achmadtitoAvatar border
TS
achmadtito
Kasus tak kunjung selesei
Kasus-kasus korupsi yang semakin marak terjadi dikalangan elit politik menjadi isu yang tak bisa terbendungkan di media massa akhir-akhir ini. Mulai dari kasus Anas Urbaningrum, Nazarudin, Luthfi, dan Fathanah. Kasus “busuknya sapi” yang sekarang menjadi berita utama dalam setiap media.
Luthfi Hasan Ishak dan Ahmad Fathanah menjadi tersangka didalam kasus suap impor daging sapi yang menyeret petinggi partai itu membuat citra partai semakin turun. Akan tetapi kenyataannya mereka belum juga ditahan walaupun status mereka sudah menjadi “Tahanan KPK” yang sejatinya mereka ditahan di dalam jeruji besi.
Tahanan KPK seakan lebih “Istimewa” ketimbang tahanan-tahanan lain di Lembaga Permasyarakatan milik kepolisian. Seperti halnya Luthfi yang setiap jumpa pers tidak ada wajah-wajah bersalah atau mengakui kesalahan. Justru mereka menampakkan kesan bahagia merampas uang rakyat. Senyum bahkan tawa mereka mengisyaratkan bahwa mereka sangat senang dengan perbuatan mereka yang seharusnya merenungkan tingkah mereka.
Belum lagi kasus Fatanah yang sering kencan dengan model, artis, bahkan mahasiswa yang mendapatkan uang hasil korupsi. Nama-nama seperti Maharani, Vitalia, dan Rahma Azhari yang dikait-kaitkan dengan Fatanah yang menjadi tahanan KPK. Lembaga superbody pimpinan Abraham Samad Cs juga telah menerima Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) terkait Ahmad Fathanah. Laporan yang diserahkan tersebut termasuk 20 nama wanita yang diduga ikut merasakan uang haram Ahmad Fathanah.(Tribun, 19/5)
Tetapi anehnya dalam kasus ini mereka sepertinya bisa mengelak dari tuduhan-tuduhan tentang korupsi suap impor daging sapi akibat pencucian uang yang mereka lakukan. Bahkan terkesan mereka hanya dipojokkan dan bukan sebagai tersangka.
Dilema inilah yang sering dikait-kaitkan dengan kasus-kasus biasa yang menimpa warga sipil yang mencuri uang walaupun tidak ada 1% pun dari uang hasil korupsi Fathanah mereka lebih cepat diadili dan dimasukkan ke sel tahanan. Perlakuannya pun sangat berbeda mereka diseret-seret diadili paksa tanpa pengacara dan dipenjara selama mungkin. Berbanding terbalik dengan Fathanah yang diperlakukan secara biasa dan menggunakan pengacara dan bahkan belum juga dipenjara secara resmi dengan sidang yang lama.
Pakaian para koruptor bahkan lebih bagus seperti dokter (berbaju putih) dan dibelakang bertuliskan “TAHANAN KPK”. Berbeda sekali dengan tahanan lembaga permasyarakatan yang bahan dan warnanya sangat biasa. Apakah tahanan KPK diperlakukan seistimewa itu?. Pertanyaan ini muncul seketika saat dalam media massa jelas dan gamblang mengenai perbedaan mencolok mereka para koruptor terlihat santai menghadapi kasus mereka sedangkan para pencuri-pencuri toko mereka bahkan tidak ingin diketahui identitas dalam berita dan hanya sekedar inisial.
Seharusnya keadilan dan kesetaraan secara keseluruhan harus diterapkan dalam setiap peradilan dalam segala kasus-kasus tanpa membedakan status sosial mereka bahkan gelar mereka dan jabatan mereka. Bukankah semua itu sama dimata hukum?. Bukan membeda-bedakan yang kaya dan miskin. Mereka yang berduit bisa menjalankan proses persidangan dengan santai bahkan menyuap hakim. Sedangkan mereka yang tidak berduit mereka tidak mempunyai pengacara dan langsung menuju sel penjara. Itulah potret negara Indonesia yang sangat menghargai dan menghormati mereka yang status sosial dan jabatan tinggi.
0
934
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan