Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dimassakmodareAvatar border
TS
dimassakmodare
F5E/F TIGER II harimau yang mengaum di udara nusantara


Tonggak sejarah F-5-E/F Tiger II di Indonesia dimulai ketika tanggal 21 April 1980 pesawat C-5A Galaxy yang membawa pesawat F-5E/F mendarat di Lanud Iswahjudi, Madiun. Dari mulut pesawat angkut itu keluarlah moncong pesawat F-5 yang panjang, khan, dan runcing seperti jarum. Satu per satu pesawat diturunkan. Dan akhirnya, pesawat yang dibeli dari pabrik Northrop Co, Amerika Serikat itu dijejerkan di tepi landasan. Hadirnya F-5E/F diharapkan mampu mengembalikan taring MiG-21F yang disegani era 1960-an.

Hadirnya “Si Harimau” memang seakan kembali membawa angin segar bagi terciptanya kekuatan udara TNI AU. Pesawat dengan kecepatan maksimum 1,6 kecepatan suara ini sekaligus juga memberikan wawasan baru dan transfer teknologi bagi para penerbang dan teknisi. Diharap kan F-5E/F Tiger II akan menjadi raja di udara karena is dilengkapi senjata berupa rudal udara ke udara AIM-9 P-2 Sidewinder yang juga merupakan salah satu rudal udara ke udara jarak pendek terbaik kala itu.

Setelah 31 tahun mengabdi untuk nusa dan bangsa, dalam beberapa tahun kedepan pesawat ini harus sudah punya penerusnya.

Delapan pesawat datang pada gelombang pertama. Pesawat kemudian dirakit di Madiun oleh para teknisi Northrop dibantu teknisi TNI AU dan setelah itu masuk ke jajaran Skadron Udara 14. Uji terbang pertama dijalani pesawat dengan nomor ekor TL-0514 (F-5F) yang diterbangkan pilot uji Kapten Bill Edward dan Kapten Tom Danielson (Golden Moment of Tiger, Djoko Suyanto, 2005). Peresmian menjadi kekuatan Skadron Udara 14 selanjutnya dilakukan oleh Menhankam/ Pangab Jenderal TNI M Yusuf pada 5 Mei 1980. F-5E/F “dibaptis” sebagai pesawat buru sergap menggantikan F-86 Avon Sabre. Melengkapi delapan pesawat batch pertama, delapan pesawat berikut nya datang pada gelombang kedua tanggal 5 Juli 1980.

Bagi Skadron Udara 14 yang didirikan pada 1 Juli 1962, F-5 menjadi kekuatan ketiga setelah mengoperasikan MiG-21F (19621970) dan F-86 Avon Sabre (19741980). Sabre sendiri di-grounded tahun 1980 melalui surat keputusan KSAU. Baik F-86 maupun F-5, kedua pesawat telah punya nama di medan peperangan. Bila F-86 pamornya terekspos dalam Perang Korea, maka F-5 banyak berkiprah di Perang Vietnam. Kehadiran Tiger di TNI AU membawa spirit yang besar. Terlebih, bila F-86 merupakan pesawat bekas pakai AU Australia (RAAF), maka F-5 dibeli dari AS secara brand new dari pabriknya.

Walau berbentuk panjang runcing, F-5 sejatinya lahir dari konsep pesawat tempur yang dirancang ringan, supersonik, dan relatif murah sebagaimana kebutunan negara-negara NATO dan SEATO kala itu. Rancangan awal F-5 didesain tahun 1954 dengan kode YJ85-1. Prototipe ini kemudian disempurnakan lagi dengan kode N-156F dan ditawarkan kepada AU Amerika (USAF) tahun 1956, Namun nyatanya USAF lebih membutuhkan pesawat latih pengganti T-33 Bird. Maka, lahirlah T-38 Talon sebagai model pesawat latih dan varian F-5.

Meski demikian, rancangan N-156F tak terbuang percuma begitu saja. Departemen Pertahanan AS kemudian memberikan bantuan modal dan menjadikan rancangan itu sebagai pesawat tempur ringan berharga murah yang kemudian bisa diekspor pula. Nama F-5A Freedom Fighter resmi disematkan tanggal 9 Agustus 1962. Berikutnya menyusul F-5B sebagai versi tandem seater yang bisa digunakan untuk kebutuhan latih juga.

USAF pada akhirnya turut menggunakan F-5. Ini terjadi pada tahun 1972 setelah beberapa prototipe peningkatan versi F-5-A/B yang menggunakan mesin afterburner dan perangkat radar AN/APQ-159 serta gun sight AN/ ASG-31, memuaskan pihak USAF. Maka muncullah seri F-5E dan F-5F double seater. F-5E/F Tiger II selanjutnya berhasil diproduksi hingga akhir tahun 1989 dengan jumlah 727 (F-5E) dan 140 F-5F, serta 12 RF-5E Tiger Eye. F-5 juga diproduksi di luar AS, yakni 90 F-5E/F di Swiss, 68 di Korea Selatan, dan 380 unit di Taiwan. Total, dalam catatan di situs Wikipedia, berhasil diproduksi tipe A/B/C sebanyak 847 unit, sementara tipe E/F sebanyak 1.399 unit

Spoiler for f5 tiger tni au:


Dikirim ke AS

Sesuai kontrak pengadaan 16 pesawat F-5E/F maka juga dikirim beberapa penerbang TNI AU ke USAF untuk melaksanakan pendidikan konversi di F-5. Mereka yang ditunjuk dan diberangkatkan oleh TNI AU ke William Air Force Base, Markas F-5E/F USAF, adalah Mayor Holki Basah Kartadibrat (Komandan Skadron Cdara 14 Mayor Budihardio Surono. dan Kapten Lambert Silooy. Akan tetapi, karena Lambert Siloov sakit, akhirnya digantikan oleh Kapten Zeky Ambadar. Holki dan Budihardjo tiba duluan di AS pada Desember 1979, sedangkan Zeky Ambadar tiba pada Januari 1980.


KSAU Marsekal Ashadi Tjahjadi usai terbang menggunakan F-5F dengan pilot Letkol Holki BK. Tampak dalam foto ia tengah berbincang -bincang dengan Kapten Lambert Silooy dan Kapten Zeky Ambadar.

Setelah lulus menjalani berbagai tes, ketiga penerbang TNI AU kemudian berlatih terbang di William AFB, Arizona menggunakan T-38. Tepatnya lagi di Skadron 425th yang dilengkapi 25 F-5E, 2 F-5F, dan 9 F-5B. Di situ penerbang TNI AU dididik bareng dengan penerbang dan negara lain yang menggunakan F-5 sekaligus tempat lahirnya pilot pertama F-5.

Tidak hanya pendidikan konversi saja, pendidikan juga meliputi penguasaan pertempuran udara dan penyerangan terhadap sasaran di daratan. Total mereka menjalani pendidikan selama 39,2 jam yang selesai dalam tempo 85 hari termasuk Basic Fighter Manuever (BFM), Air Combat Maneuver (ACM), dan Air Combat Tactic (ACT). Setelah itu pendidikan dilanjutkan ke tahap pendidikan instruktur sehingga diharapkan mereka bisa menularkan ilmunya kepada para penerbang lain di dalam negeri masing-masing.

Pendidikan langsung penerbang F-5 di sarangnya merupakan nilai yang amat berharga. Para penerbang dari masing-masing negara dididik terbang dalam kokpit F-5 untuk merasakan langsung bentuk pertempuran udara secara rill. Dapat dibayangkan, bagaimana beban mereka hares bisa menerima semua pelajaran yang diberikan dan mengaplikasikannya kelak termasuk mentransfer ilmunya kepada para penerbang muda. Namun ternyata, lebih dari itu kebanggaan besar didapat Indonesia karena Eagle 03 yakni Kapten Pnb Zeky Ambadar berhasil menjadi lulusan terbaik dan menerima Top Gun Award, sekaligus mengalahkan penerbang-penerbang F-5 dari negara lain.


Mayor Holki BK (tengah ) bersama dengan Mayor Budihardjo Surono (kiri) dan Kapten Zeky Ambadar (kanan) saat berfoto di William Air Force Base. Arizona. Mereka adalah tiga orang penerbang TNI AU pertama yang dikirim ke Amerika untuk mengikuti pendidikan Konversi I pesawat F-5E/F.

Selain mengirimkan penerbangnya, TNI AU juga mengirimkan tenaga teknik yang tidak kalah pentingnya dalam alih teknologi penggunaan pesawat baru ini. Mereka yang dikirim adalah teknisi senior Skadron Udara 14 yang bergabung dengan personel dari satuan lain yang terlibat dalam proyek pembelian F-5E/F Tiger II. Yakni personel dari Depo Senjata (sekarang Depohar 60) dan dari Skadron Avionik 021 (sekarang Depohar 20). Rombongan teknisi Skadron Udara 14 dipimpin Kepala Dinas Pemeliharaan Skadron Udara 14 Kaptek Tek Sutjondro. Sedangkan personel Depo Senjata dipimpin Kapten Tek Miran dan personel Skadron Avionik 021 dipimpin Kapten Lek Wahono.

Pengiriman teknisi jauh lebih awal dari pengiriman penerbang, yakni pada September 1979 dari Bandara Halim Perdanakusuma via Narita Tokyo. Di William AFB para teknisi mendapat pendidikan di FTO 528 yang berada di bawah naungan William AFB. Mereka dididik selama tujuh bulan. Pendidikan berakhir pada Januari 1980 dan setelah itu para teknisi kembali lagi ke Tanah Air.

Mengudara

Luar biasa kemampuan para teknisi dalam merakit pesawat F-5 walau masih dibimbing oleh teknisi dari pihak Northrop. Hanya seminggu setelah proses kedatangan F-5 di Madiun, proses perakitan bisa dirampungkan. Setelah itu F-5F nomor TL-0514 (angka ini menunjukkan pesawat F-5, dan Skadron Udara 14 – kode TL saat ini telah berubah menjadi TS) berhasil melakukan penerbangan. Itulah penerbangan pertama yang dilakukan F-5 di negeri bernama Indonesia. Setelah berhasil mengudara, pilot uji dari AS melakukan penerbangan sonic boom tanda bahwa F-5 telah lulus uji terbang.

Tuntas semua perakitan, tiga penerbang F-5 TNI AU yang dikirim ke AS pun mulai melakukan pendidikan konversi kepada penerbang di dalam negeri dibantu instruktur dari AS. Konversi Angkatan Kedua diisi dengan siswa Kapten Pnb Lambert F Silooy yang batal dikirim ke AS karena waktu itu sakit, serta Kapten Pnb Suprihadi. Berikutnya konversi penerbang F-5 dilaksanakan hingga Angkatan ke VIII. Angkatan I sendiri adalah untuk ketiga penerbang pertama yang dikirim ke AS. Para penerbang yang telah lulus, selanjutnya berhak mendapatkan Eagle Number dimulai Eagle 01, 02, 03 dan seterusnya. Sementara Eagle 00 digunakan temporer untuk jabatan komandan skadron yang sedang menjabat.

Dalam waktu satu tahun, pendidikan konversi berhasil menelurkan empat angkatan terdiri dari 12 mantan penerbang F-86 yakni Lambert Silooy, Suprihadi, Rudi Taran, Djoko Suyanto, Toto Riyanto, Ida Bagus Sanubari, M Basri Sidehabi, Tanwir Umar, Eris Herryanto, Drajad Rahardjo, Suryadarma, Imam Sufaat, dan Sumarwoto.

Spoiler for gambar:



LANJUTAN KE BAWAH GAN
tien212700Avatar border
tien212700 memberi reputasi
1
11.2K
38
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan