Sejarah pariwisata di bumi nusantara memang tak lepas dari peran kolonial Belanda. Salah satunya adalah ditandai dengan munculnya hotel-hotel di Pulau Jawa. Apalagi sejak dibukanya terusan Suez, makin memudahkan kapal-kapal dari benua Eropa menuju nusantara. Di abad ke-19 inilah kapal-kapal pesiar yang membawa turis-turis dengan dominasi kulit putih asal Eropa datang ke Indonesia untuk berwisata.
Tahun 1910, Belanda membuat biro wisata yang menerbitkan buku panduan wisata sampai ke urusan promosi melalui brosur. Brosur-brosur wisata Pulau Jawa tersebar di Eropa di tahun 1920-an. Awal abad ke-20 menjadi kejayaan pariwisata Hindia Belanda.
Eksotisme bumi nusantara yang ditampilkan di brosur dan buku-buku yang ditulis para penjelajah nusantara sebelumnya, membawa para pelancong Eropa mengarungi lautan untuk berwisata di nusantara.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, hotel-hotel pun dibangun di kota-kota besar dan tujuan wisata. Walaupun berbagai penginapan peristirahatan sudah berjamur di akhir abad ke-19.
Hotel-hotel mewah pertama di Hindia Belanda untuk kebutuhan para wisatawan berada di Pulau Jawa, Medan, dan Makassar. Di era kemerdekaan, sebagian besar hotel ini diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Beberapa masih bertahan sampai saat ini. Seperti Hotel Mij De Boer di Medan yang kini telah menjadi Natour Dharma Deli.
Kemudian, di era Orde Lama, Soekarno pun membangun hotel berbintang berstandar internasional pertama di Indonesia. Saat itu, terdapat empat hotel yang dibangun dalam periode berdekatan.
Hotel bersejarah yang masih ada di Indonesia saat ini bisa dibagi ke beberapa tipe. Tipe pertama adalah peninggalan dari masa kolonial Belanda, masa Orde Lama, maupun masa Orde Baru. Beberapa sudah melewati masa kejayaannya.
Ada pula hotel-hotel yang dibangun di bangunan-bangunan sejarah seperti Hotel Ibis Surabaya yang menempati bangunan cagar budaya. Dulunya bangunan tersebut merupakan kantor perusahaan gula yang dibangun tahun 1916 dan dijuluki sebagai Gedung Cerutu.
Contoh lain adalah Hotel Niagara di Malang. Bangunan yang ditempati hotel tersebut merupakan bangunan yang dibangun di akhir abad ke 19. Awalnya, bangunan itu merupakan vila keluarga.
Nah, jika Anda ingin merasakan sensasi sejarah saat menginap, bagaimana kalau mencoba menginap di salah satu hotel ini. Hotel-hotel berikut merupakan hotel mewah di awal berdiri maupun di masa kini.
Berbicara tentang hotel bersejarah tak bisa lepas dari hotel satu ini. Sejak dibangun di tahun 1910 hingga saat ini, bangunan tersebut tetap berfungsi sebagai hotel, walaupun pemerintahnya silih berganti.
Awalnya, hotel tersebut dibangun dengan nama Oranje Hotel oleh Lucas Martin Sarkies asal Armenia. Di tahun 1936, hotel tersebut direnovasi dengan tambahan sentuhan art deco.
Akibat Perang Dunia II, Jepang menguasai bumi nusantara. Oranje Hotel pun diambil alih dan berganti nama menjadi Yamato Hoteru. Nah, di tahun 1945, sebuah peristiwa bersejarah mengambil tempat.
Hampir tak ada orang Indonesia yang tak mengenal kejadian perobekan kain biru bendera Belanda menjadi bendera merah-putih. Saat itu, pagi hari di 19 September 1945, Mastiff Carbolic mengibarkan bendera Belanda.
Masyarakat Indonesia yang melihat bendera itu pun marah dan naik ke atas hotel. Bendera Belanda diturunkan, lalu warna biru dirobek. Bendera Merah Putih pun dikibarkan.
Di tahun 1946, hotel kembali dikelola oleh Sarkies dan mengganti nama hotel menjadi Hotel L.M.S. Sampai kemudian di tahun 1969, hotel berubah nama lagi menjadi The Majapahit. Hotel sempat dikelola oleh jaringan hotel Mandarin Oriental Group sehingga diberi tambahan nama Mandarin Oriental Majapahit Hotel Surabaya di tahun 1996.
Sepuluh tahun kemudian, Hotel Majapahit tak lagi dikelola oleh Mandarin Oriental. Sampai saat ini, Hotel Majapahit berdiri kokoh dan menjadi salah satu tujuan wisata penggemar sejarah di Surabaya.
Di hotel ini, terdapat kamar bersejarah yaitu kamarnya Charlie Chaplin. Aktor kondang itu pernah menginap di tahun 1936. Kamar tersebut diberi nama Kamar Merdeka dengan nomor kamar 33.
Kamar Merdeka bertipe Majapahit Suite memiliki dua ruangan, yaitu kamar tidur dan living room dengan sofa. Mau mencoba bermalam di kamar Charlie Chaplin? Tarif kamar tersebut mulai dari Rp 2.600.000 per malam.
Quote:
Hotel Savoy Homann Bidakara, Bandung
Spoiler for Penampakan Hotel:
Quote:
Original Posted By Dulu
Quote:
Original Posted By Kini
Salah satu hotel tertua di Pulau Jawa ini menjadi saksi sejarah berkembangnya pariwisata di bumi nusantara. Hotel ini, sama halnya Hotel Des Indes di Batavia (sekarang Pertokoan Duta Merlin), menjadi hotel-hotel yang direkomendasikan para pelancong Eropa, terutama untuk urusan makanannya yang mewah dan dihidangkan dengan gaya rijsttafel.
Hotel ini berdiri di tahun 1871. Awalnya bernama Hotel Homann, sesuai pemiliknya yang bernama Homann asal Jerman. Dulu, bangunan hotel hanya terbuat dari bambu. Barulah di tahun 1880 dibangun kembali menjadi gedung bertembok batu bata.
Sementara itu, gedung yang ada sekarang yaitu gedung yang menghadap ke Jalan Asia Afrika dibangun tahun 1937 dengan gaya art deco oleh arsitek A. F. Albers asal Belanda. Di tahun ini, namanya menjadi Savoy Homann Hotel.
Pada tahun 1987, hotel tersebut dibeli oleh Panghegar Group. Hotel pun direnovasi dan ditambahkan gedung-gedung baru. Nama juga diganti menjadi Savoy Homann Panghegar Heritage Hotel.
Akibat krisis moneter, Panghegar Group pun menjual hotel tersebut dan dibeli oleh Bidakara Group di tahun 2000. Sejak itu, nama hotel berubah menjadi Savoy Homann Bidakara Hotel. Charlie Chaplin saat kunjungannya ke Pulau Jawa pun pernah menginap di hotel ini.
Nah, di hotel ini terdapat 3 kamar spesial. Kamar-kamar berjenis presidential suite itu disebut sebagai tipe Homann Suite. Apa yang membuatnya spesial? Ternyata tiga kamar itu pernah ditempati tokoh-tokoh bersejarah Konferensi Asia Afrika 1955.
Di lantai 1, Homann Suite diberi nama kamar Jawaharlal Nehru, mantan Perdana Menteri India. Homann Suite di lantai 2 adalah kamar Soekarno. Sedangkan di kamar lantai tiga diberi nama Cho En Lai, sesuai nama mantan Perdana Menteri China.
Di setiap kamar ada satu sisi dinding yang khusus dipajang beberapa foto mereka saat beraktivitas di hotel tersebut. Karena merupakan kamar president suite, maka kamar terdiri dari dua ruang tidur, living room lengkap dengan sofa, ruang makan, dan mini bar.
Kamar mandi di Homann Suite juga dilengkapi whirlpool. Ingin mencoba menginap di kamar Jawaharlal Nehru, Soekarno, atau Cho En Lai? Siapkan saja kocek sebesar Rp 4.500.000 per malam.
Quote:
Hotel Salak The Heritage, Bogor
Spoiler for Penampakan Hotel:
Quote:
Original Posted By Kini
Ane gak nemu foto lawas/jadul. Jika ada Agan-agan yang memilikinya, silahkan di-share, nanti ane bakal tampilin di page one
Hotel peninggalan kolonial Belanda tersebut menjadi tempat favorit peristirahatan orang-orang Belanda yang tinggal di Batavia. Hotel ini dibangun tahun 1856 dan diberi nama Bellevue Dibbets Hotel.
Sejak awal dibuka, hotel ini menjadi hotel bagi kalangan atas kolonial Belanda. Hotel tersebut dimiliki oleh orang Belanda yang masih memiliki hubungan dengan salah satu Gubernur Jendral Hindia Belanda.
Bogor dulunya disebut Buitenzorg atau kota untuk beristirahat. Begitu pula fungsi awal Bellevue Dibbets Hotel. Ia dibangun sebagai hotel untuk beristirahat. Namun, karena Buitenzorg juga menjadi pusat penelitian aneka tumbuhan tropis Jawa dan perkebunan, hotel ini pun menjadi tempat pertemuan para pemilik kebun sampai staf pemerintahan.
Di era pendudukan Jepang, hotel tersebut menjadi markas militer Jepang. Namun di tahun 1948, hotel tersebut pun kembali ke fungsi awalnya dan berubah nama menjadi Hotel Salak.
Di tahun 1998, hotel tersebut kembali berganti nama menjadi Hotel Salak The Heritage dengan penambahan gedung-gedung baru. Gedung lama yang kaya akan sejarah dan arsitektur khas masa kolonial Belanda tetap dipertahankan.
Gedung lama atau bangunan hotel bagian depan disebut sebagai Colonial Floor. Untuk merasakan beristirahat di kesejukan udara Bogor ala para meneer Belanda, Anda bisa menginap di kamar tipe Executive, Executive Suite, atau Presidential Suite yang berada di Colonial Floor. Harga per malam untuk Executive mulai dari Rp 1.900.000.