- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Elizabeth Fry, Tokoh Reformasi Penjara Inggris


TS
hunter.hideout
Elizabeth Fry, Tokoh Reformasi Penjara Inggris
no repost gan ^_^

Ruangan sempit dengan sedikit cahaya, pengap, kumuh, dan penuh dengan aroma keringat, bukanlah alasan bagi Elizabeth Fry untuk mengeluh dalam melayani. Meski sering kali terganggu oleh suara gaduh dan tangis anak-anak penghuni lapas, tak sekali pun menyurutkan niatnya untuk terus berjuang, menuntut hak kelayakan dan kenyamanan bagi seluruh narapidana perempuan penghuni penjara-penjara di Inggris, yang tidak diperlakukan sebagaimana mestinya oleh penguasa di awal tahun 1800-an.
Sebagai seorang putri pedagang wol dan bankir kaya raya, yang berasal dari +golongan bangsawan Quaker, tidak lantas membuat ia membusungkan dada, bangga akan diri dan tingkatan status sosialnya. Justru itu semua merupakan stimulus (rangsangan) baginya untuk selalu bersyukur, – mampu keluar dari zona nyaman dirinya – turba (turun ke bawah), mengaktualisasi diri, melayani dan memperjuangkan hak-hak kaum yang dimarginalkan. Dan narapidana perempuan merupakan fokus (obyek) pelayanannya – membimbing mereka dan melakukan pendampingan baik secara mental dan spiritual.
Kesadaran untuk mengabdikan diri bagi perjuangan kaum terpinggirkan ini mendapat dukungan penuh dari Jhon Howard seorang awam yang juga bekerja sebagai Sheriff , sekaligus pemberi mandat tongkat estafet pertama pelayanan penjara kepada Fry. Juga William Savery, yang mengajarkan Elizabeth tentang kehadiran Allah dan doktrin-doktrin Kristen lainnya. Ternyata sangat berpengaruh kepada perubahan yang mendasar dari dalam diri seorang Elizabeth yang di masa kecilnya gemar membaca buku-buku Voltaire, Rousseau, Thomas Paine; Elizabeth yang di masa remajanya pernah menyatakan tidak punya agama, dan hampir saja menyangkali dan meninggalkan Tuhan, kini berubah menjadi seorang Elizabeth yang sadar betul akan besarnya kasih Tuhan kepadanya, membuat ia sadar siapa dirinya, apa tujuan ia hidup dan bagaimana mensyukuri hidup.
Jiwa pengabdian dan semangat pengorbanan itu tak hanya berkobar saat Elizabeth belum menikah, bahkan setelah ia membulatkan hati, mengambil komitmen untuk hidup bersama dengan Joseph Fry – jiwa pengabdian seorang pelayan justru makin menyala dalam diri Elizabeth. Meski sepanjang hari dia harus disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga – melayani suami dan ke sebelas anak-anak, buah pernikahan mereka, namun dia tetap saja dapat “mencuri” waktu untuk melayani rekan-rekan penghuni penjara-penjara di Inggris . Bahkan dengan ketekuan dan kesetiaan yang ia miliki, pada saat berumur 30 tahun, Elizabeth Fry dinobatkan gereja untuk menyandang predikat Pendeta.
Dengan predikat ini, sayap-sayap pelayanan lebih diperlebar lagi. Walaupun mengadakan kunjungan ke penjara-penjara di Inggris merupakan kegiatan rutin yang harus dikerjakannya. Namun ia sadar betul, bahwa apa yang dikerjakannya kurang maksimal. Oleh karena itulah di tahun 1817, Fry mengorganisir sebuah tim wanita untuk menjenguk narapidana wanita secara teratur, membacakan Alkitab kepada mereka, dan memberikan pengajaran-pengajaran lain yang dibutuhkan. Di kemudian hari, Fry memperluas jangkauan kerja komite-komite wanita pelawat penjaranya ke kawasan-kawasan yang baru, dengan ditandai dibentuknya “British Society For Promoting Reformation, Of Female Psioners” (perkumpulan Inggris untuk meningkatkan reformasi bagi narapidana wanita) pada tahun 1821.
Perkumpulan-perkumpulan bentukan Elisabeth itu diharapkan dapat membantu nara pidana dalam memperjuangkan hak-hak mereka, untuk memperoleh kelayakan dan “kenyamanan” khususnya bagi anak-anak yang terpaksa berada di samping ibunya saat menjalani masa hukuman yang nota bene hanya karena mereka miskin dan tak mampu membayar hutang-hutang untuk mencukupi kehidupan harian mereka.
Sampai ajal menjemputnya di tahun 1845, Fry terus meningkatkan perbaikan-perbaikan kondisi penjara-penjara di Inggris. Bersama-sama dengan tokoh-tokoh sejamannya, seperti William Wilberforce dan goerge Muller, ia mengajak generasi-generasi muda untuk melanjutkan tongkat estafet perjuangan para pendahulu mereka dengan tanggung jawab sosial secara penuh dan serius.
tambahan:
nih saking diseganinya, lukisan beliau sampai diabadikan dlm cetakan uang di Inggris..

- SUMBER -
smoga berkenan gan..
jgn lupa:
dan 
haus nih...
Spoiler for no repost:

Ruangan sempit dengan sedikit cahaya, pengap, kumuh, dan penuh dengan aroma keringat, bukanlah alasan bagi Elizabeth Fry untuk mengeluh dalam melayani. Meski sering kali terganggu oleh suara gaduh dan tangis anak-anak penghuni lapas, tak sekali pun menyurutkan niatnya untuk terus berjuang, menuntut hak kelayakan dan kenyamanan bagi seluruh narapidana perempuan penghuni penjara-penjara di Inggris, yang tidak diperlakukan sebagaimana mestinya oleh penguasa di awal tahun 1800-an.
Sebagai seorang putri pedagang wol dan bankir kaya raya, yang berasal dari +golongan bangsawan Quaker, tidak lantas membuat ia membusungkan dada, bangga akan diri dan tingkatan status sosialnya. Justru itu semua merupakan stimulus (rangsangan) baginya untuk selalu bersyukur, – mampu keluar dari zona nyaman dirinya – turba (turun ke bawah), mengaktualisasi diri, melayani dan memperjuangkan hak-hak kaum yang dimarginalkan. Dan narapidana perempuan merupakan fokus (obyek) pelayanannya – membimbing mereka dan melakukan pendampingan baik secara mental dan spiritual.
Kesadaran untuk mengabdikan diri bagi perjuangan kaum terpinggirkan ini mendapat dukungan penuh dari Jhon Howard seorang awam yang juga bekerja sebagai Sheriff , sekaligus pemberi mandat tongkat estafet pertama pelayanan penjara kepada Fry. Juga William Savery, yang mengajarkan Elizabeth tentang kehadiran Allah dan doktrin-doktrin Kristen lainnya. Ternyata sangat berpengaruh kepada perubahan yang mendasar dari dalam diri seorang Elizabeth yang di masa kecilnya gemar membaca buku-buku Voltaire, Rousseau, Thomas Paine; Elizabeth yang di masa remajanya pernah menyatakan tidak punya agama, dan hampir saja menyangkali dan meninggalkan Tuhan, kini berubah menjadi seorang Elizabeth yang sadar betul akan besarnya kasih Tuhan kepadanya, membuat ia sadar siapa dirinya, apa tujuan ia hidup dan bagaimana mensyukuri hidup.
Jiwa pengabdian dan semangat pengorbanan itu tak hanya berkobar saat Elizabeth belum menikah, bahkan setelah ia membulatkan hati, mengambil komitmen untuk hidup bersama dengan Joseph Fry – jiwa pengabdian seorang pelayan justru makin menyala dalam diri Elizabeth. Meski sepanjang hari dia harus disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga – melayani suami dan ke sebelas anak-anak, buah pernikahan mereka, namun dia tetap saja dapat “mencuri” waktu untuk melayani rekan-rekan penghuni penjara-penjara di Inggris . Bahkan dengan ketekuan dan kesetiaan yang ia miliki, pada saat berumur 30 tahun, Elizabeth Fry dinobatkan gereja untuk menyandang predikat Pendeta.
Dengan predikat ini, sayap-sayap pelayanan lebih diperlebar lagi. Walaupun mengadakan kunjungan ke penjara-penjara di Inggris merupakan kegiatan rutin yang harus dikerjakannya. Namun ia sadar betul, bahwa apa yang dikerjakannya kurang maksimal. Oleh karena itulah di tahun 1817, Fry mengorganisir sebuah tim wanita untuk menjenguk narapidana wanita secara teratur, membacakan Alkitab kepada mereka, dan memberikan pengajaran-pengajaran lain yang dibutuhkan. Di kemudian hari, Fry memperluas jangkauan kerja komite-komite wanita pelawat penjaranya ke kawasan-kawasan yang baru, dengan ditandai dibentuknya “British Society For Promoting Reformation, Of Female Psioners” (perkumpulan Inggris untuk meningkatkan reformasi bagi narapidana wanita) pada tahun 1821.
Perkumpulan-perkumpulan bentukan Elisabeth itu diharapkan dapat membantu nara pidana dalam memperjuangkan hak-hak mereka, untuk memperoleh kelayakan dan “kenyamanan” khususnya bagi anak-anak yang terpaksa berada di samping ibunya saat menjalani masa hukuman yang nota bene hanya karena mereka miskin dan tak mampu membayar hutang-hutang untuk mencukupi kehidupan harian mereka.
Sampai ajal menjemputnya di tahun 1845, Fry terus meningkatkan perbaikan-perbaikan kondisi penjara-penjara di Inggris. Bersama-sama dengan tokoh-tokoh sejamannya, seperti William Wilberforce dan goerge Muller, ia mengajak generasi-generasi muda untuk melanjutkan tongkat estafet perjuangan para pendahulu mereka dengan tanggung jawab sosial secara penuh dan serius.
tambahan:
nih saking diseganinya, lukisan beliau sampai diabadikan dlm cetakan uang di Inggris..


- SUMBER -
smoga berkenan gan..
jgn lupa:


haus nih...

0
1.2K
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan