- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Bukan Hanya Tasripin yang Menunggu Uluran Tangan..[Mengharukan]
TS
sweetsin03781
Bukan Hanya Tasripin yang Menunggu Uluran Tangan..[Mengharukan]
![Bukan Hanya Tasripin yang Menunggu Uluran Tangan..[Mengharukan]](https://s.kaskus.id/images/2013/05/06/4918881_20130506034522.jpg)
permisi agan-agan semua, ane mo posting trit lagi nih...
ane harap agan-agan semua ngga ngerasa bosen ketemu ma ane lg...
mungkin agan-agan semua udah tau dengan kasus tasripin anak kecil yang terpaksa bekerja sebagai buruh tani demi menafkahi adik-adiknya, kini kisah Tasripin telah berubah kehidupan ekonominya setelah mendapatkan perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Tasripin telah mendapatkan rumah yang layak, lengkap dengan berbagai fasilitas. Usaha ternak kambing, yang sempat diidamkan Tasrpin pun terkabul. Yang tak kalah penting, sebentar lagi Tasripin dan adik-adiknya dapat melanjutkan sekolah.
namun, ternyata bukan hanya tasripin yang memiliki kisah hidup yang tragis. Berikut sebuah kisah lain dari tasripin-tasripin Indonesia...
Quote:
” Sepulang sekolah, baru kami bertiga masak untuk makan siang dan malam. Kalau berasnya tinggal sedikit, kami makannya hanya malam hari saja sebelum tidur – Indahsari”tak semua anak yang terpaksa membanting tulang sebagaimana Tasripin mendapatkan uluran tangan serupa. Di hari pendidikan nasional yang diperingati 2 Mei lalu, terungkap sejumlah anak yang memiliki kisah memprihatinkan.
Indahsari, siswi kelas 9 SMPN Rembang Purbalingga (Jateng), harus menjadi ’orang tua’ bagi tiga adik dan ibunya yang mengalami gangguan jiwa. Untuk memenuhi kebutuhan makan, Indah harus hutang di warung tetangga. Jika persediaan beras menipis, Indah dan adik-adiknya hanya makan sekali dalam sehari.
Warga Desa Penusupan, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah itu tak menempati rumah sendiri. Tetapi, menyewa rumah yang berdiri di atas tanah bengkok desa. “Uang sewa sebesar Rp4 juta, namun karena tidak memiliki uang hingga kini baru dibayar Rp1 juta,” kata Indah.
Sampai saat ini, Indah harus menyelesaikan bayar sewa tanah yang saat ini digunakan untuk rumah tempat dia, ketiga adik dan ibunya tinggal.
Kepala Desa Penusupan Imam Yulianto membenarkan, sampai saat ini tanah bengkok desa yang digunakan keluarga Indah Sari disewa dengan kesepakatan harga lelang. “Biaya sewa sampai kini masih kekurangan Rp3 juta rupiah,” katanya.
Indah tidak tahu bagimana cara melunasi kekurangan pembayaran sewa tanah 5 x 6 meter milik desa yang digunakan untuk tempat berlindung bagi dirinya, adik serta ibunya.
Kepala SMP Negeri 4 Rembang, Sumarmo, prihatin dengan kondisi siswinya. Dia hanya bisa membantu sebisanya. Pihak sekolah telah membantu biaya sekolah Indah Sari di kelas IX dan dua adiknya, Supriyati Astuti dan Juliah di kelas VII, dengan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). "Selain itu, kami para guru juga biasanya menyisihkan rejeki untuk membantu biaya hidup Indah Sari," kata Sumarmo.
Meski beban hidup Indah Sari begitu besar, namun ia tetap tegar. Setiap hari, Indah Sari selalu mengajak adiknya, yakni Supriyani Astuti (15) dan Juliah (13), keduanya masih duduk satu kelas di Kelas 7 SMPN 4 Rembang. Anak terakhir, Sayang (5) harus menemani sang Ibu, Tarmini, yang mengalami gangguan jiwa.
Dalam kesehariannya, Ny. Tarmini hanya bengong dan sering berbicara sendiri di rumah."Ibu menderita sakit ingatan sejak melahirkan adik saya yang ragil, atau lima tahun lalu. Pernah diobatkan ke Rumah Sakit pakai kartu Jamkesmas, namun tak kunjung sembuh," ujar Indah. Ayah Indah, Winarto (45) yang sebelumnya bekerja sebagai juru kunci Makam Ardi Lawet di Desa Panusupan, dengan penghasilan serba pas-pasan, telah meninggal dunia pada pertengahan Desember 2012 silam, karena penyakit paru-paru. Sementara ibunya, Tarmini, mengalami gangguan jiwa karena tak kuat menanggung beratnya beban keluarga.
Indah sebenarnya memiliki seorang kakak laki-laki. Namanya Tanto Purnomo. Tapi, dia sedang merantau ke Kalimantan, bekerja di sebuah bengkel. Beruntung, Tanto masih sering mengirim uang ke rumah, sekitar Rp300 ribu per bulan. Tiap bulan, jumlah itu masih harus dipotong Rp100 ribu untuk membayar cicilan utang almarhum ayahnya.
"Rata-rata dikirimi segitu per bulan. Tentu saja, jumlah segitu kurang untuk kami hidup berlima. Untuk menutupi kekurangan, saya dan dua adik saya, Supri dan Juli, terpaksa ngidep atau membuat idep atau bulu mata palsu. Hasil jerih payah membuat idep bertiga, kami setor ke pengepul, rata-rata dua hari sekali dapat Rp10.000," ujar Indah di rumahnya, Selasa (30/4/2013).
Di Purbalingga, memang dikenal sebagai sentra industri bulu mata palsu. Dan jika dua hari sekali dapat tambahan Rp 10.000,-, maka dalam sebulan Indah dapat mengumpulkan uang Rp150.000.
"Pekerjaan membuat bulu mata palsu kami lakukan seusai pulang sekolah. Uang dari membuat rambut palsu itu, saya sisihkan untuk membayar listrik yang masih menyalur ke tetangga sebesar Rp40 ribu/bulan. Sisanya , ditambah uang kiriman dari kakak, saya gunakan untuk beli beras, masak dan kebutuhan lain. Kalau kurang, biasanya saya utang ke warung tetangga,"tutur Indah.
Indah tinggal di Desa Penusupan, Kecamatan Rembang. Purbalingga, Jawa Tengah. Kondisi rumahnya compang-camping dan nyaris roboh. Dinding rumahnya hanya terbuat dari papan dan anyaman bambu yang kini mulai lapuk. Saat hujan tiba, atap rumah itu mesti bocor, membuat lantai yang terbuat dari tanah jadi becek di mana-mana.
Jika melongok ke dalam rumah mereka, di ruang tengah terdapat satu set tempat duduk tua dan sebuah amben dengan kasur busa tipis tanpa sprei. Di sebuah meja kecil, terdapat televisi 14 inchi yang sudah rusak. Rumah mereka hanya ada satu buah kamar yang berbatasan langsung dengan dapur dan sumur. Di kamar seluas 2x4 meter terdapat sebuah lemari pakaian dan sebuah amben tanpa kasur.
Di dalam juga kumuh. Baju Indah dan ketiga adiknya hanya dibiarkan teronggok di tempat tidur. Karena tidak punya lemari, sebagian dimasukkan saja ke dalam kardus lusuh. Untuk makan sehari-hari, Indah biasanya memasak sayur daun singkong yang diambil dari kebun tetangga. Jika stok makanan menipis, dia biasa mensiasatinya dengan makan cuma satu kali sehari.
Meskipun dibelit kemiskinan, Indah dan dua adiknya yang masih duduk di bangku SMP, tetap semangat sekolah. Indah yang kini masih menunggu pengumuman kelulusan SMP, berniat melanjutkan ke SMKN Rembang.
"Namun saya pesimis, karena tidak punya biaya, saya tidak bisa melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi," ujar Indah yang bercita-cita menjadi pemain bulu tangkis handal ini.
Demikian Supriyani Astuti, yang bercita-cita menjadi pemain tenis meja, serta Juliah yang bercita -cita menjadi guru, tidak terbayangkan ingin melanjutkan sekolah, karena ketidakadaan biaya.
"Sebenarnya sih ingin melanjutkan sekolah. Namun untuk hidup saja susah, mau pakai apa bayarnya nanti," Timpal Supriyani.
![Bukan Hanya Tasripin yang Menunggu Uluran Tangan..[Mengharukan]](https://s.kaskus.id/images/2013/05/06/4918881_20130506040858.jpg)
![Bukan Hanya Tasripin yang Menunggu Uluran Tangan..[Mengharukan]](https://s.kaskus.id/images/2013/05/06/4918881_20130506040941.jpg)
![Bukan Hanya Tasripin yang Menunggu Uluran Tangan..[Mengharukan]](https://s.kaskus.id/images/2013/05/06/4918881_20130506041029.jpg)
Indahsari, siswi kelas 9 SMPN Rembang Purbalingga (Jateng), harus menjadi ’orang tua’ bagi tiga adik dan ibunya yang mengalami gangguan jiwa. Untuk memenuhi kebutuhan makan, Indah harus hutang di warung tetangga. Jika persediaan beras menipis, Indah dan adik-adiknya hanya makan sekali dalam sehari.
Warga Desa Penusupan, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah itu tak menempati rumah sendiri. Tetapi, menyewa rumah yang berdiri di atas tanah bengkok desa. “Uang sewa sebesar Rp4 juta, namun karena tidak memiliki uang hingga kini baru dibayar Rp1 juta,” kata Indah.
Sampai saat ini, Indah harus menyelesaikan bayar sewa tanah yang saat ini digunakan untuk rumah tempat dia, ketiga adik dan ibunya tinggal.
Kepala Desa Penusupan Imam Yulianto membenarkan, sampai saat ini tanah bengkok desa yang digunakan keluarga Indah Sari disewa dengan kesepakatan harga lelang. “Biaya sewa sampai kini masih kekurangan Rp3 juta rupiah,” katanya.
Indah tidak tahu bagimana cara melunasi kekurangan pembayaran sewa tanah 5 x 6 meter milik desa yang digunakan untuk tempat berlindung bagi dirinya, adik serta ibunya.
Kepala SMP Negeri 4 Rembang, Sumarmo, prihatin dengan kondisi siswinya. Dia hanya bisa membantu sebisanya. Pihak sekolah telah membantu biaya sekolah Indah Sari di kelas IX dan dua adiknya, Supriyati Astuti dan Juliah di kelas VII, dengan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). "Selain itu, kami para guru juga biasanya menyisihkan rejeki untuk membantu biaya hidup Indah Sari," kata Sumarmo.
Meski beban hidup Indah Sari begitu besar, namun ia tetap tegar. Setiap hari, Indah Sari selalu mengajak adiknya, yakni Supriyani Astuti (15) dan Juliah (13), keduanya masih duduk satu kelas di Kelas 7 SMPN 4 Rembang. Anak terakhir, Sayang (5) harus menemani sang Ibu, Tarmini, yang mengalami gangguan jiwa.
Dalam kesehariannya, Ny. Tarmini hanya bengong dan sering berbicara sendiri di rumah."Ibu menderita sakit ingatan sejak melahirkan adik saya yang ragil, atau lima tahun lalu. Pernah diobatkan ke Rumah Sakit pakai kartu Jamkesmas, namun tak kunjung sembuh," ujar Indah. Ayah Indah, Winarto (45) yang sebelumnya bekerja sebagai juru kunci Makam Ardi Lawet di Desa Panusupan, dengan penghasilan serba pas-pasan, telah meninggal dunia pada pertengahan Desember 2012 silam, karena penyakit paru-paru. Sementara ibunya, Tarmini, mengalami gangguan jiwa karena tak kuat menanggung beratnya beban keluarga.
Indah sebenarnya memiliki seorang kakak laki-laki. Namanya Tanto Purnomo. Tapi, dia sedang merantau ke Kalimantan, bekerja di sebuah bengkel. Beruntung, Tanto masih sering mengirim uang ke rumah, sekitar Rp300 ribu per bulan. Tiap bulan, jumlah itu masih harus dipotong Rp100 ribu untuk membayar cicilan utang almarhum ayahnya.
"Rata-rata dikirimi segitu per bulan. Tentu saja, jumlah segitu kurang untuk kami hidup berlima. Untuk menutupi kekurangan, saya dan dua adik saya, Supri dan Juli, terpaksa ngidep atau membuat idep atau bulu mata palsu. Hasil jerih payah membuat idep bertiga, kami setor ke pengepul, rata-rata dua hari sekali dapat Rp10.000," ujar Indah di rumahnya, Selasa (30/4/2013).
Di Purbalingga, memang dikenal sebagai sentra industri bulu mata palsu. Dan jika dua hari sekali dapat tambahan Rp 10.000,-, maka dalam sebulan Indah dapat mengumpulkan uang Rp150.000.
"Pekerjaan membuat bulu mata palsu kami lakukan seusai pulang sekolah. Uang dari membuat rambut palsu itu, saya sisihkan untuk membayar listrik yang masih menyalur ke tetangga sebesar Rp40 ribu/bulan. Sisanya , ditambah uang kiriman dari kakak, saya gunakan untuk beli beras, masak dan kebutuhan lain. Kalau kurang, biasanya saya utang ke warung tetangga,"tutur Indah.
Indah tinggal di Desa Penusupan, Kecamatan Rembang. Purbalingga, Jawa Tengah. Kondisi rumahnya compang-camping dan nyaris roboh. Dinding rumahnya hanya terbuat dari papan dan anyaman bambu yang kini mulai lapuk. Saat hujan tiba, atap rumah itu mesti bocor, membuat lantai yang terbuat dari tanah jadi becek di mana-mana.
Jika melongok ke dalam rumah mereka, di ruang tengah terdapat satu set tempat duduk tua dan sebuah amben dengan kasur busa tipis tanpa sprei. Di sebuah meja kecil, terdapat televisi 14 inchi yang sudah rusak. Rumah mereka hanya ada satu buah kamar yang berbatasan langsung dengan dapur dan sumur. Di kamar seluas 2x4 meter terdapat sebuah lemari pakaian dan sebuah amben tanpa kasur.
Di dalam juga kumuh. Baju Indah dan ketiga adiknya hanya dibiarkan teronggok di tempat tidur. Karena tidak punya lemari, sebagian dimasukkan saja ke dalam kardus lusuh. Untuk makan sehari-hari, Indah biasanya memasak sayur daun singkong yang diambil dari kebun tetangga. Jika stok makanan menipis, dia biasa mensiasatinya dengan makan cuma satu kali sehari.
Meskipun dibelit kemiskinan, Indah dan dua adiknya yang masih duduk di bangku SMP, tetap semangat sekolah. Indah yang kini masih menunggu pengumuman kelulusan SMP, berniat melanjutkan ke SMKN Rembang.
"Namun saya pesimis, karena tidak punya biaya, saya tidak bisa melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi," ujar Indah yang bercita-cita menjadi pemain bulu tangkis handal ini.
Demikian Supriyani Astuti, yang bercita-cita menjadi pemain tenis meja, serta Juliah yang bercita -cita menjadi guru, tidak terbayangkan ingin melanjutkan sekolah, karena ketidakadaan biaya.
"Sebenarnya sih ingin melanjutkan sekolah. Namun untuk hidup saja susah, mau pakai apa bayarnya nanti," Timpal Supriyani.
Spoiler for Rumah Indahsari:
Spoiler for Indah sari:
Spoiler for Indah sari:
SUMBER
SUMBER
Mudah-mudahan kasus seperti ini bisa cepet terselesaikan agar Indonesia bisa terbebas dari tasripin-tasripin lainnya...
0
1.8K
1
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan