- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Larutan : Cap Kaki Tiga atau Cap Badak?


TS
fahmi.adnizar
Larutan : Cap Kaki Tiga atau Cap Badak?
Assalamu'alaikum... gan ketemu sama ane yg
ini trit ke 2 saya.. walau copas.. tapi tetep di kasih sumbernya..
SUMBER
ada lagi cerita yg laen gan
sumber
NAH KALAU YG INI PERBEDAAN NYA
sumber
bagi yg udah ISO minta
nya ya.. &
nya.. klo yg belum yg abu2 juga boleh...


ini trit ke 2 saya.. walau copas.. tapi tetep di kasih sumbernya..
Spoiler for buka:
Beberapa dari konsumen mungkin ada yang bingung dengan Larutan Cap Kaki Tiga dan Larutan Penyegar Cap Badak. Apa beda dari keduanya dan mana yang ‘asli’, mana yang kita minum sejak dulu? Secara tampilan keduanya tidak jauh berbeda sepintas hampir sama, terutama yang botol. Sejatinya baik Larutan Cap Kaki Tiga maupun Larutan Penyegar Cap Badak kedua-duanya asli tidak ada yang palsu!

Tapi mungkin yang perlu anda ketahui bahwa kedua minuman ini diproduksi oleh produsn yang berbda. Larutn Cap Kki Tiga diprduksi oleh Kincare sedangkan Larutan Penyegar Cap Badak diproduksi oleh Sinde Budi. Tentu saja rasa, khasiat dan manfaatnya pasti berbeda pula karena formulasinya juga berbeda. Lalu manakah yang lebih baik…manakah yang lebih enak…lebih berkhasiat, semuanya dikembalikan kepada anda. Saya tidak berkepentingan menyarankan anda untuk mengkomsumsi salah satu dari keduanya.
Disini saya hanya ingin sedikit berbagi informasi tentang apa yang saya tahu mengenai Larutan Cap Kaki Tiga dan Larutan Penyegar Cap Badak.
Minuman pereda panas dalam yang berkhasiat menyembuhkan gejalanya seperti sariawan, bibir pecah-pecah dan susah BAB ini pertama kali masuk ke Indonesia di tahun 1978 dengan nama Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga. Merek Cap Kaki Tiga pertama sekali didirikan di Malaysia pada tahun 1937.

Sumber gambar ; en.wikipedia.org
Pabrik keduanya dibangun di Petaling Jaya tahun 1968. Dan kini sudah merambah ke lebih dari 20 negara, termasuk Australia, India dan Turki. Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd sebagai pemilik merek memberikan hak pakai dan produksi pertama kali di Indonesia kepada PT. Sinde Budi Sentosa. Lalu PT. Sinde Budi memberikan hak pendistribusian Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga kepada PT. Duta Lestari (cikal bakal Kinocare). Kebetulan owner kedua perusahaan ini bersahabat baik. Kedua owner ini pun bersahabat juga dengan owner Wen Ken Drug.
Seiring berjalannya waktu rupanya tak selamanya hubungan keduanya berjalan mulus. PT. Sinde Budi Sentosa menarik hak pendistribusian dari PT. Duta Lestari. Menurut versi Sinde Budi penyebabnya adalah adanya tunggakan faktur yang tidak diselesaikan oleh pihak Duta Lestari. Sementara versi pihak Duta Lestari (sekarang Kinocare) mengatakan bahwa pihak Sinde Budi minta Bank Garansi padahal dlnya tdk ada perjanjian seperti itu. Daripada memberikan Bank Garansi lebih baik uangnya buat mengembangkan usaha, begitu kata owner Duta Lestari. Entah mana yang benar yang jelas kala itu distribusi Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga tidak lagi didistribusikan oleh Duta Lestari (cikal bakal Kinocare).
Kini brand Cap Kaki Tiga diproduksi dan didistribusikan oleh Kinocare dengan nama Larutan Cap Kaki Tiga tanpa penyegar. Sementara Sinde Budi memakai merek Larutan Penyegar Cap Badak.
Berdasarkan informasi dari beberapa owner distributor diawal-awal launching Larutan Cap Kaki Tiga cukup ‘mengganggu’ omset Larutan Penyegar Cap Badak. Tapi saat ini para penjual dan konsumen sudah beralih kembali ke Cap Badak. Di tradisional market harga Cap Badak lebih stabil, sedangkan Cap Kaki Tiga cenderung ‘rusak’. Konon katanya Kinocare cenderung jor-joran dalam pemilihan outlet dan drop size ke outlet sementara Sinde Budi lebih berhati-hati.
So bagaimana selanjutnya pertarungan kedua merek ini, hanya waktu dan usaha masing-masing yang bisa menjawab…
*** Kabar terbaru kini Wen Ken Drug digugat oleh seorang warga Inggris di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena logo Cap Kaki Tiga yang terdaftar di Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia itu menyerupai lambang sebuah negara Isle Of Man. Isle Of Man adalah sebuah negara yang terletak diantara Inggris, Skotlandia dan Irlandia Utara.

Tapi mungkin yang perlu anda ketahui bahwa kedua minuman ini diproduksi oleh produsn yang berbda. Larutn Cap Kki Tiga diprduksi oleh Kincare sedangkan Larutan Penyegar Cap Badak diproduksi oleh Sinde Budi. Tentu saja rasa, khasiat dan manfaatnya pasti berbeda pula karena formulasinya juga berbeda. Lalu manakah yang lebih baik…manakah yang lebih enak…lebih berkhasiat, semuanya dikembalikan kepada anda. Saya tidak berkepentingan menyarankan anda untuk mengkomsumsi salah satu dari keduanya.
Disini saya hanya ingin sedikit berbagi informasi tentang apa yang saya tahu mengenai Larutan Cap Kaki Tiga dan Larutan Penyegar Cap Badak.
Minuman pereda panas dalam yang berkhasiat menyembuhkan gejalanya seperti sariawan, bibir pecah-pecah dan susah BAB ini pertama kali masuk ke Indonesia di tahun 1978 dengan nama Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga. Merek Cap Kaki Tiga pertama sekali didirikan di Malaysia pada tahun 1937.

Sumber gambar ; en.wikipedia.org
Pabrik keduanya dibangun di Petaling Jaya tahun 1968. Dan kini sudah merambah ke lebih dari 20 negara, termasuk Australia, India dan Turki. Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd sebagai pemilik merek memberikan hak pakai dan produksi pertama kali di Indonesia kepada PT. Sinde Budi Sentosa. Lalu PT. Sinde Budi memberikan hak pendistribusian Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga kepada PT. Duta Lestari (cikal bakal Kinocare). Kebetulan owner kedua perusahaan ini bersahabat baik. Kedua owner ini pun bersahabat juga dengan owner Wen Ken Drug.
Seiring berjalannya waktu rupanya tak selamanya hubungan keduanya berjalan mulus. PT. Sinde Budi Sentosa menarik hak pendistribusian dari PT. Duta Lestari. Menurut versi Sinde Budi penyebabnya adalah adanya tunggakan faktur yang tidak diselesaikan oleh pihak Duta Lestari. Sementara versi pihak Duta Lestari (sekarang Kinocare) mengatakan bahwa pihak Sinde Budi minta Bank Garansi padahal dlnya tdk ada perjanjian seperti itu. Daripada memberikan Bank Garansi lebih baik uangnya buat mengembangkan usaha, begitu kata owner Duta Lestari. Entah mana yang benar yang jelas kala itu distribusi Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga tidak lagi didistribusikan oleh Duta Lestari (cikal bakal Kinocare).
Kini brand Cap Kaki Tiga diproduksi dan didistribusikan oleh Kinocare dengan nama Larutan Cap Kaki Tiga tanpa penyegar. Sementara Sinde Budi memakai merek Larutan Penyegar Cap Badak.
Berdasarkan informasi dari beberapa owner distributor diawal-awal launching Larutan Cap Kaki Tiga cukup ‘mengganggu’ omset Larutan Penyegar Cap Badak. Tapi saat ini para penjual dan konsumen sudah beralih kembali ke Cap Badak. Di tradisional market harga Cap Badak lebih stabil, sedangkan Cap Kaki Tiga cenderung ‘rusak’. Konon katanya Kinocare cenderung jor-joran dalam pemilihan outlet dan drop size ke outlet sementara Sinde Budi lebih berhati-hati.
So bagaimana selanjutnya pertarungan kedua merek ini, hanya waktu dan usaha masing-masing yang bisa menjawab…
*** Kabar terbaru kini Wen Ken Drug digugat oleh seorang warga Inggris di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena logo Cap Kaki Tiga yang terdaftar di Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia itu menyerupai lambang sebuah negara Isle Of Man. Isle Of Man adalah sebuah negara yang terletak diantara Inggris, Skotlandia dan Irlandia Utara.
SUMBER
ada lagi cerita yg laen gan
Spoiler for buka:
Cap Badak VS Cap Kaki Tiga
Jadi begini teman-teman...
Cap Kaki Tiga yang kita kenal sejak dulu itu diproduksi oleh PT Sinde Budi Sentosa. Sinde merupakan perusahan farmasi yang memproduksi larutan penyegar dan menggunakan merek lisensi dari sebuah perusahaan dari Singapura. Namun, beberapa tahun lalu, ia mengganti mereknya karena masalah lisensi, menjadi Cap Badak. Nah... kemudian Kinocare bekerja sama dengan perusahaan Singapura itu dan membuat produk larutan penyegar dengan merek Cap Kaki Tiga.
Ternyata, Sinde ini menuntut Kinocare, karena desain yang Kinocare gunakan benar-benar mirip dengan Cap Badak. Bahkan huruf arab yang digunakan oleh PT Sinde juga digunakan oleh Kinocare. Singkatnya, mirip banget!
Kalau gini siapa yang salah? Hihihi... Dunia bisnis dan strateginya memusingkan yah.
Kugugling-gugling, jadi bingung siapa yang salah. Katanya, yang punya hak merek 'cap kaki tiga' itu Kinocare, karena hak-nya Sinde sudah habis. Tapi... di website Larutan Penyegar Cap Badak, Sinde menjelaskan semuanya.
Jadi begini teman-teman...
Cap Kaki Tiga yang kita kenal sejak dulu itu diproduksi oleh PT Sinde Budi Sentosa. Sinde merupakan perusahan farmasi yang memproduksi larutan penyegar dan menggunakan merek lisensi dari sebuah perusahaan dari Singapura. Namun, beberapa tahun lalu, ia mengganti mereknya karena masalah lisensi, menjadi Cap Badak. Nah... kemudian Kinocare bekerja sama dengan perusahaan Singapura itu dan membuat produk larutan penyegar dengan merek Cap Kaki Tiga.
Ternyata, Sinde ini menuntut Kinocare, karena desain yang Kinocare gunakan benar-benar mirip dengan Cap Badak. Bahkan huruf arab yang digunakan oleh PT Sinde juga digunakan oleh Kinocare. Singkatnya, mirip banget!
Kalau gini siapa yang salah? Hihihi... Dunia bisnis dan strateginya memusingkan yah.
Kugugling-gugling, jadi bingung siapa yang salah. Katanya, yang punya hak merek 'cap kaki tiga' itu Kinocare, karena hak-nya Sinde sudah habis. Tapi... di website Larutan Penyegar Cap Badak, Sinde menjelaskan semuanya.
sumber
NAH KALAU YG INI PERBEDAAN NYA
Spoiler for perbedaan nya:
Sejak pertama kali diperkenalkan pada 1980-an, larutan penyegar produksi PT Sinde Budi Sentosa muncul sebagai pioner obat panas dalam di pasar Indonesia. Selama puluhan tahun, larutan penyegar yang terkenal dengan simbol badak ini mampu tumbuh dan berkembang hingga menjadi produk andalan Sinde.
Pada 1978, PT Sinde Budi Sentosa menerima lisensi untuk penggunaan merek dagang cap Kaki Tiga dari Wen Ken Drug Singapore. Namun, lantaran persyaratan yang diminta pemilik merek Kaki Tiga begitu berat, PT Sinde Budi Sentosa memutuskan memproduksi larutan penyegar cap Badak.
"Perubahan ini adalah non teknis, pemberi lisensi dari Singapura Wen Ken kepada Sinde Budi Sentosa memberatkan dari segi hukum dan lainnya. Maka manajemen Sinde Budi Sentosa mengambil keputusan ganti merek logo dari cap Kaki Tiga menjadi cap Badak," kata Presiden Direktur perusahaan tersebut, Budi Yuwono, dalam tayangan Usaha Anda, Sabtu (23/7).
PT Sinde Budi Sentosa merupakan perusahaan farmasi yang memproduksi dengan fasilitas modern seusai dengan standar Good Manufacturing Practice. Sinde juga telah mendapat pengakuan dari Majelis Ulama Indonesia dengan dikeluarkannya sertifikat halal pada 2007.
"Semua produk yang mendapat sertifikat halal sudah sesuai standar SOP. Artinya kalau Sinde sudah mendapat sertifikat halal sudah jelas layak untuk dikonsumsi karena dia pun mendapat izin dari badan POM untuk izin edar," ujar Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika MUI Usmena Gunawan.
Kinocare Pemegang Lisensi Baru Cap Kaki Tiga
Liputan6.com, Jakarta: Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga sudah dipercaya masyarakat Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Pionir di industri larutan penyegar ini merupakan produk dari perusahaan farmasi Wen Ken Drugs.
"Wen Ken Drugs adalah perusahaan farmasi pemilik merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga. Diproduksi sejak tahun 1937, Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga telah hadir selama 74 tahun dan 30 tahun menemani masyarakat Indonesia," tutur Direktur Wen Ken Drug Fu Siang Jin di tayangan Usaha Anda SCTV, Sabtu (10/9).
Seiring berjalannya waktu, Indonesia dipercaya untuk terus memasarkan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga. Lisensi produk diserahkan dari Wen Ken Drugs ke Kino Group, yang telah memperoleh izin Badan Pengawas Obat dan Makanan.
"Saat ini di Indonesia yang ditunjuk sebagai pemegang lisensi Merek Cap Kaki Tiga untuk produk Larutan Penyegar dengan etiket merek yang menggunakan Karakter Badak Bercula adalah Kino Group," tutur Gunawan Widjaja, kuasa hukum Wen Ken Drugs.
"Kami akan selalu menjaga kerahasiaan dan keabsahan formulasi dari Wen Ken Drugs. Perusahaan lain belum tentu bisa memiliki keistimewaan ini," papar CEO PT. Kinocare Era Kosmetindo Harry Sanusi.
"Pabrik kami telah memiliki sertifikasi CPOTB, menjalankan GMP, memiliki sertifikasi ISO 9000 versi 2008 dari standar ISO SGS. Untuk produk Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga, kami telah memiliki sertifikasi halal dari MUI," ujar Kepala Pabrik PT Kinocare Era Kosmetindo Joko Guntoro.
Jangan sampai salah membedakan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang asli dengan yang palsu. Produk asli memiliki logo Cap Kaki Tiga, tulisan merek Cap Kaki Tiga, dan gambar badak. Ingat larutan penyegar, ya Cap Kaki Tiga, tidak ada yang lain.(WIL/ULF)
Larutan Cap Kaki Tiga Tidak Berganti Nama Jadi Cap Badak
Jakarta (GNI),- Bertempat Di Hotel Niko Jakarta -Pusat Selasa 13 September 2011 Pemilik Merek Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA Wen Ken Drugs Pte Ltd (WKD ) asal singapura ,telah memberi Lisensi kepada PT Kinocare Era Kosmetindo (Kino) untuk memproduksi larutan penyegar Cap KAKI TIGA di Indonesia sesuai dengan merek aslinya dan tidak berganti nama menjadi Cap BADAK, pernyataan ini disampaikan saat menggelar jumpa pers kemarin.
Lisensi dari WKD tersebut diberikan kepada Kino pada tanggal 28 April 2011 dan memberikan kewenangan kepada Kino untuk memproduksi, menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk di Indonesia. Sementara, kerja sama WKD dengan perusahaan manufaktur Indonesia yang lama telah berakhir pada tanggal 4 Februari 2008 yang dikuatkan dengan putusan pengadilan.
Bisnis Manufaktur sudah dijalankan Harry. Sejak tahun 1999. Kini, pabrik Kino telah memiliki sertifikasi CPOTB, menjalankan GMP, serta memiliki sertifikasi ISO 9000 versi. 2008 dari standar ISO SGS.
Untuk Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA, Kino telah memiliki sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. "Kami akan selalu menjaga Kerahasiaan dan keabsahan formulasi dari Wen Ken Drugs. Perusahaan lain belum tentu bisa memiliki keistimewaan ini " kata Harry.
Etiket merek Cap KAKI TIGA dengan lukisan Badak sepenuhnya. Adalah milik WKD sejak tahun 1973. Keseluruhan etiket merek tersebut mengandung lukisan Badak yang berdiri di atas batu, latar belakang berupa gambara gunung, sungai, dan sawah, serta tulisan LARUTAN. PENYEGAR. Dalam berbagai bahasa yang merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Wen Ken Drugs adalah perusahaan Farmasi pemilik merek Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA yang diproduksi sejak tahun 1973. Larutan penyegar Cap KAKI TIGA telah hadir selama 74 tahun dan 30 tahun menemani masyarakat Indonesia, "tutur Direktur Wen Ken Drugs Fu Siang Jeen.
Kino berharap mitra lama WKD melakukan bisnis dengan itikad baik dan bersaing secara sehat' kami juga berharapa perkara hukum atas merek Cap KAKI TIGA dengan lukisan badak bisa segera tuntas agar kami bisa berbisnis dengan nyaman ."Ujar Harry.
Penjualan naik 20%
Kino menargetkan pertumbuhan penjualan di 2011 naik 20% dibandingkan tahun lalu dengan nominal penjualan antara Rp 1 triliun - Rp 2 triliun di tahun lalu. Penjualan tak hanya di dukung produk larutan penyegar tapi juga merek consumer goods lainnya seperti Sleek, Absolute, Ovale, dan sebagainya.
Kaki Tiga Masuk Pengadilan
Tak banyak yang peduli dengan perkara niaga “kaki tiga” ini. Wajar, karena sebagian besar pengunjung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat lebih akrab dengan perkara “kaki dua”, perdata atau pidana, yang memang bejibun jumlahnya.
Alkisah “Kaki Tiga” menjadi akrab di telinga tak bisa lepas dari peran PT Sinde Budi Sentosa, sebuah perusahaan farmasi yang berdiri sejak 1978. Melalui produk larutan penyegar dalam botol, perusahaan yang semula bermarkas di Tambun, Jawa Barat itu, pada tahun 1981 langsung menyodok selera konsumen.
Maklum, larutan tersebut tanpa rasa, tanpa warna, tanpa bahan pengawet dan murah. Merek “Kaki Tiga” memang hoki, karena sejak itu PT Sinde Budi Sentosa langsung melakukan pengembangan produk, di antaranya membuat tujuh rasa berbeda dalam kemasan kaleng dan juga dalam bentuk kaleng yang beragam sebagai produk baru, memperluas ragam produk dengan memproduksi versi baru dari Balsem Pala (Bapala) dan sekaligus memperluas distribusinya dengan penambahan gudang seluas 6.000 m2.
Tak cuma itu, pada 1995 PT Sinde Budi Sentosa memperoleh lisensi Sirup Obat Batuk Nin Jiam Pei Pa Koa dari Hong Kong, dan Pil Chi Kit Teck Aun dari Malaysia dan memindahkan kantor pusat ke Wisma SMR di Jakarta Utara. Sementara pada tahun 2002, PT Sinde Budi Sentosa memperkenalkan Ena’O, minuman energi, dan mendiversifikasikannya ke dalam kemasan botol, kaleng dan sachet bubuk dan sachet cair.
Namun, pada Februari 2008 lalu, kehandalan pengelola mengembangkan menjadi perusahaan farmasi ternama tercoreng. Bahkan, sejak Maret 2008, saat sejumlah koran mengumumkan PT Sinde Budi Sentosa bukan pemegang lisensi merek Cap Kaki Tiga. Sang induk pengumuman, Wen Ken Drug Co Pte Ltd, perusahaan yang berkedudukan di Singapura, mengungkapkan bahwa Wen Ken Drug adalah pemilik sah merek dagang “Cap Kaki Tiga”, termasuk produk larutan penyegar Cap Kaki Tiga.
Selain itu, Wen Ken Drug juga mengumuman telah menunjuk PT Tiga Sinar Mestika sebagai kuasa dari Wen Ken Drug terhitung sejak 2 Juni 2008. PT Tiga Sinar Mestika akan membantu Wen Ken Drug mencari calon penerima lisensi merek dagang di Indonesia. Pada hari yang sama, PT Tiga Sinar Mestika juga mengumumkan undangan resmi kepada siapapun (termasuk PT Sinde Budi Sentosa) yang berminat menjadi calon penerima lisensi merek dagang.
Pengumuman Sinde juga memperingatkan Wen Ken Drug “untuk tetap menghormati hukum, dengan tidak mengalihkan lisensi merek ‘Cap Kaki Tiga’ kepada pihak lain sebelum adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang mengakhiri lisensi antara Wen Ken Drug dengan Sinde Budi Sentosa.
Kaki Menggugat
Tak cukup dengan gertak pengumuman, pada 22 September 2008, PT Tiga Sinar Mestika, selaku substitusi dari perusahaan asal Singapura Wen Ken Drug Co Pte Ltd, menggugat PT Sinde Budi Sentosa, produsen Cap Kaki Tiga, melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, Tiga Sinar Mestika meminta Pengadilan memerintahkan Sinde Budi Sentosa menghentikan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk dengan merek Cap Kaki Tiga yang antara lain berupa produk larutan penyegar, balsem, puyer sakit kepala, obat kurap, dan salep kulit.
Penggugat menuntut dua macam ganti rugi materiil. Pertama, kerugian materiil yang terkait dengan pembayaran royalti oleh tergugat kepada penggugat sejumlah 1% dari penjualan tergugat per tahun terhitung sejak 1978. Kedua, kerugian material terkait dengan upaya penghilangan logo Kaki Tiga, sejumlah S$1 juta per tahun, terhitung dari 2000. Nilai S$1 juta ini diklaim setara dengan biaya promosi produk Cap Kaki Tiga.
Penggugat juga menuntut dua macam ganti rugi immateriil. Pertama, immateriil S$100 juta, terkait dengan upaya penghilangan logo Cap Kaki Tiga, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat. Kedua, immateriil S$100 juta, terkait dengan kegiatan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk-produk dengan menggunakan merek Cap Kaki Tiga secara tidak sah dan tanpa hak, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat.
Sementara itu, pada sidang yang diketuai Majelis Hakim Panusunan Harahap, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, 22 September 2008, penggugat menyebutkan pihaknya telah menggunakan merek Cap Kaki Tiga di Singapura sejak 1937, dan merek tersebut diklaim telah terkenal di dunia internasional hingga saat ini.
Perusahaan asal Singapura itu juga mengklaim Sinde Budi Sentosa tidak membayar royalti secara kontinu, tidak menyampaikan laporan produksi dan atau penjualan produk yang menggunakan merek Cap Kaki Tiga, serta menghilangkan gambar atau logo Kaki Tiga dari kemasan produk Cap Kaki Tiga.
Sejak 2000, menurut penggugat, pihaknya berupaya untuk membahas masalah pembuatan suatu perjanjian lisensi. Mengingat perundingan tidak mencapai titik temu, pada Februari 2008 penggugat mengumumkan pemberitahuan di media massa bahwa pihaknya tidak mempunyai hubungan kerja sama lagi dengan tergugat. Ya, kini larutan itu memanas!. simon leo siahaan, yoyok b pracahyo
Lisensi Sejak 1978
Merasa dirugikan, Sinde Budi menggugat balik Wen Ken di Pengadilan Negeri Bekasi. Alasannya, Wen Ken telah menghentikan perjanjian lisensi secara sepihak terhitung 7 Februari 2008 dan berniat mengalihkan lisensi merek Cap Kaki Tiga ke pihak lain.
Dalam gugatan yang didaftarkan pada 28 Oktober 2008 lalu, Sinde Budi menilai pengakhiran itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian. Bahkan, Sinde Budi menuding perusahaan asal Singapura itu telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
Dalam gugatannya, perusahaan itu meminta agar pengadilan menyatakan perikatan lisensi merek Cap Kaki Tiga antara kedua pihak adalah sah dan mengikat menurut hukum, serta menyatakan pengakhiran lisensi yang dilakukan Wen Ken adalah tidak sah dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Dalil itu mengacu pada pasal 1338 KUHPerdata, dimana perikatan dapat dibatalkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Lalu pasal 1266 KUHPerdata menentukan pembatalan perjanjian secara sepihak harus diajukan ke pengadilan. Sinde Budi menilai penghentian itu merupakan perbuatan melawan hukum.
"Kami juga menuntut Wen Ken membayar ganti rugi yang jumlahnya Rp 800 miliar, sebagai pengganti biaya promosi, kerugian bisnis berupa potential loss, kerugian investasi berupa pabrik, tanah, dll," ujar Andi F Simangunsong, salah satu kuasa hukum Sinde Budi, belum lama ini.
Akibat pembatalan perjanjian itu, Sinde Budi mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp200 miliar sebagai komprensasi biaya promosi yang telah dikeluarkan. Dengan pengakhiran sepihak itu promosi produk Cap Kaki Tiga menjadi sia-sia dan tidak bernilai lagi.
Selain itu, Sinde Budi mengalami kerugian bisnis berupa potensi kerugian pendapatan (loss profit) sebesar 5% dari total omset per tahun selama 10 tahun yaitu Rp200 miliar. Termasuk pula kerugian investasi berupa alat produksi, tanah dan bangunan yang berjumlah Rp200 miliar. Kerugian immateriil juga diperhitungkan sebesar Rp200 miliar. Sehingga total seluruh ganti rugi sebesar Rp800 miliar.
Sebelumnya, pada 1976 Direktorat Paten menolak pendaftaran Cap Kaki Tiga lantaran memiliki kemiripan dengan merek Kaki Tiga Roda yang lebih dulu terdaftar. Akhirnya pada 1979 merek Kaki Tiga Roda milik Thee Tek Seng dibeli oleh Sinde Budi yang dibiayai Tjioe Budi Yuwono, salah satu pemegang saham Sinde Budi. Karena itulah bisnis Cap Kaki Tiga bisa berjalan hingga sekarang.
Sinde Budi malah balik menuding Wen Ken yang tidak beritikad baik saat menyusun draft perjanjian lisensi. Sebab meski sudah mencapai kesepakatan pada 29 Januari 2008, sehari kemudian Wen Ken tidak mau menandatangani perjanjian tersebut. Namun demikian, Sinde Budi masih mau bernegosiasi meskipun akhirnya tidak tercapai kesepakatan.
Soal pembayaran royalti, Sinde Budi menyatakan sudah melaksanakannya dalam pembayaran sekaligus (lump sum) tanpa memperhitungkan jumlah yang akan diproduksi. Beberapa tahun terakhir disepakati pembayaran royalti sebesar S$660 ribu per tahun. Jumlah royalti yang dibayarkan sejak 1978 hingga 30 April 2008 mencapai S$4,962 juta. Sementara soal pelaporan hasil produksi dan penjualan, Sinde Budi tidak wajib dilaporkan pada Wen Ken. simon, yoyok
Pada 1978, PT Sinde Budi Sentosa menerima lisensi untuk penggunaan merek dagang cap Kaki Tiga dari Wen Ken Drug Singapore. Namun, lantaran persyaratan yang diminta pemilik merek Kaki Tiga begitu berat, PT Sinde Budi Sentosa memutuskan memproduksi larutan penyegar cap Badak.
"Perubahan ini adalah non teknis, pemberi lisensi dari Singapura Wen Ken kepada Sinde Budi Sentosa memberatkan dari segi hukum dan lainnya. Maka manajemen Sinde Budi Sentosa mengambil keputusan ganti merek logo dari cap Kaki Tiga menjadi cap Badak," kata Presiden Direktur perusahaan tersebut, Budi Yuwono, dalam tayangan Usaha Anda, Sabtu (23/7).
PT Sinde Budi Sentosa merupakan perusahaan farmasi yang memproduksi dengan fasilitas modern seusai dengan standar Good Manufacturing Practice. Sinde juga telah mendapat pengakuan dari Majelis Ulama Indonesia dengan dikeluarkannya sertifikat halal pada 2007.
"Semua produk yang mendapat sertifikat halal sudah sesuai standar SOP. Artinya kalau Sinde sudah mendapat sertifikat halal sudah jelas layak untuk dikonsumsi karena dia pun mendapat izin dari badan POM untuk izin edar," ujar Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika MUI Usmena Gunawan.
Kinocare Pemegang Lisensi Baru Cap Kaki Tiga
Liputan6.com, Jakarta: Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga sudah dipercaya masyarakat Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Pionir di industri larutan penyegar ini merupakan produk dari perusahaan farmasi Wen Ken Drugs.
"Wen Ken Drugs adalah perusahaan farmasi pemilik merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga. Diproduksi sejak tahun 1937, Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga telah hadir selama 74 tahun dan 30 tahun menemani masyarakat Indonesia," tutur Direktur Wen Ken Drug Fu Siang Jin di tayangan Usaha Anda SCTV, Sabtu (10/9).
Seiring berjalannya waktu, Indonesia dipercaya untuk terus memasarkan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga. Lisensi produk diserahkan dari Wen Ken Drugs ke Kino Group, yang telah memperoleh izin Badan Pengawas Obat dan Makanan.
"Saat ini di Indonesia yang ditunjuk sebagai pemegang lisensi Merek Cap Kaki Tiga untuk produk Larutan Penyegar dengan etiket merek yang menggunakan Karakter Badak Bercula adalah Kino Group," tutur Gunawan Widjaja, kuasa hukum Wen Ken Drugs.
"Kami akan selalu menjaga kerahasiaan dan keabsahan formulasi dari Wen Ken Drugs. Perusahaan lain belum tentu bisa memiliki keistimewaan ini," papar CEO PT. Kinocare Era Kosmetindo Harry Sanusi.
"Pabrik kami telah memiliki sertifikasi CPOTB, menjalankan GMP, memiliki sertifikasi ISO 9000 versi 2008 dari standar ISO SGS. Untuk produk Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga, kami telah memiliki sertifikasi halal dari MUI," ujar Kepala Pabrik PT Kinocare Era Kosmetindo Joko Guntoro.
Jangan sampai salah membedakan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang asli dengan yang palsu. Produk asli memiliki logo Cap Kaki Tiga, tulisan merek Cap Kaki Tiga, dan gambar badak. Ingat larutan penyegar, ya Cap Kaki Tiga, tidak ada yang lain.(WIL/ULF)
Larutan Cap Kaki Tiga Tidak Berganti Nama Jadi Cap Badak
Jakarta (GNI),- Bertempat Di Hotel Niko Jakarta -Pusat Selasa 13 September 2011 Pemilik Merek Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA Wen Ken Drugs Pte Ltd (WKD ) asal singapura ,telah memberi Lisensi kepada PT Kinocare Era Kosmetindo (Kino) untuk memproduksi larutan penyegar Cap KAKI TIGA di Indonesia sesuai dengan merek aslinya dan tidak berganti nama menjadi Cap BADAK, pernyataan ini disampaikan saat menggelar jumpa pers kemarin.
Lisensi dari WKD tersebut diberikan kepada Kino pada tanggal 28 April 2011 dan memberikan kewenangan kepada Kino untuk memproduksi, menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk di Indonesia. Sementara, kerja sama WKD dengan perusahaan manufaktur Indonesia yang lama telah berakhir pada tanggal 4 Februari 2008 yang dikuatkan dengan putusan pengadilan.
Bisnis Manufaktur sudah dijalankan Harry. Sejak tahun 1999. Kini, pabrik Kino telah memiliki sertifikasi CPOTB, menjalankan GMP, serta memiliki sertifikasi ISO 9000 versi. 2008 dari standar ISO SGS.
Untuk Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA, Kino telah memiliki sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. "Kami akan selalu menjaga Kerahasiaan dan keabsahan formulasi dari Wen Ken Drugs. Perusahaan lain belum tentu bisa memiliki keistimewaan ini " kata Harry.
Etiket merek Cap KAKI TIGA dengan lukisan Badak sepenuhnya. Adalah milik WKD sejak tahun 1973. Keseluruhan etiket merek tersebut mengandung lukisan Badak yang berdiri di atas batu, latar belakang berupa gambara gunung, sungai, dan sawah, serta tulisan LARUTAN. PENYEGAR. Dalam berbagai bahasa yang merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Wen Ken Drugs adalah perusahaan Farmasi pemilik merek Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA yang diproduksi sejak tahun 1973. Larutan penyegar Cap KAKI TIGA telah hadir selama 74 tahun dan 30 tahun menemani masyarakat Indonesia, "tutur Direktur Wen Ken Drugs Fu Siang Jeen.
Kino berharap mitra lama WKD melakukan bisnis dengan itikad baik dan bersaing secara sehat' kami juga berharapa perkara hukum atas merek Cap KAKI TIGA dengan lukisan badak bisa segera tuntas agar kami bisa berbisnis dengan nyaman ."Ujar Harry.
Penjualan naik 20%
Kino menargetkan pertumbuhan penjualan di 2011 naik 20% dibandingkan tahun lalu dengan nominal penjualan antara Rp 1 triliun - Rp 2 triliun di tahun lalu. Penjualan tak hanya di dukung produk larutan penyegar tapi juga merek consumer goods lainnya seperti Sleek, Absolute, Ovale, dan sebagainya.
Kaki Tiga Masuk Pengadilan
Tak banyak yang peduli dengan perkara niaga “kaki tiga” ini. Wajar, karena sebagian besar pengunjung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat lebih akrab dengan perkara “kaki dua”, perdata atau pidana, yang memang bejibun jumlahnya.
Alkisah “Kaki Tiga” menjadi akrab di telinga tak bisa lepas dari peran PT Sinde Budi Sentosa, sebuah perusahaan farmasi yang berdiri sejak 1978. Melalui produk larutan penyegar dalam botol, perusahaan yang semula bermarkas di Tambun, Jawa Barat itu, pada tahun 1981 langsung menyodok selera konsumen.
Maklum, larutan tersebut tanpa rasa, tanpa warna, tanpa bahan pengawet dan murah. Merek “Kaki Tiga” memang hoki, karena sejak itu PT Sinde Budi Sentosa langsung melakukan pengembangan produk, di antaranya membuat tujuh rasa berbeda dalam kemasan kaleng dan juga dalam bentuk kaleng yang beragam sebagai produk baru, memperluas ragam produk dengan memproduksi versi baru dari Balsem Pala (Bapala) dan sekaligus memperluas distribusinya dengan penambahan gudang seluas 6.000 m2.
Tak cuma itu, pada 1995 PT Sinde Budi Sentosa memperoleh lisensi Sirup Obat Batuk Nin Jiam Pei Pa Koa dari Hong Kong, dan Pil Chi Kit Teck Aun dari Malaysia dan memindahkan kantor pusat ke Wisma SMR di Jakarta Utara. Sementara pada tahun 2002, PT Sinde Budi Sentosa memperkenalkan Ena’O, minuman energi, dan mendiversifikasikannya ke dalam kemasan botol, kaleng dan sachet bubuk dan sachet cair.
Namun, pada Februari 2008 lalu, kehandalan pengelola mengembangkan menjadi perusahaan farmasi ternama tercoreng. Bahkan, sejak Maret 2008, saat sejumlah koran mengumumkan PT Sinde Budi Sentosa bukan pemegang lisensi merek Cap Kaki Tiga. Sang induk pengumuman, Wen Ken Drug Co Pte Ltd, perusahaan yang berkedudukan di Singapura, mengungkapkan bahwa Wen Ken Drug adalah pemilik sah merek dagang “Cap Kaki Tiga”, termasuk produk larutan penyegar Cap Kaki Tiga.
Selain itu, Wen Ken Drug juga mengumuman telah menunjuk PT Tiga Sinar Mestika sebagai kuasa dari Wen Ken Drug terhitung sejak 2 Juni 2008. PT Tiga Sinar Mestika akan membantu Wen Ken Drug mencari calon penerima lisensi merek dagang di Indonesia. Pada hari yang sama, PT Tiga Sinar Mestika juga mengumumkan undangan resmi kepada siapapun (termasuk PT Sinde Budi Sentosa) yang berminat menjadi calon penerima lisensi merek dagang.
Pengumuman Sinde juga memperingatkan Wen Ken Drug “untuk tetap menghormati hukum, dengan tidak mengalihkan lisensi merek ‘Cap Kaki Tiga’ kepada pihak lain sebelum adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang mengakhiri lisensi antara Wen Ken Drug dengan Sinde Budi Sentosa.
Kaki Menggugat
Tak cukup dengan gertak pengumuman, pada 22 September 2008, PT Tiga Sinar Mestika, selaku substitusi dari perusahaan asal Singapura Wen Ken Drug Co Pte Ltd, menggugat PT Sinde Budi Sentosa, produsen Cap Kaki Tiga, melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, Tiga Sinar Mestika meminta Pengadilan memerintahkan Sinde Budi Sentosa menghentikan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk dengan merek Cap Kaki Tiga yang antara lain berupa produk larutan penyegar, balsem, puyer sakit kepala, obat kurap, dan salep kulit.
Penggugat menuntut dua macam ganti rugi materiil. Pertama, kerugian materiil yang terkait dengan pembayaran royalti oleh tergugat kepada penggugat sejumlah 1% dari penjualan tergugat per tahun terhitung sejak 1978. Kedua, kerugian material terkait dengan upaya penghilangan logo Kaki Tiga, sejumlah S$1 juta per tahun, terhitung dari 2000. Nilai S$1 juta ini diklaim setara dengan biaya promosi produk Cap Kaki Tiga.
Penggugat juga menuntut dua macam ganti rugi immateriil. Pertama, immateriil S$100 juta, terkait dengan upaya penghilangan logo Cap Kaki Tiga, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat. Kedua, immateriil S$100 juta, terkait dengan kegiatan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk-produk dengan menggunakan merek Cap Kaki Tiga secara tidak sah dan tanpa hak, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat.
Sementara itu, pada sidang yang diketuai Majelis Hakim Panusunan Harahap, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, 22 September 2008, penggugat menyebutkan pihaknya telah menggunakan merek Cap Kaki Tiga di Singapura sejak 1937, dan merek tersebut diklaim telah terkenal di dunia internasional hingga saat ini.
Perusahaan asal Singapura itu juga mengklaim Sinde Budi Sentosa tidak membayar royalti secara kontinu, tidak menyampaikan laporan produksi dan atau penjualan produk yang menggunakan merek Cap Kaki Tiga, serta menghilangkan gambar atau logo Kaki Tiga dari kemasan produk Cap Kaki Tiga.
Sejak 2000, menurut penggugat, pihaknya berupaya untuk membahas masalah pembuatan suatu perjanjian lisensi. Mengingat perundingan tidak mencapai titik temu, pada Februari 2008 penggugat mengumumkan pemberitahuan di media massa bahwa pihaknya tidak mempunyai hubungan kerja sama lagi dengan tergugat. Ya, kini larutan itu memanas!. simon leo siahaan, yoyok b pracahyo
Lisensi Sejak 1978
Merasa dirugikan, Sinde Budi menggugat balik Wen Ken di Pengadilan Negeri Bekasi. Alasannya, Wen Ken telah menghentikan perjanjian lisensi secara sepihak terhitung 7 Februari 2008 dan berniat mengalihkan lisensi merek Cap Kaki Tiga ke pihak lain.
Dalam gugatan yang didaftarkan pada 28 Oktober 2008 lalu, Sinde Budi menilai pengakhiran itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian. Bahkan, Sinde Budi menuding perusahaan asal Singapura itu telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
Dalam gugatannya, perusahaan itu meminta agar pengadilan menyatakan perikatan lisensi merek Cap Kaki Tiga antara kedua pihak adalah sah dan mengikat menurut hukum, serta menyatakan pengakhiran lisensi yang dilakukan Wen Ken adalah tidak sah dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Dalil itu mengacu pada pasal 1338 KUHPerdata, dimana perikatan dapat dibatalkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Lalu pasal 1266 KUHPerdata menentukan pembatalan perjanjian secara sepihak harus diajukan ke pengadilan. Sinde Budi menilai penghentian itu merupakan perbuatan melawan hukum.
"Kami juga menuntut Wen Ken membayar ganti rugi yang jumlahnya Rp 800 miliar, sebagai pengganti biaya promosi, kerugian bisnis berupa potential loss, kerugian investasi berupa pabrik, tanah, dll," ujar Andi F Simangunsong, salah satu kuasa hukum Sinde Budi, belum lama ini.
Akibat pembatalan perjanjian itu, Sinde Budi mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp200 miliar sebagai komprensasi biaya promosi yang telah dikeluarkan. Dengan pengakhiran sepihak itu promosi produk Cap Kaki Tiga menjadi sia-sia dan tidak bernilai lagi.
Selain itu, Sinde Budi mengalami kerugian bisnis berupa potensi kerugian pendapatan (loss profit) sebesar 5% dari total omset per tahun selama 10 tahun yaitu Rp200 miliar. Termasuk pula kerugian investasi berupa alat produksi, tanah dan bangunan yang berjumlah Rp200 miliar. Kerugian immateriil juga diperhitungkan sebesar Rp200 miliar. Sehingga total seluruh ganti rugi sebesar Rp800 miliar.
Sebelumnya, pada 1976 Direktorat Paten menolak pendaftaran Cap Kaki Tiga lantaran memiliki kemiripan dengan merek Kaki Tiga Roda yang lebih dulu terdaftar. Akhirnya pada 1979 merek Kaki Tiga Roda milik Thee Tek Seng dibeli oleh Sinde Budi yang dibiayai Tjioe Budi Yuwono, salah satu pemegang saham Sinde Budi. Karena itulah bisnis Cap Kaki Tiga bisa berjalan hingga sekarang.
Sinde Budi malah balik menuding Wen Ken yang tidak beritikad baik saat menyusun draft perjanjian lisensi. Sebab meski sudah mencapai kesepakatan pada 29 Januari 2008, sehari kemudian Wen Ken tidak mau menandatangani perjanjian tersebut. Namun demikian, Sinde Budi masih mau bernegosiasi meskipun akhirnya tidak tercapai kesepakatan.
Soal pembayaran royalti, Sinde Budi menyatakan sudah melaksanakannya dalam pembayaran sekaligus (lump sum) tanpa memperhitungkan jumlah yang akan diproduksi. Beberapa tahun terakhir disepakati pembayaran royalti sebesar S$660 ribu per tahun. Jumlah royalti yang dibayarkan sejak 1978 hingga 30 April 2008 mencapai S$4,962 juta. Sementara soal pelaporan hasil produksi dan penjualan, Sinde Budi tidak wajib dilaporkan pada Wen Ken. simon, yoyok
sumber
bagi yg udah ISO minta










Spoiler for maaf:
maaf ya thread nya acak2an maklum masih baru

Spoiler for trit ane yg laen:
Diubah oleh fahmi.adnizar 13-06-2013 10:41
0
55.5K
Kutip
71
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan