Kaskus

News

LoE_SeiferAvatar border
TS
LoE_Seifer
Oaaaapapun Muakananannya, Produknya yaaa....... Impor
Kabar mengejutkan datang dari kebijakan teranyar Kementerian Perdagangan. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah berencana mengimpor 10.000 ton cabe pada semester kedua tahun ini.

Alasannya stok cabe nasional menipis, lantaran panen terganggu cuaca buruk. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi mengatakan impor itu akan dipercepat sebagai solusinya.

"Dalam rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) ada impor sebesar 10.000 ton cabe pada semester kedua," kata Bachrul di Kantor Kemenko Perekonomian kemarin.

Mantan menteri pertanian di era Gus Dur, Mohammad Prakosa, meradang saat mengetahui kebijakan pemerintah saat ini. Selain menjadi semakin liberal, dia menuding pejabat bidang perdagangan maupun pertanian sudah terlalu pendek akal sehingga kecanduan impor dengan alasan harga pangan melonjak jelang Lebaran.

"Kebijakan impor kita sudah kebablasan, bahkan kalau cabe mau diimpor juga, ini sudah berlebihan. Padahal cabe itu tanaman hortikultura yang mudah ditanam, di halaman rumah kita saja sudah bisa tumbuh, ditanam di sebelah sumur juga bisa tumbuh, seharusnya dari produksi nasional bisa mencukupi," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Kamis (27/6) malam.

Dia melihat dari pemilihan kosakata saja, ideologi pemerintah sekarang tak lagi berpihak pada petani dalam negeri.

Buktinya, Kementerian Pertanian kini memakai rencana kerja untuk memenuhi "ketahanan pangan". Padahal, jika ingin memakai kacamata kepentingan nasional, slogan yang dipakai seharusnya "kedaulatan pangan".

"Kalau menggunakan istilah 'ketahanan pangan', memang impor akan mudah sekali. Jadi berpikirnya, oh besok mau Lebaran, stok cukup tidak, kalau tidak cukup kita impor saja. Sebaliknya, kalau yang kita bicarakan kedaulatan pangan, kita harus bertumpu pada kemampuan diri sendiri," kata Prakosa.

Pria yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi PDIP ini menilai persoalan impor tidak disebabkan oleh tekanan asing.

Prakosa menceritakan, di hari pertama menjabat sebagai mentan pada 1999, bea impor pangan 0 persen. Alhasil nyaris semua pangan didatangkan dari luar negeri. Setelah bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) akhirnya bea impor dapat dinaikkan menjadi 30 persen, sehingga banjirnya produk asing bisa ditekan.

"Jadi ini masalah kedaulatan saja, kita mau atau tidak. Saya pikir, masalah impor sekarang ini malah bukan karena tekanan luar negeri, tapi malah importir-importir itu, kan ada rentenya," cetusnya.

Saat ini, atas nama pemenuhan pasokan pangan jelang Lebaran, pemerintah akan membuka keran impor seluas-luasnya. Alasan lain, jika harga pangan melonjak, maka inflasi akan terkerek, apalagi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sudah dinaikkan.

Wujud dari kebijakan itu misalnya pembentukan tim Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian bersama asosiasi pengusaha. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menuturkan, jika tim tersebut melaporkan kondisi darurat untuk bahan pangan tertentu selama periode jelang Lebaran, tidak menutup kemungkinan dilakukan impor.

"Tentu kita harus waspadai produk pangan yang terpengaruh cuaca, ya kalau perlu kita buka sedikit dari luar negeri, tapi (impor) belum disikapi dan kita masih pantau," ujar Gita di kantornya, pekan lalu.

Kebijakan serupa terlihat dalam pemenuhan pasokan gula pasir, kedelai, mangga, anggur, bawang putih, hingga daging sapi. Bahkan khusus daging sapi, pemerintah membuka keran impor besar-besaran untuk daging jenis utama (prime cut) yang dibutuhkan industri, hotel, restoran, dan katering. Ditambah lagi, ada akselerasi impor sapi bakalan kuota triwulan III ke Juni-Juli, secara total mencapai 45.000 ekor.

Prakosa menganggap cara pandang itu salah kaprah. Untuk mengurai benang kusut kecanduan pada impor ini, pemerintah harus punya itikad baik memperjuangkan kedaulatan pangan. Langkah yang mendesak dilakukan merevisi aturan impor bahan pangan.

"Jadi kita harus meregulasi ulang kebijakan impor kita. Kalau bahan pangan yang didatangkan tidak terlalu dibutuhkan, tidak perlu impor. Kalau selalu berulang-ulang impor untuk komoditas yang sebetulnya bisa disubstitusi dari dalam negeri, tentu ini kebijakan yang salah," tandasnya.

sumber merdeka nyuss

alasan selalu sama emoticon-Malu (S) stock nasional tidak mencukupi... apa iya?? emoticon-Malu (S)
0
1.6K
19
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan