Kaskus

News

dragonroarAvatar border
TS
dragonroar
Ingin Membeli Sebidang Tanah, Pendeta Malah Diancam Akan Dibunuh
Ingin Membeli Sebidang Tanah, Pendeta Malah Diancam Akan Dibunuh
Jayapura, 6/5 (Jubi) -– Masalah tanah di Papua sering menjadi persoalan klasik yang tak kunjung terselesaikan, namun disayangkan jika seorang pendeta harus mengalami ancaman di tanah yang diberkati oleh penginjil – penginjil yang membuka tabir kegelapan di Tanah Papua.

Hal ini sebagaimana dialami oleh seorang pendeta dari Gereja GKI Rafidim Koya Timur, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua diancam akan dibunuh karena permasalahan pembelian tanah.

“Kami mengalami ancaman pada sabtu (4/5) lalu, namun ancaman tersebut dengan menunjukan alat tajam berupa sabit dan sangkur,” ujar Pendeta Ny. Mariana Reto (MR), kepada wartawan di Jayapura, Senin (6/5).

Dijelaskan, ancaman tersebut dialami saat bersama suaminya suaminya Alfaris Taresay, yang juga dilakukan oleh tetangga dekat.

“Pengancaman itu terjadi berawal dari pembelian sebidang tanah seluas 1.500 meter persegi tepat disamping kiri bangunan gereja GKI Rafidim Koya Timur yang terletak di Jalan matoa 1 pada 11 April 2013 dari pemilik tanah Soleman Yeu,” tuturnya bercerita.

Dari informasi yang diterima, Tanah tersebut memang tidak ditempati oleh sang pemilik tanah Soleman Yeu sejak memilih tinggal di luar Koya Timur sehingga diklaim milik adat dari keluarga Hanuebi.

Tetapi tanah tersebut merupakan pembagian dari pemerintah lewat Dinas Transmigrasi kepada Soleman Yeu yang dahulunya merupakan salah satu PNS transmigrasi, yang mana pemberian lahan atau tanah tersebut lengkap dengan sertifikat atas namanya.

Karena Soleman Yeu membutuhkan uang untuk mengobati penyakit gula yang dideritanya sejak beberapa tahun terakhir akhirnya ditawarkan kepada jemaat GKI Rafidim Koya Timur yang kebetulan bangunan gereja bersebelahan dengan tanah atau lahan tersebut.

“Tanah itu sejak tahun lalu sudah ditawarkan ke jemaat tetapi baru 11 April 2013 lalu diputuskan dibeli setelah ditawar lagi oleh pemiliknya yang sah Bapak Soleman Yeu karena keperluan untuk pengobatan. Jadi jemaat gereja GKI Rafidim telah sepakat membeli tanah itu dengan harga Rp15 juta dari Rp20 juta yang ditawarkan,” katanya.

Namun setelah pembelian itu dan diumumkan di dalam ibadah Minggu siang pada 14 April 2013, “Ada warga berinisial NH yang mengaku memiliki tanah atau lahan tersebut yang diwariskan dari orang tuanya kepada mereka. Dan NH mulai mengeluarkan kata-kata yang tidak enak setelah ibadah minggu siang itu,” katanya.

Terkait masalah tersebut, telah dilaporkan ke Polsek Muara Tami dengan nomor surat : TBL/33/V/2013/Papua/Res Jayapura Kota/Sek M. Tami tentang masalah ancaman pembunuhan.

“Tadi pagi saya bersama suami dan diteman seorang majelis jemaat melaporkan kasus ini di Polsek Muara Tami. Dan mereka katakan akan segera memproses kasus ini,” katanya.

Pendeta MR berharap kasus tersebut cepat ditanggapi dan bisa diselesaikan sebaik mungkin, termasuk berharap Sinode dan Klasis GKI Jayapura bisa memperhatikan masalah kami dan jemaat GKI Rafidim.

“Kami juga berharap pihak keamanan bisa memberikan pengamanan terkait ancaman pembunuhan ini,” pintanya.

Sebelumnya, merasa warga jemaat dan dirinya diancam Pendeta MR meminta bantuan kepada Ondoafi Abisai Rollo untuk menyelesaikan permasalahan itu. Dan semula ondoafi akan membagi lahan itu menjadi dua bagian tetapi setelah melihat pihak gereja memiliki sertifikat yang sah akhirnya disepakati bahwa pihak ondoafi akan memanggil dan membicarakan hal itu dengan keluarga NH dan TH untuk mendapatkan ganti lahan tepat dibelakang bangunan Koperasi Unit Desa Koya Timur.

Tetapi sepertinya kesepakatan dan informasi tersebut tidak sampai ke keluarga NH dan TH. Sehingga pada malam harinya TH menggunakan sebuh mobil bersama rekan-rekan yang dalam keadaan dipengaruhi minuman keras mendatangi rumah pendeta MR yang terletak tepat dibekang bangunan Gereja GKI Rafidim.

Dan sambil berteriak-teriak dengan nada ancaman TH menunjukan sangkur yang terselip dipinggangnya, “Bapa Ade (suami dari pendeta MR) saya pacung leher kamu,” kata pendeta MR meniru kalimat yang diucapkan TH.

Sehingga pada malam itu juga, lanjut pendeta MR, ia bersama anak-anaknya segera mengungsi ke rumah keluarga di kampung Skouw sedangkan suaminya Alfaris Taresay memilih menjaga rumahnya.

Dan pada Minggu (5/5) pagi saat anak-anak sekolah minggu akan ibadah pagi. lagi-lagi pihaknya mendapat teror dari NH dengan alasan mencari dirinya.

“Minggu paginya datang lagi NH dengan alasan mencari saya sambil teriak-teriak, sehingga anak-anak sekolah minggu pada takut,” tuturnya.

Sementara ibadah pada Minggu pagi untuk jemaat juga sempat tertunda hingga pukul 11.30 WIT karena aksi teriak-teriak dengan nada ancaman yang dilakukan oleh NH. “Setelah ada aparat polisi dari Polsek Muara Tami dan TNI dari pos tentara Koya Timur, akhirnya saya pimpin ibadah Minggu siang dengan rasa takut,” katanya. (Jubi/Eveerth)

sumber
0
1.1K
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan