- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Inflasi tinggi, pelemahan Rupiah masih akan terjadi


TS
LadiessMan217
Inflasi tinggi, pelemahan Rupiah masih akan terjadi
Quote:

Nilai tukar domestik tampaknya belum mampu kembali menguat. Meski telah beberapa kali mengalami penguatan, namun tetap saja pergerakan rupiah mengalami tren pelemahan.
Chief Analyst Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong memperkirakan tekanan terhadap rupiah disebabkan faktor menguatnya USD dan mempengaruhi hampir semua mata uang di dunia.
Di sisi lain, faktor keluarnya dana asing (hot money) dari pasar modal terutama pada emerging market termasuk Indonesia disebabkan kekhawatiran investor akan kebijakan The Fed juga menyebabkan pelemahan rupiah.
"Padahal, faktor internal justru menjadi pemicu besar terhadap pelemahan rupiah," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, kemarin (4/6).
Seperti pada sekitar awal Februari lalu misalnya. Pasangan USD/IDR di pasar spot naik 0,15 persen di 9.685. Berdasar kurs tengah Bank Indonesia (BI), USD/IDR juga menguat 0,11 persen ke 9.681. Pelemahan terus berlanjut hingga jelang akhir Maret yang mana saat itu pasangan USD/IDR menguat 0,73 persen menjadi 9.777 dibanding pekan sebelumnya.
Pada awal Juni, saat itu, Rupiah di pasar spot sempat mencatatkan pelemahan hingga di bawah Rp 10.000. Data Bloomberg pada penutupan Senin (10/6), di pasar spot, transaksi rupiah berakhir di level Rp 10.087 per USD.
Pada hari yang sama, pelemahan rupiah mencapai Rp 10.174 per USD. Ini merupakan pelemahan terbesar yang terjadi pada rupiah sejak 8 September 2009 lalu. Pada waktu itu, rupiah juga sempat ditutup pada level Rp 10.000.
Salah satu yang menyebabkan rupiah melemah terletak pada melemahnya komoditas. Banyaknya suplai barang menyebabkan turunnya harga barang tersebut. Sementara jika mengacu pada salah satu teori ekonomi moneter, inflasi itu sangat dipengaruhi oleh banyaknya JUB di masyarakat.
Pelemahan rupiah ini juga membuat tekanan inflasi terus meninggi sejak Februari yang sudah berada di atas level 5 persen. Sementara rilis data inflasi terakhir dari BI untuk Juni adalah 5,9 persen. Ini adalah level inflasi tertinggi sejak Mei 2011.
Pemerintah juga baru saja mengetuk palu kenaikan harga BBM yang juga menjadi pemicu inflasi. Potensi kenaikan inflasi kian besar mengingat sebentar lagi memasuki bulan Ramadan. Seperti biasa, pada bulan itu selalu terjadi inflasi karena meningkatnya daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli ini otomatis diiringi oleh kenaikan JUB di masyarakat.
Dengan demikian, bisa dikatakan dua faktor tersebut bisa mewajarkan jika inflasi nantinya bisa mencapai level 6 persen sehingga akan menyebabkan Rupiah semakin tertekan.
Lukman menilai, kebijakan BI untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen itu hanya untuk menahan pelemahan rupiah dan inflasi untuk sementara waktu. "Kebijakan itu memang bisa menjaga Rupiah berada di level psikologis 10.000, tapi tidak untuk jangka panjang," jelas dia.
Untuk mengatasinya, hal yang paling logis untuk menahan laju pelemahan rupiah adalah dengan intervensi dari BI. Namun, di sisi lain intervensi BI juga mempertaruhkan cadangan devisa negara.
Di sisi lain, cadangan devisa Indonesia sendiri terus menurun setelah sempat mencapai level tertinggi pada September 2011. "Hal yang sama juga terjadi pada neraca perdagangan yang justru lebih sering defisit daripada surplus sejak 2012," ungkapnya.
Ini artinya, tanpa adanya perubahan pada fundamental ekonomi, intervensi hanya akan terus menggerus cadangan devisa. "Tanpa adanya perubahan tersebut, bahaya, rupiah bisa tembus level 10.000," tutup dia.
sumbermerdeka
0
1.5K
Kutip
10
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan