- Beranda
- Komunitas
- News
- Melek Hukum
Gugatan Cerai Karena Kelainan Seksual.


TS
hukumonline.com
Gugatan Cerai Karena Kelainan Seksual.
Dear agan sekalian,
di Indonesia sekarang ini, perceraian emang udah gak asing dan tabu lagi untuk dibicarakan. Mulai dari rekan-rekan kita sendiri, sampai selebriti pun dekat dengan urusan yang satu ini.
Nah, biasanya, perceraian didorong oleh alasan-asalan yang bisa dibilang "klasik": ketidakcocokan, kurang terpenuhinya lahir dan bathin, dan lainnya. Lalu, kalau ada keluhan tentang masalah seksual, apakah bisa dijadikan alasan untuk bercerai?
Hukumonline pernah ngebahas soal ini gan. Siapa tau agan penasaran, cekidot ya.
Nah, gitu penjelasan kami gan. Siapa tau agan pernah mengetahui kasus yang mirip2, boleh di-share di sini gan.
di Indonesia sekarang ini, perceraian emang udah gak asing dan tabu lagi untuk dibicarakan. Mulai dari rekan-rekan kita sendiri, sampai selebriti pun dekat dengan urusan yang satu ini.
Nah, biasanya, perceraian didorong oleh alasan-asalan yang bisa dibilang "klasik": ketidakcocokan, kurang terpenuhinya lahir dan bathin, dan lainnya. Lalu, kalau ada keluhan tentang masalah seksual, apakah bisa dijadikan alasan untuk bercerai?
Hukumonline pernah ngebahas soal ini gan. Siapa tau agan penasaran, cekidot ya.
Quote:
Pada dasarnya, perkimpoian ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkimpoian(“UU Perkimpoian”).
Dalam suatu perkimpoian, suami dan isteri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain (Pasal 33 UU Perkimpoian).
Selain itu, suami dan isteri juga memiliki kewajiban masing-masing. Berdasarkan Pasal 34 UU Perkimpoian, suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Sedangkan, isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
Dalam suatu perkimpoian, suami dan isteri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain (Pasal 33 UU Perkimpoian).
Selain itu, suami dan isteri juga memiliki kewajiban masing-masing. Berdasarkan Pasal 34 UU Perkimpoian, suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Sedangkan, isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
Quote:
Berkaitan dengan gugatan cerai istri karena suami memiliki kelainan seksual yaitu menyukai sesama jenis, kita dapat menyimak pendapat yang disampaikan Drs. Ifdal, S.H.dalam artikel yang berjudul Perceraian Dengan Alasan Pihak Suami Isteri Menderita Kelainan Seks yang kami unduh dari badilag.net.
Dalam tulisannya, Ifdhal menganalisis salah satu kasus gugat cerai yang diajukan istri (Penggugat) ke pengadilan agama dengan alasan suami (Tergugat) seorang homoseksual. Penggugat dengan Tergugat menikah pada 1992 di KUA, dua tahun kemudian mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama N.
Sejak lahirnya putri mereka, antara Penggugat dengan Tergugat selalu cekcok, bertengkar dan berselisih, dalam pertengkaran dan perselisihan tersebut Tergugat sering kali menyakiti Penggugat seperti menempeleng/memukul.
Sejak pemukulan terakhir Maret 1997 Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal dan Penggugat sudah tidak diberi nafkah oleh Tergugat, padahal anak ikut bersama Penggugat yang membutuhkan kelangsungan hidup.
Kelainan tergugat baru diketahui sejak anak mereka lahir. Kecurigaan Penggugat terhadap kelainan Tergugat sebetulnya telah mulai muncul pada saat memasuki perkimpoian. Penggugat tidak pernah mampu melakukan hubungan badan dengan baik dan sikapnya acuh tak acuh kepada Penggugat namun dilain pihak Tergugat selalu berlaku manis kepada pembantu laki-lakinya.
Perubahan sikap Tergugat selalu aneh, suka memukul dan pernah Penggugat melihat Tergugat sedang bercumbu dengan pembantu laki lakinya, akhirnya pembantu ini diusir oleh Penggugat, akan tetapi Tergugat bukan menyesali perbuatannya justru memukul Penggugat dan berusaha menyusul pembantu tersebut supaya kembali. Karena alasan dan pertimbangan inilah Penggugat memilih bercerai dengan Tergugat.
Dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkimpoian (“PP No. 9 Tahun 1975”) diatur alasan-alasan perceraian, yaitu:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkimpoian berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antara suami dan isteri terus-menerusterjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Ifdhal lebih lanjut menjelaskan, jika dihubungkan dengan alasan perceraian tersebut maka dengan adanya penyimpangan prilaku seks (homoseksual), yang sulit disembuhkan mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya kewajiban suami.
Akibat selanjutnya antara Penggugat dengan Tergugat timbul percekcokan secara terus menerus. Dengan kedua alasan tersebut maka gugatan perceraian yang diajukan oleh Penggugat dapat dikabulkan oleh majelis Hakim setelah mempertimbangkan aspek yuridis, sosiologis dan filosofis.
Jadi, dalam hal suami ternyata homoseksual, istri dapat saja mengajukan gugatan cerai dengan alasan yang diatur dalam huruf e dan huruf f PP No. 9 Tahun 1975.
Dalam tulisannya, Ifdhal menganalisis salah satu kasus gugat cerai yang diajukan istri (Penggugat) ke pengadilan agama dengan alasan suami (Tergugat) seorang homoseksual. Penggugat dengan Tergugat menikah pada 1992 di KUA, dua tahun kemudian mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama N.
Sejak lahirnya putri mereka, antara Penggugat dengan Tergugat selalu cekcok, bertengkar dan berselisih, dalam pertengkaran dan perselisihan tersebut Tergugat sering kali menyakiti Penggugat seperti menempeleng/memukul.
Sejak pemukulan terakhir Maret 1997 Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal dan Penggugat sudah tidak diberi nafkah oleh Tergugat, padahal anak ikut bersama Penggugat yang membutuhkan kelangsungan hidup.
Kelainan tergugat baru diketahui sejak anak mereka lahir. Kecurigaan Penggugat terhadap kelainan Tergugat sebetulnya telah mulai muncul pada saat memasuki perkimpoian. Penggugat tidak pernah mampu melakukan hubungan badan dengan baik dan sikapnya acuh tak acuh kepada Penggugat namun dilain pihak Tergugat selalu berlaku manis kepada pembantu laki-lakinya.
Perubahan sikap Tergugat selalu aneh, suka memukul dan pernah Penggugat melihat Tergugat sedang bercumbu dengan pembantu laki lakinya, akhirnya pembantu ini diusir oleh Penggugat, akan tetapi Tergugat bukan menyesali perbuatannya justru memukul Penggugat dan berusaha menyusul pembantu tersebut supaya kembali. Karena alasan dan pertimbangan inilah Penggugat memilih bercerai dengan Tergugat.
Dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkimpoian (“PP No. 9 Tahun 1975”) diatur alasan-alasan perceraian, yaitu:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkimpoian berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antara suami dan isteri terus-menerusterjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Ifdhal lebih lanjut menjelaskan, jika dihubungkan dengan alasan perceraian tersebut maka dengan adanya penyimpangan prilaku seks (homoseksual), yang sulit disembuhkan mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya kewajiban suami.
Akibat selanjutnya antara Penggugat dengan Tergugat timbul percekcokan secara terus menerus. Dengan kedua alasan tersebut maka gugatan perceraian yang diajukan oleh Penggugat dapat dikabulkan oleh majelis Hakim setelah mempertimbangkan aspek yuridis, sosiologis dan filosofis.
Jadi, dalam hal suami ternyata homoseksual, istri dapat saja mengajukan gugatan cerai dengan alasan yang diatur dalam huruf e dan huruf f PP No. 9 Tahun 1975.
Quote:
Mengenai dampaknya jika rumah tangga dipertahankan sebenarnya bergantung pada suami dan isteri itu sendiri dalam melanjutkan rumah tangganya.
Pada dasarnya, memang benar bahwa apapun yang dilakukan oleh suami dan isteri harus memikirkan kepentingan si anak. Ini sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan perlindungan anak dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) yang salah satunya adalah memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak.
Akan tetapi, apabila tetap mempertahankan rumah tangga tersebut hanya berakibat pada perselisihan dan pertengkaran yang membuat keadaan menjadi tidak kondusif bagi anak, maka perlu diperhatikan kembali keputusan isteri dalam mempertahankan rumah tangganya.
Pada dasarnya, memang benar bahwa apapun yang dilakukan oleh suami dan isteri harus memikirkan kepentingan si anak. Ini sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan perlindungan anak dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) yang salah satunya adalah memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak.
Akan tetapi, apabila tetap mempertahankan rumah tangga tersebut hanya berakibat pada perselisihan dan pertengkaran yang membuat keadaan menjadi tidak kondusif bagi anak, maka perlu diperhatikan kembali keputusan isteri dalam mempertahankan rumah tangganya.
Quote:
Seperti kami jelaskan di awal, perkimpoian merupakan suatu ikatan lahir bathin antara suami dan istri. Mengenai ikatan lahir batin dalam suatu perkimpoian ini, dapat disimak pendapat dari Ratih Lestarini sosiolog Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang dikutip Ifdhal dalam tulisannya, sebagai berikut:
“…suatu ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat, mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami isteri dengan kata lain dapat dikatakan adanya hubungan formil. Hubungan formil ini nyata, baik bagi yang mengikatkan dirinya maupun bagi orang lain atau masyarakat. Sebaliknya suatu ikatan batin adalah merupakan hubungan yang tidak formil, suatu ikatan yang sifatnya abstrak. Walaupun tidak nyata tetapi ikatan itu ada, karena tanpa ikatan batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh.”
“…suatu ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat, mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami isteri dengan kata lain dapat dikatakan adanya hubungan formil. Hubungan formil ini nyata, baik bagi yang mengikatkan dirinya maupun bagi orang lain atau masyarakat. Sebaliknya suatu ikatan batin adalah merupakan hubungan yang tidak formil, suatu ikatan yang sifatnya abstrak. Walaupun tidak nyata tetapi ikatan itu ada, karena tanpa ikatan batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh.”
Quote:
Kemudian, mengenai istri yang berzinah. Jika isteri berzinah dengan pria lain, isteri dan teman zinahnya tersebut dapat dituntut berdasarkan Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1. a. seorang pria yang telah kimpoi yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
b. seorang wanita yang telah kimpoi yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kimpoi;
b. seorang wanita yang telah kimpoi yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kimpoi dan pasal 27 BW berlaku baginya.
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
(5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkimpoian belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa tuntutan pidana mengenai perzinahan merupakan suatu delik aduan yang absolut, yang berarti tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau isteri yang dirugikan (yang dipermalukan).
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1. a. seorang pria yang telah kimpoi yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
b. seorang wanita yang telah kimpoi yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kimpoi;
b. seorang wanita yang telah kimpoi yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kimpoi dan pasal 27 BW berlaku baginya.
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
(5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkimpoian belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa tuntutan pidana mengenai perzinahan merupakan suatu delik aduan yang absolut, yang berarti tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau isteri yang dirugikan (yang dipermalukan).
Quote:
Lebih lanjut mengenai perzinahan, Anda dapat membaca artikel-artikel berikut ini:
1. Pidana Bagi Pelaku Perselingkuhan dan Pengirim Foto Porno;
2. Suami Dalam Dilema Karena Istri Selingkuh.
1. Pidana Bagi Pelaku Perselingkuhan dan Pengirim Foto Porno;
2. Suami Dalam Dilema Karena Istri Selingkuh.
Quote:
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkimpoian;
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
4. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkimpoian.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkimpoian;
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
4. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkimpoian.
Nah, gitu penjelasan kami gan. Siapa tau agan pernah mengetahui kasus yang mirip2, boleh di-share di sini gan.
Spoiler for DISCLAIMER:
Seluruh informasi yang disediakan oleh tim hukumonline.com dan diposting di Forum Melek Hukum pada website KASKUS adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pengetahuan saja dan tidak dianggap sebagai suatu nasihat hukum. Pada dasarnya tim hukumonline.com tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia, sehingga hubungan klien-advokat tidak terjadi. Untuk suatu nasihat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang sedang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang advokat yang berpotensi.
(hot)
Diubah oleh hukumonline.com 28-05-2013 17:40
0
3.8K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan