisasi?

Sebagaimana yang kita tahu bahwa dewasa ini telah banyak pihak, swasta maupun pemerintah yang menawarkan beasiswa dan atau bantuan hidup kepada siswa dan mahasiswa yang mengalami kekurangan finansial dalam operasional pendidikannya. Hal ini tentunya disambut positif oleh berbagai pihak yang berkepentingan, karena ini akan meningkatkan kesempatan belajar bagi mereka yang tentunya di masa depan akan memperbaiki taraf hidup dan kualitas mereka baik secara langsung ataupun secara tidak langsung.

Tetapi coba kita perhatikan dan telaah dalam sistem beasiswa ini: ada sesuatu yang "janggal" namun dianggap lazim oleh beberapa kalangan. Apakah itu? Hal yang penulis anggap “janggal” adalah sang penerima beasiswa haruslah dari kalangan yang tidak mampu secara finansial dan berprestasi di bidang akademis atau non akademis, serta orang yang mampu secara finansial tetapi berprestasi di bidang akademis ataupun non akademis. Lazimkah ketentuan yang diterapkan oleh sang donatur ini?
Sekilas memang terlihat bahwa begitulah seharusnya sistem tersebut. Wajar jika sang pemberi mengharapkan orang yang terbaik sebagai penerima beasiswa yang diberikannya, juga hal ini dianggap oleh kalangan umum sebagai pelecut motivasi mereka untuk mendapatkan maupun mempertahankan beasiswa mereka, baca: umumnya sang penerima harus mendapatkan besaran nilai tertentu sebagai jaminan mereka akan belajar dan dapat mempertanggungjawabkan beasiswa mereka.

Akan tetapi, tidakkah kita menyadari bahwa ini adalah salah satu produk kapitalis? Iya, KAPITALIS. Penulis beranggapan bahwasanya dengan diberlakukannya sistem ini hanya akan memintarkan orang yang telah pintar. Melebihkan orang yang telah lebih tak jauh dari kapitalisme. Mengapa demikian? Karena dalam proses seleksi penerimaan mahasiswa, sang calon umumnya harus memiliki nilai yang bagus dan telah lulus berkas yang telah disyaratkan, tes akademis, ataupun wawancara. Berarti, pada intinya sang calon penerima beasiswa pada dasarnya haruslah orang yang pintar secara akademis ataupun non akademis.

Lazimkah hal ini? Sekali lagi, kalangan umum menilai bahwa hal ini adalah wajar dan lazim. Tetapi penulis beropini bahwa melebihkan orang yang telah lebih tentunya tak jauh dari kapitalisme. Bagaimana tidak, perkara yang penulis soroti adalah sang penerima haruslah pintar terlebih dahulu untuk mendapatkan beasiswa. Terpikirkah oleh kita dengan siswa ataupun mahasiswa yang tidak mampu dan tidak pintar? Apakah mereka tidak berhak untuk mendapatkan pendidikan? Tentu saja hal ini patut untuk kita renungi bersama.

Mereka yang tidak mampu dan tidak pintar akan selamanya terjebak dalam kebodohan dikarenakan mereka tidak mendapatkan kesempatan belajar. Mereka yang tidak mampu dan tidak pintar tentunya akan kesusahan mencari donatur untuk membiayai pendidikan mereka. Orang yang tidak mampu tentunya akan cenderung mengalami kesulitan untuk membeli buku dan fasilitas belajar lainnya dan yang terpenting adalah mereka kekurangan waktu untuk belajar karena mereka harus bekerja setelah pulang sekolah atau kuliah demi mencukupi kebutuhan mereka.

Jika kita bertanya kepada mereka yang tidak mampu dan tidak pintar apakah mereka mempunyai semangat belajar penulis yakin di dalam hati mereka sangatlah ingin untuk mendapatkan kemudahan dalam proses belajar mengajar. Apakah ini tujuan pendidikan kita? Pendidikan di mana hanya melebihkan orang yang telah lebih atau memintarkan orang yang telah pintar? Tentu saja tidak!

“Pendidikan bukanlah hanya milik orang kaya", begitu kata orang-orang dewasa ini. Orang-orang yang pintar namun mengalami masalah dalam hal finansialnya. Bagaimana kalau kita ubah pemikiran tersebut menjadi seperti ini: "Pendidikan itu bukan hanya milik orang kaya dan pintar tetapi juga milik mereka yang memang kekurangan, baik harta ataupun intelektual", karena itulah sejatinya hakikat pendidikan kita ini.

Memang tidaklah aneh jikalau di era sekarang banyak pihak yang menawarkan beasiswa dan bantuan kepada orang pintar dan tidak mampu serta iming-iming ataupun bantuan untuk bekerja nantinya setelah mereka lulus. Tetapi, ingatlah lagi bahwa ini adalah sektor pendidikan. Pendidikan yang merupakan salah satu tujuan negara kita, baca:termaktub pada pembukaan UUD 1945.

Jangan sampai sistem pemberian beasiswa dan bantuan ini pun pada akhirnya terkapitalisasi dengan sendirinya oleh dimensi waktu! Ya, memang pada akhirnya kita hanya bisa berharap sistem kapitalisasi ini segera diubah dan kembali kepada hakikat pendidikan demi mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara.

walaupun tulisan ane tidak berpengaruh banyak, tetapi setidaknya sebagai orang yang belajar ane udah berusaha untuk mengkritisinya, karena agan-agan pun tahu suara kita ga akan didengar kalo kita bukan orang terkenal ataupun berpengaruh..

mohon komengnya ya gan.. emoticon-Malu









0
798
5
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan