- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
UNFPA: Perdagangan Manusia di Indonesia Masuk Peringkat 2 Dunia


TS
way4x
UNFPA: Perdagangan Manusia di Indonesia Masuk Peringkat 2 Dunia
Indramayu, Wartakotalive.com
Dana Kependudukan PBB (UNFPA) untuk Indonesia melalui UNFPA Representative, Jose Ferraris mengingatkan kembali, Indonesia menempati peringkat ke-2 sebagai negara yang paling banyak terjadi perdagangan manusia.
Menurut Laporan tahunan lembaga di bawah PBB itu Indonesia juga dicap sebagai pengirim, penampung sekaligus produsen aksi kejahatan tersebut.
"Kita perlu secara bersama-sama berupaya mencegah perdagangan manusia, menegakkan hukum bagi para pelaku dan menjamin perlindungan korban atau penyintas," kata Jose Feraris dalam sambutan tertulis pada pembukaan Workshop Jurnalistik Sensitif Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Pekan lalu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Linda Amalia Sari Agum Gumelar menyebutkan bahwa pengiriman TKI ilegal ke luar negeri berpotensi menjadi perdagangan manusia. Sekitar 70 persen korban perdagangan manusia berawal dari pengiriman TKI ilegal ke luar negeri.
Data terakhir yang ada di kementerian yang dipimpinnya menunjukkan, sebanyak 90,3 persen dari korban trafficking adalah perempuan. Dari jumlah itu, 23,6 persennya adalah anak-anak yang merupakan kelompok rentan terhadap kekerasan.
Menurut Linda, diperkirakan terdapat 6,5-9 juta TKI yang bekerja di luar negeri. Dari jumlah itu, sekitar 20 persennya menjadi korban perdagangan manusia.
Jose Feraris dalam sambutan yang dibacakan Lany Harjanti, National Program Officer Gender UNFPA di depan para jurnalis penerima beasiswa Jurnalistik Sensitif Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, itu Feraris mengingatkan peran besar media dalam ketiga upaya tersebut.
"Pemberitaan yang informatif dan tepat akan membantu penyadaran masyarakat tentang migrasi yang aman dan pemahaman akan hak asasi mereka sebagi pekerja – di mana pun mereka berada," katanya pada acara pelatihan yang ditaja Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, bekerja sama dengan UNFPA dan didanai oleh Dana PBB untuk Keamanan Manusia (UNTFHS).
Selain itu, lanjutnya, pemberitaan yang berpihak kepada korban akan mempercepat proses penegakan hukum dan perlindungan korban. "Dan ini semua perlu kerja lintas sektor," ujarnya.
Ditekankan pula, kepulangan seorang korban perdagangan manusia ke rumah bukanlah akhir perjalanan mereka. Bahkan itu baru permulaan dari sebuah perjalanan lain.
Seringkali mereka pulang dengan beban kehamilan yang tak diinginkan atau anak akibat eksploitasi seksual, trauma fisik dan mental akibat kekerasan seksual yang dialami dan bentuk lain kekerasan seksual, trauma akibat kekerasan fisik, trauma mental akibat kekerasan psikologis maupun berbagai keadaan serupa akibat perbudakan.
Mereka bahkan sering tak menyadari telah terjangkiti HIV positif atau penyakit menular seksual lain sebagai akibat eksploitasi yang dialaminya. Bagi kelompok rentan ini, pemberitaan tentang eksploitasi yang mereka alami atau dampaknya perlu dilaporkan dengan pertimbangan untuk kepentingan terbaik bagi korban, bukan malah distigma atau diskriminasi.
"Kita harus menghargai martabat korban yang dipulangkan, kita perlu berhati-hati untuk tidak melabel mereka sebagai TKI gagal," ujar Feraris.
Dia berharap para jurnalis peserta lokakarya dan media umumnya semakin dimantapkan dalam menjalani tugas jurnalistiknya terutama dalam memberitakan korban perdagangan manusia. "Penulisan berita yang baik tidak perlu mereviktimasi korban dan harus dapat memberdayakan korban," ujar Jose Feraris.
... hebatt ... euyy negara kita juga pengexport ... manusia terbesar.. 
http://wartakota.tribunnews.com/deti...ingkat-2-Dunia
Dana Kependudukan PBB (UNFPA) untuk Indonesia melalui UNFPA Representative, Jose Ferraris mengingatkan kembali, Indonesia menempati peringkat ke-2 sebagai negara yang paling banyak terjadi perdagangan manusia.
Menurut Laporan tahunan lembaga di bawah PBB itu Indonesia juga dicap sebagai pengirim, penampung sekaligus produsen aksi kejahatan tersebut.
"Kita perlu secara bersama-sama berupaya mencegah perdagangan manusia, menegakkan hukum bagi para pelaku dan menjamin perlindungan korban atau penyintas," kata Jose Feraris dalam sambutan tertulis pada pembukaan Workshop Jurnalistik Sensitif Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Pekan lalu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Linda Amalia Sari Agum Gumelar menyebutkan bahwa pengiriman TKI ilegal ke luar negeri berpotensi menjadi perdagangan manusia. Sekitar 70 persen korban perdagangan manusia berawal dari pengiriman TKI ilegal ke luar negeri.
Data terakhir yang ada di kementerian yang dipimpinnya menunjukkan, sebanyak 90,3 persen dari korban trafficking adalah perempuan. Dari jumlah itu, 23,6 persennya adalah anak-anak yang merupakan kelompok rentan terhadap kekerasan.
Menurut Linda, diperkirakan terdapat 6,5-9 juta TKI yang bekerja di luar negeri. Dari jumlah itu, sekitar 20 persennya menjadi korban perdagangan manusia.
Jose Feraris dalam sambutan yang dibacakan Lany Harjanti, National Program Officer Gender UNFPA di depan para jurnalis penerima beasiswa Jurnalistik Sensitif Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, itu Feraris mengingatkan peran besar media dalam ketiga upaya tersebut.
"Pemberitaan yang informatif dan tepat akan membantu penyadaran masyarakat tentang migrasi yang aman dan pemahaman akan hak asasi mereka sebagi pekerja – di mana pun mereka berada," katanya pada acara pelatihan yang ditaja Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, bekerja sama dengan UNFPA dan didanai oleh Dana PBB untuk Keamanan Manusia (UNTFHS).
Selain itu, lanjutnya, pemberitaan yang berpihak kepada korban akan mempercepat proses penegakan hukum dan perlindungan korban. "Dan ini semua perlu kerja lintas sektor," ujarnya.
Ditekankan pula, kepulangan seorang korban perdagangan manusia ke rumah bukanlah akhir perjalanan mereka. Bahkan itu baru permulaan dari sebuah perjalanan lain.
Seringkali mereka pulang dengan beban kehamilan yang tak diinginkan atau anak akibat eksploitasi seksual, trauma fisik dan mental akibat kekerasan seksual yang dialami dan bentuk lain kekerasan seksual, trauma akibat kekerasan fisik, trauma mental akibat kekerasan psikologis maupun berbagai keadaan serupa akibat perbudakan.
Mereka bahkan sering tak menyadari telah terjangkiti HIV positif atau penyakit menular seksual lain sebagai akibat eksploitasi yang dialaminya. Bagi kelompok rentan ini, pemberitaan tentang eksploitasi yang mereka alami atau dampaknya perlu dilaporkan dengan pertimbangan untuk kepentingan terbaik bagi korban, bukan malah distigma atau diskriminasi.
"Kita harus menghargai martabat korban yang dipulangkan, kita perlu berhati-hati untuk tidak melabel mereka sebagai TKI gagal," ujar Feraris.
Dia berharap para jurnalis peserta lokakarya dan media umumnya semakin dimantapkan dalam menjalani tugas jurnalistiknya terutama dalam memberitakan korban perdagangan manusia. "Penulisan berita yang baik tidak perlu mereviktimasi korban dan harus dapat memberdayakan korban," ujar Jose Feraris.


http://wartakota.tribunnews.com/deti...ingkat-2-Dunia
0
1.5K
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan