- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[SHARE] ABOUT JAKARTA
TS
vantheglank
[SHARE] ABOUT JAKARTA
semoga thread ane berguna buat semua warga kaskuser di bawah ini adalah semua Gubernur yang pernah menjabat di jakarta ,,
mohon maap klo threadnya berantakan ,, sampe saat ini ane masih belajar untuk membuat thread yang rapi dan berkualitas
semoga thread ane berguna buat semua warga kaskuser
di bawah ini adalah semua Gubernur-Gubernur yang pernah menjabat di jakarta ,, apa aja sih yang udah di lakukan dan belum tercapai program2 dari gubernur jakarta?? cekidot
kalo berkenan ane minta
sama
klo thread kurang menarik ane minta maaf dan please jangan di
TO BE CONTINUED
maapin klo
bagi rekan2 yang ingin menambahkan monggo di komeng di bawah
mohon maap klo threadnya berantakan ,, sampe saat ini ane masih belajar untuk membuat thread yang rapi dan berkualitas
semoga thread ane berguna buat semua warga kaskuser
di bawah ini adalah semua Gubernur-Gubernur yang pernah menjabat di jakarta ,, apa aja sih yang udah di lakukan dan belum tercapai program2 dari gubernur jakarta?? cekidot
Spoiler for Raden Suwiryo:
Raden Suwiryo (1945-1947)
Raden Suwiryo (lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 17 Februari 1903 – meninggal di Jakarta, 27 Agustus 1967 pada umur 64 tahun) adalah seorang tokoh pergerakan Indonesia. Beliau juga pernah menjadi Walikota Jakarta dan Ketua Umum PNI. Beliau juga pernah menjadi Wakil Perdana Mentri pada Kabinet Sukiman-Suwiryo.
Pendidikan dan pekerjaan
Suwiryo menamatkan AMS dan kuliah di Rechtshogeschool namun tidak tamat. Suwiryo sempat bekerja sebentar di Centraal Kantoor voor de Statistik. Kemudia ia bergiat di bidang partikelir, menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian memimpin majalah Kemudi. Menjadi pegawai pusat Bowkas "Beringin" sebuah kantor asuransi. Pernah juga menjadi pengusaha obat di Cepu.
Awal perjuangan
Di masa mudanya Suwiryo aktif dalam perhimpunan pemuda Jong Java dan kemudian PNI. Setelah PNI bubar tahun 1931, Suwiryo turut mendirikan Partindo. Pada zaman kependudukan Jepang, Suwiryo aktif di Jawa Hokokai dan Putera.
Menjadi Wakil Walikota Jakarta
Proses Suwiryo menjabat sebagai wali kota dimulai pada Juli 1945 pada masa pendudukan Jepang. Kala itu dia menjabat sebagai wakil wali kota pertama Jakarta, sedangkan yang menjadi wali kota seorang pembesar Jepang (Tokubetsyu Sityo) dan wakil wali kota kedua adalah Baginda Dahlan Abdullah. Dengan kapasitasnya sebagai wakil wali kota, secara diam-diam Suwiryo melakukan nasionalisasi pemerintahan dan kekuasaan kota.
Peralihan kekuasaan dari Jepang
Pada 10 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu setelah bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki. Berita takluknya Jepang ini sengaja ditutup-tutupi. Tapi Suwiryo, dengan berani menanggung segala akibat menyampaikan kekalahan Jepang ini pada masyarakat Jakarta dalam suatu pertemuan. Hingga demam kemerdekaan melanda Ibu Kota, termasuk meminta Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Perpindahan kekuasaan dari Jepang dilakukan tanggal 19 September 1945 dan Suwiryo ditunjuk jadi Walikota Jakarta tanggal 23 September 1945.
Setelah proklamasi kemerdekaan
Ketika kedua pemimpin bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan, Suwiryo-lah salah seorang yang bertanggungjawab atas terselenggaranya proklamasi di kediaman Bung Karno. Semula akan diselenggarakan di Lapangan Ikada (kini Monas) tapi karena balatentara Jepang masih gentayangan dengan senjata lengkap, dipilih di kediaman Bung Karno.
SUMBER
Raden Suwiryo (lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 17 Februari 1903 – meninggal di Jakarta, 27 Agustus 1967 pada umur 64 tahun) adalah seorang tokoh pergerakan Indonesia. Beliau juga pernah menjadi Walikota Jakarta dan Ketua Umum PNI. Beliau juga pernah menjadi Wakil Perdana Mentri pada Kabinet Sukiman-Suwiryo.
Pendidikan dan pekerjaan
Suwiryo menamatkan AMS dan kuliah di Rechtshogeschool namun tidak tamat. Suwiryo sempat bekerja sebentar di Centraal Kantoor voor de Statistik. Kemudia ia bergiat di bidang partikelir, menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian memimpin majalah Kemudi. Menjadi pegawai pusat Bowkas "Beringin" sebuah kantor asuransi. Pernah juga menjadi pengusaha obat di Cepu.
Awal perjuangan
Di masa mudanya Suwiryo aktif dalam perhimpunan pemuda Jong Java dan kemudian PNI. Setelah PNI bubar tahun 1931, Suwiryo turut mendirikan Partindo. Pada zaman kependudukan Jepang, Suwiryo aktif di Jawa Hokokai dan Putera.
Menjadi Wakil Walikota Jakarta
Proses Suwiryo menjabat sebagai wali kota dimulai pada Juli 1945 pada masa pendudukan Jepang. Kala itu dia menjabat sebagai wakil wali kota pertama Jakarta, sedangkan yang menjadi wali kota seorang pembesar Jepang (Tokubetsyu Sityo) dan wakil wali kota kedua adalah Baginda Dahlan Abdullah. Dengan kapasitasnya sebagai wakil wali kota, secara diam-diam Suwiryo melakukan nasionalisasi pemerintahan dan kekuasaan kota.
Peralihan kekuasaan dari Jepang
Pada 10 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu setelah bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki. Berita takluknya Jepang ini sengaja ditutup-tutupi. Tapi Suwiryo, dengan berani menanggung segala akibat menyampaikan kekalahan Jepang ini pada masyarakat Jakarta dalam suatu pertemuan. Hingga demam kemerdekaan melanda Ibu Kota, termasuk meminta Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Perpindahan kekuasaan dari Jepang dilakukan tanggal 19 September 1945 dan Suwiryo ditunjuk jadi Walikota Jakarta tanggal 23 September 1945.
Setelah proklamasi kemerdekaan
Ketika kedua pemimpin bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan, Suwiryo-lah salah seorang yang bertanggungjawab atas terselenggaranya proklamasi di kediaman Bung Karno. Semula akan diselenggarakan di Lapangan Ikada (kini Monas) tapi karena balatentara Jepang masih gentayangan dengan senjata lengkap, dipilih di kediaman Bung Karno.
SUMBER
Spoiler for Pict:
Spoiler for Sjamsuridjal:
Sjamsuridjal (1951-1953)
Sebelum menjadi Wali Kota Jakarta Raya, Sjamsuridjal menjabat Wali Kota Bandung dan Solo. Kebijakan yang cukup terkenal pada masa kepemimpinannya adalah mengenai masalah listrik. Walau begitu, ia juga memberi prioritas pada masalah air minum, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kebijakan atas tanah. Guna mengatasi masalah listrik yang sering padam, Sjamsuridjal membangun pembangkit listrik di Ancol. Adapun untuk meningkatkan penyediaan air minum, dia membangun penyaringan air di Karet, penambahan pipa, peningkatan suplai air dari Bogor. Di bawah pemerintahan Sjamsuridjal, bidang pendidikan juga mendapat perhatian. Ia mendukung pengembangan Universitas Indonesia.
SUMBER
Sebelum menjadi Wali Kota Jakarta Raya, Sjamsuridjal menjabat Wali Kota Bandung dan Solo. Kebijakan yang cukup terkenal pada masa kepemimpinannya adalah mengenai masalah listrik. Walau begitu, ia juga memberi prioritas pada masalah air minum, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kebijakan atas tanah. Guna mengatasi masalah listrik yang sering padam, Sjamsuridjal membangun pembangkit listrik di Ancol. Adapun untuk meningkatkan penyediaan air minum, dia membangun penyaringan air di Karet, penambahan pipa, peningkatan suplai air dari Bogor. Di bawah pemerintahan Sjamsuridjal, bidang pendidikan juga mendapat perhatian. Ia mendukung pengembangan Universitas Indonesia.
SUMBER
Spoiler for Pict:
Spoiler for Sudiro:
Sudiro (1953-1960)
Sudiro menggantikan Sjamsuridjal. Ia memimpin pemerintahan Kota Praja Jakarta Raya antara 1953-1960, di mana dari 1953 sampai 1958 ia menjabat walikota; ketika Jakarta mendapat status administratif tingkat pertama, Sjamsuridjal sebagai gubernur dari 1958-1960.
Salah satu kebijakan yang sampai sekarang dipakai adalah pemecahan wilayah terkecil, Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK) yang kemudian jadi rukun warga (RW). Selain itu, ia juga memecah Jakarta sebagai satu kesatuan menjadi tiga wilayah administratif yang disebut kebupaten dan dikepalai oleh seorang patih. Tiga wilayah tersebut adalah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan.
Sudiro punya keinginan yang menggelora untuk melestarikan gedung-gedung bersejarah dan monumen. Ide membangun Monumen Nasional (Monas) lahir di bawah kepemimpinan Sudiro. Inisiatifnya berasal dari Sarwoko. Presiden Soekarno pun mendukung gagasan tersebut. Adapun pelaksanaan pembangunan dilakukan pada masa kepemimpinan Soemarmo. Pada Desember 1959, Sudiro memutuskan tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai kepala pemerintahan Jakarta.
SUMBER
Sudiro menggantikan Sjamsuridjal. Ia memimpin pemerintahan Kota Praja Jakarta Raya antara 1953-1960, di mana dari 1953 sampai 1958 ia menjabat walikota; ketika Jakarta mendapat status administratif tingkat pertama, Sjamsuridjal sebagai gubernur dari 1958-1960.
Salah satu kebijakan yang sampai sekarang dipakai adalah pemecahan wilayah terkecil, Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK) yang kemudian jadi rukun warga (RW). Selain itu, ia juga memecah Jakarta sebagai satu kesatuan menjadi tiga wilayah administratif yang disebut kebupaten dan dikepalai oleh seorang patih. Tiga wilayah tersebut adalah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan.
Sudiro punya keinginan yang menggelora untuk melestarikan gedung-gedung bersejarah dan monumen. Ide membangun Monumen Nasional (Monas) lahir di bawah kepemimpinan Sudiro. Inisiatifnya berasal dari Sarwoko. Presiden Soekarno pun mendukung gagasan tersebut. Adapun pelaksanaan pembangunan dilakukan pada masa kepemimpinan Soemarmo. Pada Desember 1959, Sudiro memutuskan tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai kepala pemerintahan Jakarta.
SUMBER
Spoiler for Pict:
Spoiler for Soemarno:
Soemarno (1960-1964)
Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya yang satu ini adalah seorang dokter yang juga brigadir jenderal TNI. Pada periode dia sebagai gubernur, masalah besar menghadang, terutama berkaitan dengan pembebasan Irian Jaya dan demonstrasi ganyang Malaysia.
Pada periode kepemimpinan Soemarmo, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum. Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, terdiri dari dua lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja. Proyek pertama rumah minimum dibangun di Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok, dan Bandengan Selatan. Setelah selesai masa baktinya, Soemarmo menjabat Menteri Dalam Negeri.
SUMBER
Dr. Soemarno Sosroatmodjo (lahir di Rambipuji, Jember, Jawa Timur, 24 April 1911 – meninggal di Jakarta, 9 Januari 1991 pada umur 79 tahun) adalah salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta yang pernah menjabat dalam dua periode yaitu periode 1960 - 1964 dan periode 1965 - 1966. Selain berasal dari militer beliau juga adalah seorang dokter. Pada masa kepemimpinannya beberapa masalah menghadang, terutama berkaitan dengan pembebasan Irian Jaya dan demonstrasi Ganyang Malaysia.
Pada masa kepemimpinannya, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum. Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, terdiri dari dua lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja. Proyek pertama rumah minimum dibangun di Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok, dan Bandengan Selatan.
Setelah selesai masa baktinya, Soemarno menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan jabatan Gubernur Jakarta dilanjutkan oleh Henk Ngantung. Dalam masa inilah Soemarno merangkap jabatan sebagai Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Jakarta atas perintah Presiden Soekarno, karena kesehatan Henk Ngantung yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan jabatannya.
Sebelum zaman kemerdekaan, beliau pernah menjadi direktur Rumah Sakit Hanggulan Sinta yang berlokasi di kampung Barimba, kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada tahun 1939. Rumah Sakit tersebut pernah pindah ke Jl. Kapten Pierre Tendean, sebelum akhirnya pindah ke Jl. Tambun Bungai No. 16 dengan nama RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
SUMBER
Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya yang satu ini adalah seorang dokter yang juga brigadir jenderal TNI. Pada periode dia sebagai gubernur, masalah besar menghadang, terutama berkaitan dengan pembebasan Irian Jaya dan demonstrasi ganyang Malaysia.
Pada periode kepemimpinan Soemarmo, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum. Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, terdiri dari dua lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja. Proyek pertama rumah minimum dibangun di Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok, dan Bandengan Selatan. Setelah selesai masa baktinya, Soemarmo menjabat Menteri Dalam Negeri.
SUMBER
Dr. Soemarno Sosroatmodjo (lahir di Rambipuji, Jember, Jawa Timur, 24 April 1911 – meninggal di Jakarta, 9 Januari 1991 pada umur 79 tahun) adalah salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta yang pernah menjabat dalam dua periode yaitu periode 1960 - 1964 dan periode 1965 - 1966. Selain berasal dari militer beliau juga adalah seorang dokter. Pada masa kepemimpinannya beberapa masalah menghadang, terutama berkaitan dengan pembebasan Irian Jaya dan demonstrasi Ganyang Malaysia.
Pada masa kepemimpinannya, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum. Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, terdiri dari dua lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja. Proyek pertama rumah minimum dibangun di Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok, dan Bandengan Selatan.
Setelah selesai masa baktinya, Soemarno menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan jabatan Gubernur Jakarta dilanjutkan oleh Henk Ngantung. Dalam masa inilah Soemarno merangkap jabatan sebagai Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Jakarta atas perintah Presiden Soekarno, karena kesehatan Henk Ngantung yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan jabatannya.
Sebelum zaman kemerdekaan, beliau pernah menjadi direktur Rumah Sakit Hanggulan Sinta yang berlokasi di kampung Barimba, kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada tahun 1939. Rumah Sakit tersebut pernah pindah ke Jl. Kapten Pierre Tendean, sebelum akhirnya pindah ke Jl. Tambun Bungai No. 16 dengan nama RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
SUMBER
Spoiler for Pict:
Spoiler for Henk Ngantung (1964-1965):
Henk Ngantung (1964-1965)
Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan nama Henk Ngantung (lahir di Manado, Sulawesi Utara, 1 Maret 1921 – meninggal di Jakarta, 12 Desember 1991 pada umur 70 tahun) adalah seorang berdarah Tionghoa dan pelukis Indonesia dan Gubernur Jakarta untuk periode 1964-1965.
Karya
Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan yang berada di bundaran Hotel Indonesia merupakan hasil sketsa Henk. Ide pembuatan patung ini berasal dari Presiden Soekarno dan design awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung yang pada saat itu merupakan wakil Gubernur DKI Jakarta. Henk juga membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad namun ironisnya, hal tersebut belum diakui oleh pemerintah. Lukisan hasil karya Henk antara lain adalah Ibu dan Anak yang merupakan hasil karya terakhirnya.
SUMBER
Sebelum menjadi Gubernur Jakarta, Henk Ngantung dikenal sebagai pelukis tanpa pendidikan formal. Bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, ia turut mendirikan "Gelanggang". Ngantung juga pernah menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok, 1955-1958. Seniman yang tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) ini merupakan pemrakarsa berdirinya Sanggar Gotong Royong.
Sebelum diangkat jadi Gubernur Jakarta, ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai deputi gubernur di bawah Soemarno. Saat itu, banyak juga kalangan yang protes atas pengangkatan Ngantung. Soekarno ingin Ngantung bisa menjadikan Jakarta sebagai kota budaya. Dan, Ngantung dinilainya memiliki bakat artistik. Salah satu pengalaman yang barangkali menarik ialah tatkala presiden memanggilnya ke istana hanya untuk mengatakan bahwa pohon-pohon di tepi jalan yang baru saja dilewati dikurangi. Masalah pengemis yang merusak pemandangan Jakarta tak lepas dari perhatian Ngantung. Tapi, semua upaya untuk itu tak berhasil.
SUMBER
Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan nama Henk Ngantung (lahir di Manado, Sulawesi Utara, 1 Maret 1921 – meninggal di Jakarta, 12 Desember 1991 pada umur 70 tahun) adalah seorang berdarah Tionghoa dan pelukis Indonesia dan Gubernur Jakarta untuk periode 1964-1965.
Karya
Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan yang berada di bundaran Hotel Indonesia merupakan hasil sketsa Henk. Ide pembuatan patung ini berasal dari Presiden Soekarno dan design awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung yang pada saat itu merupakan wakil Gubernur DKI Jakarta. Henk juga membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad namun ironisnya, hal tersebut belum diakui oleh pemerintah. Lukisan hasil karya Henk antara lain adalah Ibu dan Anak yang merupakan hasil karya terakhirnya.
SUMBER
Sebelum menjadi Gubernur Jakarta, Henk Ngantung dikenal sebagai pelukis tanpa pendidikan formal. Bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, ia turut mendirikan "Gelanggang". Ngantung juga pernah menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok, 1955-1958. Seniman yang tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) ini merupakan pemrakarsa berdirinya Sanggar Gotong Royong.
Sebelum diangkat jadi Gubernur Jakarta, ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai deputi gubernur di bawah Soemarno. Saat itu, banyak juga kalangan yang protes atas pengangkatan Ngantung. Soekarno ingin Ngantung bisa menjadikan Jakarta sebagai kota budaya. Dan, Ngantung dinilainya memiliki bakat artistik. Salah satu pengalaman yang barangkali menarik ialah tatkala presiden memanggilnya ke istana hanya untuk mengatakan bahwa pohon-pohon di tepi jalan yang baru saja dilewati dikurangi. Masalah pengemis yang merusak pemandangan Jakarta tak lepas dari perhatian Ngantung. Tapi, semua upaya untuk itu tak berhasil.
SUMBER
Spoiler for Pict:
Spoiler for Ali Sadikin:
H. Ali Sadikin (1966-1977)
Ketika menjadi Gubernur DKI, Ali Sadikin cukup populer di mata warganya. Tak hanya membangun pasar, masjid, puskesmas, sekolah, serta gedung tinggi, Bang Ali, demikian panggilan akrabnya, juga mengarahkan tempat perjudian kasino dengan pengenaan pajak yang tinggi untuk mengisi kas pemda. Selain itu, Bang Ali juga mendirikan Taman Ismail Marzuki. Atas keberhasilan menata Jakarta, sang gubernur yang kharismatik ini menerima hadiah Magsaysay dari Filipina, 1971. "Kepemimpinan tidak dapat bekerja hanya dengan kharisma, pemimpin harus menjadi orang yang siap untuk bekerja," katanya.
Lelaki kelahiran Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 ini menempuh pendidikan dengan berpindah-pindah. Setelah lulus SMP di kota kelahirannya, ia melanjutkan ke SMA di Bandung. Tamat dari Sekolah Pelayaran Tinggi, Semarang, pada 1945. Sejak kecil bercita-cita menjadi pelaut. Ketika revolusi pecah, Ali masuk BKR-Laut, cikal bakal TNI-AL. Ia lalu dikirim ke Tegal, Jawa Tengah, untuk membentuk pangkalan AL. Kesempatan itu ia pergunakan untuk membentuk Korps Marinir. Setelah lama berkiprah di Angkatan Laut, terakhir menjabat Deputi II Menteri Pangal, ia dipercaya menjabat Menteri Perhubungan Laut. Baru kemudian menjadi gubernur.
Namanya masih berkumandang walau sudah tak menjadi gubernur. Anggota Kelompok Kerja Petisi 50 ini dikenal sebagai orang yang bersikap kritis terhadap pemerintahan Orde Baru.
SUMBER
Ali Sadikin (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 – meninggal di Singapura, 20 Mei 2008 pada umur 80 tahun)[1] adalah seorang letnan jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1966. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno. Ali Sadikin menjadi gubernur yang sangat merakyat dan dicintai rakyatnya. Karena itu ia disapa akrab oleh penduduk kota Jakarta dengan panggilan Bang Ali sementara istrinya, Ny. Nani Sadikin, seorang dokter gigi, disapa Mpok Nani.
SUMBER
Ketika menjadi Gubernur DKI, Ali Sadikin cukup populer di mata warganya. Tak hanya membangun pasar, masjid, puskesmas, sekolah, serta gedung tinggi, Bang Ali, demikian panggilan akrabnya, juga mengarahkan tempat perjudian kasino dengan pengenaan pajak yang tinggi untuk mengisi kas pemda. Selain itu, Bang Ali juga mendirikan Taman Ismail Marzuki. Atas keberhasilan menata Jakarta, sang gubernur yang kharismatik ini menerima hadiah Magsaysay dari Filipina, 1971. "Kepemimpinan tidak dapat bekerja hanya dengan kharisma, pemimpin harus menjadi orang yang siap untuk bekerja," katanya.
Lelaki kelahiran Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 ini menempuh pendidikan dengan berpindah-pindah. Setelah lulus SMP di kota kelahirannya, ia melanjutkan ke SMA di Bandung. Tamat dari Sekolah Pelayaran Tinggi, Semarang, pada 1945. Sejak kecil bercita-cita menjadi pelaut. Ketika revolusi pecah, Ali masuk BKR-Laut, cikal bakal TNI-AL. Ia lalu dikirim ke Tegal, Jawa Tengah, untuk membentuk pangkalan AL. Kesempatan itu ia pergunakan untuk membentuk Korps Marinir. Setelah lama berkiprah di Angkatan Laut, terakhir menjabat Deputi II Menteri Pangal, ia dipercaya menjabat Menteri Perhubungan Laut. Baru kemudian menjadi gubernur.
Namanya masih berkumandang walau sudah tak menjadi gubernur. Anggota Kelompok Kerja Petisi 50 ini dikenal sebagai orang yang bersikap kritis terhadap pemerintahan Orde Baru.
SUMBER
Ali Sadikin (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 – meninggal di Singapura, 20 Mei 2008 pada umur 80 tahun)[1] adalah seorang letnan jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1966. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno. Ali Sadikin menjadi gubernur yang sangat merakyat dan dicintai rakyatnya. Karena itu ia disapa akrab oleh penduduk kota Jakarta dengan panggilan Bang Ali sementara istrinya, Ny. Nani Sadikin, seorang dokter gigi, disapa Mpok Nani.
SUMBER
Spoiler for Pict:
Spoiler for Tjokro Pranolo:
Tjokropranolo (1977-1982)
Tjokropranolo (lahir di Temanggoeng, Jawa Tengah, 21 Mei 1924 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 22 Juli 1998 pada umur 74 tahun) atau lebih akrab dengan panggilan Bang Nolly adalah salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta dan tokoh militer dalam sejarah perjuangan Indonesia. Dia menjadi pengawal pribadi Panglima Besar Soedirman pada masa Revolusi Nasional Indonesia melawan pendudukan Belanda. Dia turut meloloskan Soedirman dari serangan maut tentara Belanda yang berkali-kali melakukan percobaan pembunuhan terhadap Soedirman. Dalam karier kemiliteran, ia tidak hanya terjun ke medan, tapi juga banyak terlibat dalam posisi penting di balik layar, antara lain Asintel Siaga dan Kepala Intelijen dalam berbagai konflik, dan sekretaris militer untuk presiden
SUMBER
Sebelum menjabat gubernur Jakarta, selama satu tahun Tjokropranolo menjadi asisten Gubernur Ali Sadikin. Dia dikenal sebagai seorang pekerja keras, berpandangan lurus, terkadang berwatak seperti Anoman, tokoh wayang yang penuh pengabdian.
Dia punya perhatian terhadap nasib buruh. Selama dia menjabat gubernur, dia sering mengunjungi berbagai pabrik untuk mengecek kesejahteraan buruh dan mendapatkan gagasan langsung tentang upah mereka. Usaha kecil juga menjadi perhatiannya. Dia mengalokasikan sekitar 425 tempat untuk 46 ribu pedagang kecil agar dapat berdagang secara legal. Walau begitu, kemacetan lalu lintas dan kesemrawutan transportasi kota menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Perda yang mengatur pedagang jalanan tidak efektif, sehingga mereka masih berdagang di wilayah terlarang, menempati badan jalan, dan memacetkan lalu lintas.
Bang Nolly, demikian panggilan akrabnya, lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 20 Mei 1924. Anak bupati Temanggung ini, di masa revolusi fisik, menyandang pangkat kapten. Ia adalah pengawal pribadi Panglima Besar Sudirman. Ia pula turut meloloskan Pak Dirman dari maut serangan Belanda, yang berkali-kali melakukan percobaan pembunuhan. Dalam karir kemiliteran, ia pernah menjabat Asintel Siaga, sekretaris militer untuk presiden. Pada Juli 1977, ia dilantik sebagai gubernur Jakarta.
Setelah menanggalkan jabatan gubernur, Bang Nolly aktif sebagai pekerja sosial. Terakhir ia diangkat sebagai Ketua Yayasan Rumah Sakit Bakti Yudha, Depok. Meninggal pada usia 74 tahun di rumah sakit tentara di Jakarta pada 22 Juli 1998.
SUMBER
Tjokropranolo (lahir di Temanggoeng, Jawa Tengah, 21 Mei 1924 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 22 Juli 1998 pada umur 74 tahun) atau lebih akrab dengan panggilan Bang Nolly adalah salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta dan tokoh militer dalam sejarah perjuangan Indonesia. Dia menjadi pengawal pribadi Panglima Besar Soedirman pada masa Revolusi Nasional Indonesia melawan pendudukan Belanda. Dia turut meloloskan Soedirman dari serangan maut tentara Belanda yang berkali-kali melakukan percobaan pembunuhan terhadap Soedirman. Dalam karier kemiliteran, ia tidak hanya terjun ke medan, tapi juga banyak terlibat dalam posisi penting di balik layar, antara lain Asintel Siaga dan Kepala Intelijen dalam berbagai konflik, dan sekretaris militer untuk presiden
SUMBER
Sebelum menjabat gubernur Jakarta, selama satu tahun Tjokropranolo menjadi asisten Gubernur Ali Sadikin. Dia dikenal sebagai seorang pekerja keras, berpandangan lurus, terkadang berwatak seperti Anoman, tokoh wayang yang penuh pengabdian.
Dia punya perhatian terhadap nasib buruh. Selama dia menjabat gubernur, dia sering mengunjungi berbagai pabrik untuk mengecek kesejahteraan buruh dan mendapatkan gagasan langsung tentang upah mereka. Usaha kecil juga menjadi perhatiannya. Dia mengalokasikan sekitar 425 tempat untuk 46 ribu pedagang kecil agar dapat berdagang secara legal. Walau begitu, kemacetan lalu lintas dan kesemrawutan transportasi kota menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Perda yang mengatur pedagang jalanan tidak efektif, sehingga mereka masih berdagang di wilayah terlarang, menempati badan jalan, dan memacetkan lalu lintas.
Bang Nolly, demikian panggilan akrabnya, lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 20 Mei 1924. Anak bupati Temanggung ini, di masa revolusi fisik, menyandang pangkat kapten. Ia adalah pengawal pribadi Panglima Besar Sudirman. Ia pula turut meloloskan Pak Dirman dari maut serangan Belanda, yang berkali-kali melakukan percobaan pembunuhan. Dalam karir kemiliteran, ia pernah menjabat Asintel Siaga, sekretaris militer untuk presiden. Pada Juli 1977, ia dilantik sebagai gubernur Jakarta.
Setelah menanggalkan jabatan gubernur, Bang Nolly aktif sebagai pekerja sosial. Terakhir ia diangkat sebagai Ketua Yayasan Rumah Sakit Bakti Yudha, Depok. Meninggal pada usia 74 tahun di rumah sakit tentara di Jakarta pada 22 Juli 1998.
SUMBER
Spoiler for Pict:
Spoiler for R.Soeprapto:
Soeprapto (1982-1987)
R. Soeprapto (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 12 Agustus 1924 – meninggal di Jakarta, 26 September 2009 pada umur 85 tahun) adalah salah satu mantan Gubernur Jakarta. Kariernya dimulai dari militer dan pada tahun 1982 dia menjadi Gubernur Jakarta selama satu periode.
Sebelum menjabat sebagai gubernur, ia adalah Sekretaris Jenderal Depdagri. Dengan pengalaman kepemimpinannya, Soeprapto mencoba menangani masalah Jakarta yang kompleks. Ia memulai kepemimpinannya dengan mengajukan konsep yang pragmatis dan bersih tentang pembangunan Jakarta sebagai ibu kota dan juga wacananya mengenai sebuah kota besar. Ia menekankan konsepnya dalam wacana stabilitas, keamanan, dan ketertiban. Selain itu Soeprapto juga membuat Master Plan DKI Jakarta untuk periode 1985 - 2005, yang sekarang dikenal dengan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bahagian Wilayah Kota.
SUMBER
Soeprapto berlatar belakang militer. Pada masa agresi Belanda, sebagai Komandan Kompi PETA, ia memimpin pertempuran di front Srondol, Semarang. Padahal satu hari, di saat-saat pertempuran itu, ia sudah dijadwalkan menikah dengan Rr. Soeprapti Probodipoero, gadis pilihannya. Terpaksa sang komandan digantikan oleh salah seorang rekannya demi melangsungkan pernikahan.
Di karir militernya, pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 12 Agustus 1924 ini pernah menjabat Danmen Taruna Akmil, Asisten 2/OPS Kodam VII Diponegoro, Kasdam XVII/Cenderawasih, sampai Panglima Kodam XVI/Udayana. Sebelum menjabat gubernur, dia adalah Sekretaris Jenderal Depdagri.
Dengan pengalaman kepemimpinannya, terutama di ketentaraan, Soeprapto dinilai mampu menangani masalah Jakarta yang kompleks. Dia memulai kepemimpinannya dengan mengajukan konsep yang pragmatis dan bersih tentang pembangunan Jakarta sebagai ibu kota serta sebagai kota besar. Dia menekankan stabilitas, keamanan, dan ketertiban. Soeprapto membuat master plan DKI Jakarta untuk periode 1985 sampai 2005, yang dikenal sebagai Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bahagian Wilayah Kota.
SUMBER
R. Soeprapto (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 12 Agustus 1924 – meninggal di Jakarta, 26 September 2009 pada umur 85 tahun) adalah salah satu mantan Gubernur Jakarta. Kariernya dimulai dari militer dan pada tahun 1982 dia menjadi Gubernur Jakarta selama satu periode.
Sebelum menjabat sebagai gubernur, ia adalah Sekretaris Jenderal Depdagri. Dengan pengalaman kepemimpinannya, Soeprapto mencoba menangani masalah Jakarta yang kompleks. Ia memulai kepemimpinannya dengan mengajukan konsep yang pragmatis dan bersih tentang pembangunan Jakarta sebagai ibu kota dan juga wacananya mengenai sebuah kota besar. Ia menekankan konsepnya dalam wacana stabilitas, keamanan, dan ketertiban. Selain itu Soeprapto juga membuat Master Plan DKI Jakarta untuk periode 1985 - 2005, yang sekarang dikenal dengan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bahagian Wilayah Kota.
SUMBER
Soeprapto berlatar belakang militer. Pada masa agresi Belanda, sebagai Komandan Kompi PETA, ia memimpin pertempuran di front Srondol, Semarang. Padahal satu hari, di saat-saat pertempuran itu, ia sudah dijadwalkan menikah dengan Rr. Soeprapti Probodipoero, gadis pilihannya. Terpaksa sang komandan digantikan oleh salah seorang rekannya demi melangsungkan pernikahan.
Di karir militernya, pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 12 Agustus 1924 ini pernah menjabat Danmen Taruna Akmil, Asisten 2/OPS Kodam VII Diponegoro, Kasdam XVII/Cenderawasih, sampai Panglima Kodam XVI/Udayana. Sebelum menjabat gubernur, dia adalah Sekretaris Jenderal Depdagri.
Dengan pengalaman kepemimpinannya, terutama di ketentaraan, Soeprapto dinilai mampu menangani masalah Jakarta yang kompleks. Dia memulai kepemimpinannya dengan mengajukan konsep yang pragmatis dan bersih tentang pembangunan Jakarta sebagai ibu kota serta sebagai kota besar. Dia menekankan stabilitas, keamanan, dan ketertiban. Soeprapto membuat master plan DKI Jakarta untuk periode 1985 sampai 2005, yang dikenal sebagai Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bahagian Wilayah Kota.
SUMBER
Spoiler for Pict:
Spoiler for Wiyogo Atmodarminto (1987-1992):
Wiyogo Atmodarminto (1987-1992)
Letjen TNI (Purn) Wiyogo Atmodarminto, (lahir di Yogyakarta, 22 November 1922 – meninggal di Jakarta, 19 Oktober 2012 pada umur 89 tahun) atau yang lebih dikenal dengan panggilan Bang Wi adalah Gubernur Jakarta periode 1987 - 1992. Sebelumnya, ia bertugas sebagai Duta besar RI untuk Jepang. Wiyogo pernah menjabat Panglima Kowilhan II (1981-1983) dan Panglima Kostrad antara 19 Januari 1978 hingga 1 Maret 1980.
Wiyogo merupakan salah satu pelaku sejarah pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta.
Pada masa kepemimpinannya ia secara rutin berkunjung ke berbagai tempat di Jakarta. Ia dikenal sebagai pemimpin yang terbuka dan bersikap disiplin. Di awal kepemimpinannya, dia memutuskan untuk menerapkan konsep BMW: Bersih, Manusiawi, berWibawa di Jakarta.
SUMBER
Gubernur Wiyogo, terkenal dengan panggilan Bang Wi, adalah gubernur yang secara rutin berkunjung ke berbagai tempat di Jakarta. Dikenal sebagai pemimpin yang open mind dan sikap disiplin. Di awal kepemimpinannya, dia memutuskan untuk menerapkan konsep BMW: bersih, manusiawi, wibawa. Pria yang lahir pada 22 November 1922 ini juga mencurahkan perhatian pada kesejahteraan rakyat dengan memikirkan sejumlah masalah perkotaan seperti becak, tanah, sanitasi, dan masalah transportasi.
SUMBER
Letjen TNI (Purn) Wiyogo Atmodarminto, (lahir di Yogyakarta, 22 November 1922 – meninggal di Jakarta, 19 Oktober 2012 pada umur 89 tahun) atau yang lebih dikenal dengan panggilan Bang Wi adalah Gubernur Jakarta periode 1987 - 1992. Sebelumnya, ia bertugas sebagai Duta besar RI untuk Jepang. Wiyogo pernah menjabat Panglima Kowilhan II (1981-1983) dan Panglima Kostrad antara 19 Januari 1978 hingga 1 Maret 1980.
Wiyogo merupakan salah satu pelaku sejarah pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta.
Pada masa kepemimpinannya ia secara rutin berkunjung ke berbagai tempat di Jakarta. Ia dikenal sebagai pemimpin yang terbuka dan bersikap disiplin. Di awal kepemimpinannya, dia memutuskan untuk menerapkan konsep BMW: Bersih, Manusiawi, berWibawa di Jakarta.
SUMBER
Gubernur Wiyogo, terkenal dengan panggilan Bang Wi, adalah gubernur yang secara rutin berkunjung ke berbagai tempat di Jakarta. Dikenal sebagai pemimpin yang open mind dan sikap disiplin. Di awal kepemimpinannya, dia memutuskan untuk menerapkan konsep BMW: bersih, manusiawi, wibawa. Pria yang lahir pada 22 November 1922 ini juga mencurahkan perhatian pada kesejahteraan rakyat dengan memikirkan sejumlah masalah perkotaan seperti becak, tanah, sanitasi, dan masalah transportasi.
SUMBER
Spoiler for Pict:
kalo berkenan ane minta
Spoiler for sedikit:
sama
klo thread kurang menarik ane minta maaf dan please jangan di
Spoiler for kasih:
TO BE CONTINUED
maapin klo
bagi rekan2 yang ingin menambahkan monggo di komeng di bawah
Spoiler for Trit ane yang lain:
http://www.kaskus.co.id/thread/51a25...nya-negeri-ini
http://www.kaskus.co.id/post/51b4f38...1243cd3f000005
http://www.kaskus.co.id/post/51b7e0a...cb17fe2f000012
http://www.kaskus.co.id/post/51b4f38...1243cd3f000005
http://www.kaskus.co.id/post/51b7e0a...cb17fe2f000012
Diubah oleh vantheglank 12-06-2013 02:53
0
3.5K
Kutip
7
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan