- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
PENGUSAHA BERMENTAL RISET


TS
etteee
PENGUSAHA BERMENTAL RISET
Pengusaha, sekecil apapun, sepemula apapun, harus mampu membangun pasar. Bisnis itu intinya menciptakan pelanggan loyal. Percuma punya bisnis kalau tak menghasilkan pelanggan karena dari pelanggan (terutama yang loyal) itulah arus kas masuk ke perusahaan, membuat perusahaan jadi bisa bernafas. Dan jika aliran kas positif, perusahaan bisa bernafas sehat. Dari mana mendapatkan konsumen loyal? Dari banyak jalan. Salah satunya: memahami kebutuhan konsumen sebelum kebutuhan itu muncul.
Kata Steve Jobs: “Some people say, ‘Give customers what they want.’ But that’s not my approach. Our job is to figure out what they’re going to want before they do… Our task is to read things that are not yet on the page.”
Jika pengusaha masuk ke pasar saat kebutuhan diketahui, pasar mungkin sudah diserbu banyak pemain lain dan jadilah lautan merah. Jika tahu terlebih dulu kecenderungan konsumen dan masuk pasar terlebih dulu dibanding yang lain, pengusaha itu berlayar di lautan biru. Bisa mengail ikan sesuka hati. Jika tahu arus konsumen bergerak ke social media misalnya, ya terjunlah ke sana secara serius. Jadi pionir di pasar itu.
Bagaimana memahami kebutuhan pelanggan lebih awal? Kuncinya: Riset!
Maka, jika ingin kompetitif, bisa melihat ke depan, pengusaha mesti “berjiwa riset”. Ya, berjiwa riset dulu. Itu lebih penting. Tanpa itu, pengusaha akan memasukkan riset sebagai biaya dan mengeluhkan mahalnya biaya riset. Padahal riset itu bukan biaya. Riset itu investasi bagi pengusaha.
Kalau begitu hanya pengusaha besar yang punya dana riset saja dong yang bisa melakukan ini?
Ah enggak juga
Pengusaha kecil juga bisa. Caranya?
Rajin-rajinlah berinternet-ria dengan sudut pandang riset. Internet itu bagai lautan data tentang insight konsumen. Kalau jeli, kita bisa mendapatkan sesuatu yang bermakna terkait perilaku konsumen dan kecenderungannya.
Pelajari fasilitas-fasilitas Google yang gratis tapi lumayan memberikan insight. Misalnya: Google Trend, Google Ad Planner dan lainnya.
Atau, selami lautan data social media.
Semilyar lebih tweet dalam sepekan itu juga lautan data yg mengandung insight pasar. Ya, kalau jeli, kita bisa mendapatkan sesuatu.
Tapi lautan data hanyalah data tak bermanfaat jika kita tak bisa menganalisanya. Butuh kejelian, intuisi dan kcerdasan untuk mengais ‘insights’ dalam lautan data. Dan itu biasanya hasil ketekunan belajar dan menghadapi lautan data. Saya seringkali memaksakan memelototi lautan data itu sejam dalam sehari agar mengerti. Awalnya sih nggak faham. Seiring dengan waktu dan memaksa diri setiap hari, akhirnya bisa menemukan benang merahnya.
Tapi kalau pun malas untuk bercengkerama dengan lautan data, cara kedua bisa dilakukan: Googling. Ya, cari paper ilmiah mengenai perilaku konsumen dan trennya. Banyak paper tentang itu yang bergeletakan di Internet. Makin pinter Googling, makin cepat dapat yang kontekstual dan bagus. Bisa gratis pula.
Di era Internet inilah, tak ada perusahaan yang terlalu besar untuk hancur karena mengabaikan kecenderungan perilaku konsumen masa depan. Sebaliknya, tak ada perusahaan yg terlalu kecil untuk membesar karena kemampuannya memahami kecenderungan konsumen dan mengantisipasinya.
Untuk menyongsong masa depan, jadilah pengusaha bermental riset agar tak tergerus arus balik perilaku konsumen.
Kata Steve Jobs: “Some people say, ‘Give customers what they want.’ But that’s not my approach. Our job is to figure out what they’re going to want before they do… Our task is to read things that are not yet on the page.”
Jika pengusaha masuk ke pasar saat kebutuhan diketahui, pasar mungkin sudah diserbu banyak pemain lain dan jadilah lautan merah. Jika tahu terlebih dulu kecenderungan konsumen dan masuk pasar terlebih dulu dibanding yang lain, pengusaha itu berlayar di lautan biru. Bisa mengail ikan sesuka hati. Jika tahu arus konsumen bergerak ke social media misalnya, ya terjunlah ke sana secara serius. Jadi pionir di pasar itu.
Bagaimana memahami kebutuhan pelanggan lebih awal? Kuncinya: Riset!
Maka, jika ingin kompetitif, bisa melihat ke depan, pengusaha mesti “berjiwa riset”. Ya, berjiwa riset dulu. Itu lebih penting. Tanpa itu, pengusaha akan memasukkan riset sebagai biaya dan mengeluhkan mahalnya biaya riset. Padahal riset itu bukan biaya. Riset itu investasi bagi pengusaha.
Kalau begitu hanya pengusaha besar yang punya dana riset saja dong yang bisa melakukan ini?
Ah enggak juga

Pengusaha kecil juga bisa. Caranya?
Rajin-rajinlah berinternet-ria dengan sudut pandang riset. Internet itu bagai lautan data tentang insight konsumen. Kalau jeli, kita bisa mendapatkan sesuatu yang bermakna terkait perilaku konsumen dan kecenderungannya.
Pelajari fasilitas-fasilitas Google yang gratis tapi lumayan memberikan insight. Misalnya: Google Trend, Google Ad Planner dan lainnya.
Atau, selami lautan data social media.
Semilyar lebih tweet dalam sepekan itu juga lautan data yg mengandung insight pasar. Ya, kalau jeli, kita bisa mendapatkan sesuatu.
Tapi lautan data hanyalah data tak bermanfaat jika kita tak bisa menganalisanya. Butuh kejelian, intuisi dan kcerdasan untuk mengais ‘insights’ dalam lautan data. Dan itu biasanya hasil ketekunan belajar dan menghadapi lautan data. Saya seringkali memaksakan memelototi lautan data itu sejam dalam sehari agar mengerti. Awalnya sih nggak faham. Seiring dengan waktu dan memaksa diri setiap hari, akhirnya bisa menemukan benang merahnya.
Tapi kalau pun malas untuk bercengkerama dengan lautan data, cara kedua bisa dilakukan: Googling. Ya, cari paper ilmiah mengenai perilaku konsumen dan trennya. Banyak paper tentang itu yang bergeletakan di Internet. Makin pinter Googling, makin cepat dapat yang kontekstual dan bagus. Bisa gratis pula.
Di era Internet inilah, tak ada perusahaan yang terlalu besar untuk hancur karena mengabaikan kecenderungan perilaku konsumen masa depan. Sebaliknya, tak ada perusahaan yg terlalu kecil untuk membesar karena kemampuannya memahami kecenderungan konsumen dan mengantisipasinya.
Untuk menyongsong masa depan, jadilah pengusaha bermental riset agar tak tergerus arus balik perilaku konsumen.
0
963
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan