Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

eCIPUTRA.comAvatar border
TS
eCIPUTRA.com
Raup Rupiah dari Ternak Kelinci
Awalnya, memelihara kelinci hanya untuk memenuhi permintaan sang buah hati. Namun, melihat rekan-rekannya sukses berbisnis mamalia menggemaskan ini, Ahmad Hadiri (28) tertarik mengikuti mendalaminya. Sempat surut semangat dan tidak berkembang di tahun pertama, kini, kelinci-kelinci menjelma itu menjadi penopang hidupnya dan keluarga.

Hadiri memulai bisnis ternak nya dengan membeli enam ekor kelinci dari rekannya, Nanang, yang lebih dulu menekuni bisnis ini. Baru beberapa jam memelihara, dia sudah kehilangan dua ekor karena dimakan anjing yang berkeliaran di sekitar rumahnya. “Waktu itu memang belum ada kandang, hanya saya letakkan di depan rumah. Saya beli sore, malamnya sudah hilang,” katanya seperti dilansir Kaltim Post.

Dengan empat kelinci yang tersisa itulah, Hadiri sedikit demi sedikit mengembang biakkan kelincinya. Kini, di samping rumah keluarga sang istri di Jalan M. Said, Lok Bahu, Sungai Kunjang, Samarinda, Hadiri bersama Durasli, mertuanya, mengandangkan setidaknya 600 lebih ekor kelinci, di lokasi ternak yang luasnya hampir sama dengan rumah sang mertua.

Di kawasan tersebut, tak hanya keluarga ini yang menggantungkan hidup dengan beternak kelinci. Setidaknya, ada 14 peternak dengan jumlah kelinci yang mencapai lebih dari 3.000 ekor. Kawasan inipun, kini mendapat julukan sebagai Kampung Kelinci, yang diresmikan Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang, April lalu.

Enam tahun terakhir, memberi makan, memantau, hingga membersihkan kandang, dilakoni pria Madura ini setiap hari. Selama enam tahun itu pula, seluruh anggota keluarganya yang terdiri dari istri, anak, hingga kedua mertuanya, menjadikan itu sebagai aktivitas utama mencari nafkah. “Kalau sudah memberi makan, bisa satu rumah terlibat,” ujar Hadiri sambil menggendong salah satu anak kelincinya.

Dia mengatakan, jika memberi makan seluruh kelincinya seorang diri, bisa memakan waktu hingga empat jam. Tak ayal, perawatan dilakukan seluruh anggota keluarga di kediaman mertuanya. Bahkan, putri bungsunya yang masih balita, terlihat sangat akrab berbaur dengan kelinci-kelinci itu.

Dari keseluruhan kelinci yang dimilikinya, Hadiri menyebutkan saat ini ada 367 ekor yang siap jual. “Yang jantan hanya ada sekitar 20,” katanya. Kelinci betina, kata dia, memang lebih banyak dipelihara karena merupakan “pabrik” produksi bisnisnya. “Sekitar 300 lebih sisanya, masih kecil-kecil,” sambungnya.

Bisnis ini awalnya tak berjalan mulus. Hasratnya yang besar, tak diimbangi dengan pengetahuan dan pengalaman cukup beternak kelinci. Bahkan, Hadiri sempat berpikir untuk gulung tikar di tahun pertamanya. “Waktu itu saya belum banyak paham cara beternak kelinci yang benar,” katanya. Karena tidak maksimal merawat dan mengembang biakkan kelinci-kelincinya, dia sempat beranggapan tidak ada prospek bagus untuk bisnis ini.

Masalah itu mulai terpecahkan, ketika dia bersama beberapa peternak kelinci lain membentuk sebuah kelompok. “Saat sudah ada kelompok seperti itu, kami lebih mudah mengundang penyuluh dari pemerintah. Lewat penyuluhan itu, kami diajarkan banyak hal,” katanya.

Di kelompok yang diberi nama “Madu Rasa” itu, Hadiri mulai memperoleh pengetahuan baru seputar peternakan, dari pemeliharaan hingga pengembangan usaha. “Dulu, saya hanya memberi rumput sebagai makanan kelinci. Setelah sharing dengan peternak yang lebih senior dan mendapat penyuluhan, saya baru tahu kalau ampas tahu jauh lebih baik dikonsumsi kelinci,” ujarnya.

Dengan mengonsumsi ampas tahu, kata dia, kelinci bisa dua kali lebih produktif berkembang biak dibandingkan ketika mengonsumsi rumput. “Air susu induknya juga lancar kalau pakai ampas tahu. Saya juga tambahkan gula merah untuk daya tahan,” jelasnya.

Merawat 367 kelinci dewasanya itu, ayah tiga anak ini mengaku menghabiskan biaya sekitar Rp 2 juta per bulan. “Untuk ampas tahu, kami habiskan tiga karung per hari. Satu karung harganya Rp 15 ribu. Ada lagi biaya 16 kilogram gula merah per bulan, yang harganya Rp 20 ribu per kilogram,” bebernya.

Biaya lain, kata dia , meliputi vitamin hingga vaksinasi. “Terutama yang baru melahirkan, yang sangat rentan sakit,” tutur pria berjanggut ini.

Ayah dua anak ini menyebut diare sebagai masalah terbesar selama beternak kelinci. Bahkan, kata dia, hingga saat ini Dinas Peternakan pun belum memiliki solusi penyakit pencernaan ini. “Kalau sudah diare, kelinci malas makan, dan bisa dehidrasi hingga mati,” ujarnya.

Dia menjelaskan, normalnya berjalan setiap dua bulan. “Sebulan mengandung, sebulan lagi menyusui,” terangnya. Dalam masa menyusui itu, kata Hadiri, induk kelinci bersama bayi-bayinya, dikandangkan terpisah.

Dengan anggaran perawatan tersebut, dia mengatakan, mereka harus mampu menjual setidaknya 300 ekor kelinci. “Kalau kurang dari itu, untungnya sedikit, bahkan bisa rugi,” katanya. Sejauh ini, jumlah tersebut masih tercapai oleh peternakan yang merupakan bisnis keluarga ini.

Dari enam tahun berbisnis kelinci ini, Hadiri bersama keluarga berhasil membeli sebidang tanah kavlingan dan sebuah sepeda motor. Dia juga kini mulai menabung untuk membangun rumah.

Sama seperti peternak lain, kelinci Hadiri, dijual dalam dua kategori, hias (untuk dipelihara) dan potong (untuk dimakan). Kelinci hias, biasa mereka banderol Rp 250 ribu – Rp 750 ribu. “Kalau kelinci potong, hitungnya per kilogram,” katanya. Satu kilogram kelinci potong dihargai Rp 50 ribu.

Meski menjual kelinci untuk dimakan, Hadiri mengaku keluarganya belum pernah sekalipun memakan daging kelinci. “Tidak tega, Mas. Setiap hari sudah habiskan bersama kelinci,” ucapnya. (as)

Selengkapnya
0
3.1K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan