- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengenal Sosok Kebo Bule Keraton Kasunanan Surakarta - Solo
TS
4GHE
Mengenal Sosok Kebo Bule Keraton Kasunanan Surakarta - Solo
Mengenal Sosok Kebo Bule Keraton Kasunanan Surakarta - Solo
Quote:
mudah-mudahan gak repost gan
Spoiler for Search by kaskus:
Quote:
Kaskuser Yang Baik Meninggalkan Jejak Berupa
Kaskuser Yang Super Baik Meninggalkan Gelas Bekas
Kaskuser Yang Super Baik Meninggalkan Gelas Bekas
Quote:
Spoiler for Asal-Usul Kebo Bule:
SEJAK 250 tahun lalu hingga kini, kebo bule Kyai Slamet memiliki makna khusus, sekaligus mendapat tempat terhormat dalam kehidupan di Keraton Kasunanan Surakarta. Tentu saja bukan kebo sembarang kebo. Namun inilah kebo yang menjadi pepunden keramat di wilayah Surakarta. Tak ada yang bisa memastikan sejak kapan kebo bule ini menjadi klangenan keraton. Banyak versi tentang asal muasal kebo berkulit albino ini.
Menurut cerita seorang abdi dalem keraton, kono kebo Kyai Slamet adalah seekor kebo jantan besar keturunan kerbau bule zaman Sultan Agung Hanyakrakusumo. Kisah tentang kebo bule pun mengalir. Pada zaman Sultan Agung pernah terjadi peristiwa kebakaran hebat yang melanda sebuah perkampungan. Besarnya kebakaran bahkan hampir meremet ke wilayah keraton. Anehnya, kpbatan api tidak bisa melewati sebuah kandang kebo. Padahal kandang-kandang lain sudah ludes terbakar beserta ternak di dalamnya..
Setelah api dapat dipadamkan, kandang kebo itu tetap utuh. Bahkan rumput yang menjadi pakan kebo tetap tak tersentuh api. Secara nalar hal ini tak mungkin terjadi. Sebab semua bangunan yang berada di sekitar kandang sudah rata jadi abu. Ketika Sang Raja menengok kandang, seekor kebo bule sedang makan rumput ditunggu seorang penjaga kandang yang membawa sebuah tombak.
Baru saja melihat keajaiban itu, terdengar suara hiruk pikuk warga yang mengabarkan terjadinya kebakaran lagi.. Sultan Agung pun memerintahkan penjaga kandang dan kebonya untuk mengelilingi tempat yang dilanda kebakaran.. Ajaib, begitu kerbau dan penjaga kandang datang dengan membawa tombak, kebakaran langsung mereda.
Sejak saat itulah kebi dan tombak beserta penjaga kandang menjadi milik keraton. Kebo dan tombak akhirnya dinamakan Kyai Slamet. Sedangkan si penjaga kandang diangkat menjadi punggawa keraton dengan pangkat Ki Lurah Maesaprawira. SUMBER
Menurut cerita seorang abdi dalem keraton, kono kebo Kyai Slamet adalah seekor kebo jantan besar keturunan kerbau bule zaman Sultan Agung Hanyakrakusumo. Kisah tentang kebo bule pun mengalir. Pada zaman Sultan Agung pernah terjadi peristiwa kebakaran hebat yang melanda sebuah perkampungan. Besarnya kebakaran bahkan hampir meremet ke wilayah keraton. Anehnya, kpbatan api tidak bisa melewati sebuah kandang kebo. Padahal kandang-kandang lain sudah ludes terbakar beserta ternak di dalamnya..
Setelah api dapat dipadamkan, kandang kebo itu tetap utuh. Bahkan rumput yang menjadi pakan kebo tetap tak tersentuh api. Secara nalar hal ini tak mungkin terjadi. Sebab semua bangunan yang berada di sekitar kandang sudah rata jadi abu. Ketika Sang Raja menengok kandang, seekor kebo bule sedang makan rumput ditunggu seorang penjaga kandang yang membawa sebuah tombak.
Baru saja melihat keajaiban itu, terdengar suara hiruk pikuk warga yang mengabarkan terjadinya kebakaran lagi.. Sultan Agung pun memerintahkan penjaga kandang dan kebonya untuk mengelilingi tempat yang dilanda kebakaran.. Ajaib, begitu kerbau dan penjaga kandang datang dengan membawa tombak, kebakaran langsung mereda.
Sejak saat itulah kebi dan tombak beserta penjaga kandang menjadi milik keraton. Kebo dan tombak akhirnya dinamakan Kyai Slamet. Sedangkan si penjaga kandang diangkat menjadi punggawa keraton dengan pangkat Ki Lurah Maesaprawira. SUMBER
Spoiler for Versi Lain:
Menurut Kepala Sasono Pustoko Keraton Surakarta Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger, kirab pusaka dan kerbau sebenarnya berakar pada tradisi sebelum munculnya Kerajaan Mataram (Islam), pada prosesi ritual wilujengan nagari. Pusaka dan kerbau merupakan simbol keselamatan. Pada awal masa Kerajaan Mataram, pusaka dan kerbau yang sama-sama dinamai Kyai Slamet, hanya dikeluarkan dalam kondisi darurat, yakni saat pageblug (wabah penyakit) dan bencana alam.
”Pusaka dan kerbau ini diharapkan memberi kekuatan kepada masyarakat. Dengan ritual kirab, Tuhan akan memberi keselamatan dan kekuatan, seperti halnya Ia memberi kekuatan kepada pusaka yang dipercaya masyarakat Jawa memiliki kekuatan,” ungkapnya.
Sementara sejarawan dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Sudarmono, menuturkan, selain dekat dengan kehidupan petani, sosok kerbau memang banyak mewarnai sejarah kerajaan di Jawa. Semasa Kerajaan Demak, misalnya, seekor kerbau bernama Kebo Marcuet mengamuk dan tak ada satu prajurit pun yang bisa mengalahkannya. Karena meresahkan, kerajaan menggelar sayembara: barang siapa mampu mengalahkannya akan diangkat menjadi senopati.
Secara mengejutkan, Jaka Tingkir atau Mas Karebet mampu mengalahkan Kebo Marcuet dengan tongkatnya. Mas Karebet kemudian mempersunting putri Raja Demak Sultan Trenggono, dan akhirnya mengambil alih kekuasaan.
”Jaka Tingkir sebenarnya keturunan Kebo Kenongo, Raja Pengging Hindu yang dikalahkan Kerajaan Demak. Pemindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang, yang dekat Pengging, adalah upaya Joko Tingkir mengembalikan pengaruh kekuasaan kerajaan ke pedalaman yang sarat tradisi agraris,” katanya.
Dari sejarah itu, lanjut Sudarmono, kerbau selalu dijadikan alat melegitimasi kekuasaan kerajaan. ”Dalam budaya agraris, kerbau simbolisasi kekuatan petani. Sosok kerbau dihadirkan dalam kirab, yang diikuti abdi dalem dan rakyat, sebenarnya ingin menunjukkan legitimasi keraton atas rakyatnya yang sebagian besar petani.”
Kemunculan kebo bule Kyai Slamet dalam kirab, kata Sudarmono, adalah perpaduan antara legenda dan sage (cerita rakyat yang mendewakan binatang). Dalam pendekatan periodisasi sejarah, sosok kebo bule ditengarai hadir semasa Paku Buwono (PB) VI pada abad XVII. PB VI merupakan raja yang dianggap memberontak kekuasaan penjajah Belanda dan sempat dibuang ke Ambon.
”Meski PB VI dibuang ke Ambon, namun semangat pemberontakan dan keberaniannya menghidupi rakyatnya. Dalam peringatan naik takhta, sekaligus pergantian tahun dalam penanggalan Jawa malam 1 Sura, muncul kreativitas menghadirkan sosok kebo bule yang dipercaya sebagai penjelmaan pusaka Kyai Slamet dalam kirab pusaka,” tambah Sudarmono. SUMBER
”Pusaka dan kerbau ini diharapkan memberi kekuatan kepada masyarakat. Dengan ritual kirab, Tuhan akan memberi keselamatan dan kekuatan, seperti halnya Ia memberi kekuatan kepada pusaka yang dipercaya masyarakat Jawa memiliki kekuatan,” ungkapnya.
Sementara sejarawan dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Sudarmono, menuturkan, selain dekat dengan kehidupan petani, sosok kerbau memang banyak mewarnai sejarah kerajaan di Jawa. Semasa Kerajaan Demak, misalnya, seekor kerbau bernama Kebo Marcuet mengamuk dan tak ada satu prajurit pun yang bisa mengalahkannya. Karena meresahkan, kerajaan menggelar sayembara: barang siapa mampu mengalahkannya akan diangkat menjadi senopati.
Secara mengejutkan, Jaka Tingkir atau Mas Karebet mampu mengalahkan Kebo Marcuet dengan tongkatnya. Mas Karebet kemudian mempersunting putri Raja Demak Sultan Trenggono, dan akhirnya mengambil alih kekuasaan.
”Jaka Tingkir sebenarnya keturunan Kebo Kenongo, Raja Pengging Hindu yang dikalahkan Kerajaan Demak. Pemindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang, yang dekat Pengging, adalah upaya Joko Tingkir mengembalikan pengaruh kekuasaan kerajaan ke pedalaman yang sarat tradisi agraris,” katanya.
Dari sejarah itu, lanjut Sudarmono, kerbau selalu dijadikan alat melegitimasi kekuasaan kerajaan. ”Dalam budaya agraris, kerbau simbolisasi kekuatan petani. Sosok kerbau dihadirkan dalam kirab, yang diikuti abdi dalem dan rakyat, sebenarnya ingin menunjukkan legitimasi keraton atas rakyatnya yang sebagian besar petani.”
Kemunculan kebo bule Kyai Slamet dalam kirab, kata Sudarmono, adalah perpaduan antara legenda dan sage (cerita rakyat yang mendewakan binatang). Dalam pendekatan periodisasi sejarah, sosok kebo bule ditengarai hadir semasa Paku Buwono (PB) VI pada abad XVII. PB VI merupakan raja yang dianggap memberontak kekuasaan penjajah Belanda dan sempat dibuang ke Ambon.
”Meski PB VI dibuang ke Ambon, namun semangat pemberontakan dan keberaniannya menghidupi rakyatnya. Dalam peringatan naik takhta, sekaligus pergantian tahun dalam penanggalan Jawa malam 1 Sura, muncul kreativitas menghadirkan sosok kebo bule yang dipercaya sebagai penjelmaan pusaka Kyai Slamet dalam kirab pusaka,” tambah Sudarmono. SUMBER
Quote:
Saat ini kebo bule keraton berjumlah 12 ekor. Namun kebo bule yang dipercaya sebagai keturunan asli Kyai Slamet sendiri hingga saat ini hanya tersisa enam ekor. Mereka adalah Kiai Bodong, Joko Semengit, Debleng Sepuh, Manis Sepuh, Manis Muda, dan Debleng Muda. Yang menjadi pemimpin kirab biasanya adalah Kyai Bodong, karena dia sebagai jantan tertua keturunan murni Kyai Slamet. Disebut keturunan murni, karena mereka dan induk-induknya tidak pernah berhubungan dengan kerbau kampung.”
Kyai Bodong sendiri memiliki adik laki-laki yang diberi nama Kyai Bagong. Namun, kata Winarno, kerbau tersebut sekarang ini berada di kawasan Solo Baru, Sukoharjo, dan dengan alasan yang enggan disebutkan, kebo bule itu tidak bisa dibawa pulang ke Keraton Surakarta.
Kyai Bodong sendiri memiliki adik laki-laki yang diberi nama Kyai Bagong. Namun, kata Winarno, kerbau tersebut sekarang ini berada di kawasan Solo Baru, Sukoharjo, dan dengan alasan yang enggan disebutkan, kebo bule itu tidak bisa dibawa pulang ke Keraton Surakarta.
Quote:
Keunikan Kebo Bule
Sejak dulu, sekawanan kebo keramat tersebut memang memiliki banyak keunikan. Kawanan kerbau ini, misalnya, sering berkelana ke tempat-tempat jauh untuk mencari makan, tanpa diikuti abdi dalem yang bertugas menggembalakannya. Mereka sering sampai ke Cilacap yang jaraknya lebih 100 km dari Solo, atau Madiun di Jawa Timur. Namun anehnya, menjelang Tahun Baru Jawa, yakni 1 Sura atau 1 Hijriah, mereka akan kembali ke keraton karena akan mengikuti ritual kirab pusaka.
Malam 1 Sura sangat berarti bagi orang Jawa, karena tidak saja memiliki dimensi fisik perubahan tahun, namun juga mempunyai dimensi spiritual. Sebagian masyarakat Jawa yakin, bahwa perubahan tahun Jawa menandakan babak baru dalam tata kehidupan kosmis Jawa, terutama kehidupan masyarakat agraris. Peran kebo bule Kyai Slamet adalah sebagai simbol kekuatan yang secara praktis digunakan sebagai alat pengolah pertanian, sumber mata pencaharian hidup bagi orang-orang Jawa.
Spoiler for Ritual Kirab 1 Sura:
Bagi masyarakat Solo, dan kota-kota di sekitarnya, seperti Karanganyar, Sragen, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Wonogiri, Kebo Bule Kyai Slamet bukan lagi sebagai hewan yang asing. Setiap malam 1 Sura menurut pengganggalan Jawa, atau malam tanggal 1 Muharam menurut kalender Islam (Hijriah), sekawanan kebo keramat ini selalu dikirab, menjadi cucuk lampah sejumlah pusaka keraton.
Ritual kirab malam 1 Sura itu sendiri berlangsung tengah malam, biasanya tepat tengah malam, tergantung “kemauan” dari kebo Kyai Slamet. Sebab, adakalanya kebo keramat baru keluar dari kandang selepas pukul 01.00. Kirab pusaka ini sepenuhnya memang sangat tergantung pada kebo keramat Kyai Slamet. Jika saatnya tiba, biasanya tanpa harus digiring kawanan kebo bule akan berjalan dari kandangnya menuju halaman keraton. Peristiwa ini sangat ditunggu-tunggu masyarakat. Ribuan orang tumpah ruah di sekitar istana, juga di jalan-jalan yang akan dilalui kirab. Masyarakat meyakini akan mendapat berkah dari keraton jika menyaksikan kirab.Dan inilah yang menarik: orang-orang menyikapi kekeramatan kerbau Kyai Slamet sedemikian rupa, seolah tak masuk akal. Betapa tidak, dalam kirab Malam 1 Sura ini orang-orang saling berdesakan dan berebut untuk bisa menyentuh bagian badan kebo bule, untuk mendapatkan berkah. Tak hanya badan, kotoran si kebo pun dipercaya akan memberikan berkah, keselamatan, dan rejeki berlimpah. Maka jangan heran jika di sepanjang kirab, orang-orang terus berjalan mengikuti sekawanan kebo ini, menunggu Kyai Slamet membuang kotoran. Begitu kotoran jatuh ke jalan, orang-orang pun berhambur memperebutkannya, seolah emas berlian. Mereka menyebutnya sebagai tradisi ngalap berkah atau mencari berkah Kyai Slamet.
Kawanan kerbau keramat akan berada di barisan terdepan, mengawal pusaka keraton Kyai Slamet yang dibawa para abdi dalem keraton. orang-orang menyikapi kekeramatan kerbau Kyai Slamet sedemikian rupa, sehingga cenderung tidak masuk akal. Mereka berjalan mengikuti kirab, saling berebut berusaha menyentuh atau menjamah tubuh kebo bule. Tak cukup menyentuh tubuh kebo, orang-orang tersebut terus berjalan di belakang kerbau, menunggu sekawanan kebo bule buang kotoran. Begitu kotoran jatuh ke jalan, orang-orang pun saling berebut mendapatkannya. Tidak masuk akal memang. Tapi mereka meyakini bahwa kotoran sang kerbau akan memberikan berkah, keselamatan, dan rejeki berlimpah. Mereka menyebut berebut kotoran tersebut sebagai sebagai tradisi ngalap berkah atau mencari berkah Kyai Slamet.
Mengapa justru kawanan kebo bule tersebut yang menjadi tokoh utama dalam tradisi ritual kirab malam 1 Sura?
Menurut Kepala Sasono Pustoko Keraton Surakarta Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger, kirab pusaka dan kerbau sebenarnya berakar pada tradisi sebelum munculnya Kerajaan Mataram (Islam), pada prosesi ritual wilujengan nagari. Pusaka dan kerbau merupakan simbol keselamatan. Pada awal masa Kerajaan Mataram, pusaka dan kerbau yang sama-sama dinamai Kyai Slamet, hanya dikeluarkan dalam kondisi darurat, yakni saat pageblug (wabah penyakit) dan bencana alam.
Ritual kirab malam 1 Sura itu sendiri berlangsung tengah malam, biasanya tepat tengah malam, tergantung “kemauan” dari kebo Kyai Slamet. Sebab, adakalanya kebo keramat baru keluar dari kandang selepas pukul 01.00. Kirab pusaka ini sepenuhnya memang sangat tergantung pada kebo keramat Kyai Slamet. Jika saatnya tiba, biasanya tanpa harus digiring kawanan kebo bule akan berjalan dari kandangnya menuju halaman keraton. Peristiwa ini sangat ditunggu-tunggu masyarakat. Ribuan orang tumpah ruah di sekitar istana, juga di jalan-jalan yang akan dilalui kirab. Masyarakat meyakini akan mendapat berkah dari keraton jika menyaksikan kirab.Dan inilah yang menarik: orang-orang menyikapi kekeramatan kerbau Kyai Slamet sedemikian rupa, seolah tak masuk akal. Betapa tidak, dalam kirab Malam 1 Sura ini orang-orang saling berdesakan dan berebut untuk bisa menyentuh bagian badan kebo bule, untuk mendapatkan berkah. Tak hanya badan, kotoran si kebo pun dipercaya akan memberikan berkah, keselamatan, dan rejeki berlimpah. Maka jangan heran jika di sepanjang kirab, orang-orang terus berjalan mengikuti sekawanan kebo ini, menunggu Kyai Slamet membuang kotoran. Begitu kotoran jatuh ke jalan, orang-orang pun berhambur memperebutkannya, seolah emas berlian. Mereka menyebutnya sebagai tradisi ngalap berkah atau mencari berkah Kyai Slamet.
Kawanan kerbau keramat akan berada di barisan terdepan, mengawal pusaka keraton Kyai Slamet yang dibawa para abdi dalem keraton. orang-orang menyikapi kekeramatan kerbau Kyai Slamet sedemikian rupa, sehingga cenderung tidak masuk akal. Mereka berjalan mengikuti kirab, saling berebut berusaha menyentuh atau menjamah tubuh kebo bule. Tak cukup menyentuh tubuh kebo, orang-orang tersebut terus berjalan di belakang kerbau, menunggu sekawanan kebo bule buang kotoran. Begitu kotoran jatuh ke jalan, orang-orang pun saling berebut mendapatkannya. Tidak masuk akal memang. Tapi mereka meyakini bahwa kotoran sang kerbau akan memberikan berkah, keselamatan, dan rejeki berlimpah. Mereka menyebut berebut kotoran tersebut sebagai sebagai tradisi ngalap berkah atau mencari berkah Kyai Slamet.
Mengapa justru kawanan kebo bule tersebut yang menjadi tokoh utama dalam tradisi ritual kirab malam 1 Sura?
Menurut Kepala Sasono Pustoko Keraton Surakarta Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger, kirab pusaka dan kerbau sebenarnya berakar pada tradisi sebelum munculnya Kerajaan Mataram (Islam), pada prosesi ritual wilujengan nagari. Pusaka dan kerbau merupakan simbol keselamatan. Pada awal masa Kerajaan Mataram, pusaka dan kerbau yang sama-sama dinamai Kyai Slamet, hanya dikeluarkan dalam kondisi darurat, yakni saat pageblug (wabah penyakit) dan bencana alam.
Quote:
Pic Kebo Bule
Spoiler for Kebo Bule :
Spoiler for Kebo Bule 2:
Spoiler for Kebo Bule 3:
Spoiler for Kebo Bule 4:
Spoiler for Kebo Bule 5:
Quote:
Sekian dari Te-eS,,,, mungkin Te-eS msh Mencari sumber lain Atau Versi Lain.. untuk Agan n Sist yg Punya Versi Lain + Sumber Boleh Donk Share di sini "Just For Share"
Lestarikan Lah Keunikan Dan Keragaman Nusantara
Lestarikan Lah Keunikan Dan Keragaman Nusantara
Diubah oleh 4GHE 30-06-2013 07:49
0
4K
Kutip
17
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan