- Beranda
- Komunitas
- Buat Latihan Posting
"Agama telah gagal dalam mencitrakan kebaikan"


TS
anth0ny.wijaya
"Agama telah gagal dalam mencitrakan kebaikan"
Agama sejak lama telah "diperalat" untuk membangun sebuah pencitraan. agama adalah petunjuk jalan, cahaya imani, bersifat sakral dan personal. namun daya magis sakralitas agama yang mestinya bersifat personal telah dieksploitasi bagi standar pencitraan kebaikan. kebaikan adalah bagian dari etika dan moral, dan etika moral niscaya merujuk pada agama.
Ketika kita hidup di lingkungan yang plural dan multi-agama, sudah menjadi hal yang lumrah jika setiap umat beragama mengklaim bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang paling sempurna, agama yang paling benar!
Sesuatu yang paling benar hanya bisa dikenali oleh orang-orang yang berbuat paling benar. Dengan demikian jika ada orang yang perbuatannya tidak mencerminkan perbuatan yang paling benar, tapi mengklaim agama yang diyakininya paling benar. Ketahuilah klaim semacam itu hanya omong kosong dan slogan semata!
1. Kenapa ada banyak agama? Kan malah memecahbelah?
2. Ajaran Agama saling menyayangi, kenapa memecahbelah?
3. Lebih baik setiap orang mengurus agamanya sendiri kan?
Mencoba membahas :
1. Untuk menjawab yang pertama,
kita perlu ingat bahwa Tuhan itu bukan "benda tertentu"
yang bisa dilihat seperti kita melihat "kursi" misalnya.
Tuhan itu tidak kelihatan secara inderawi (spes. Mata).
Karena manusia inderawi,
menapak di tanah, menghirup dengan hidung, dsb,
maka manusia sulit memahami Tuhan yang tidak inderawi.
Manusia punya persepsi tentang Tuhan.
Manusia yang persepsinya sama akan mengelompok dan
membentuk semacam agama.
Karena manusia punya cara berpikir yang kaya,
terbentuklah berbagai agama.
2. Ajaran agama kan saling menyayangi,
mengapa memecah belah?
Itu masalah TAFSIRAN MANUSIA.
Agama mengajarkan baik,
tapi manusia punya konsep baik tertentu.
Ada orang membunuh, karena yakin
membunuh orang beragama lain itu baik,
dan demi Tuhan.
Ada orang memusuhi agama lain,
menganggap kafir,
karena yakin itu demi Tuhan.
dan sebagainya...
Kadangkala PENAFSIRAN MANUSIA tentang
agama membuat perbedaan agama
menjadi masalah.
3. Setiap orang mengurus agama masing-masing itu cukup?
Secara gampang sih bisa dibilang cukup,
tapi ingat, ada agama yang bersifat "Menyebarkan"
maksudnya
ada agama yg menyuruh anggotanya
menyebarkan ajaran dan mengajak orang bergabung,
dan itu pasti berurusan dengan agama lain.
Yang bisa kita lakukan adalah
menerima perbedaan,
bukan hanya toleransi,
tapi toleransi dan menerima.
Apakah agama perlu Di perdebatkan?
Soal agama, di Forum agama memang sudah banyak dibahas. Tetapi, perdebatan fokus pada batasan atau definisi agama itu sendiri masih belum dieksplorasi sedemikian rupa. Batasan soal agama ini dirasa penting ketika kita melihat fenomena agama ulayat atau agama lokal Indonesia yang tidak diakui. Ketika seseorang atau pihak menganggap sesuatu itu bukan agama dan agama jelas berdasar pada batasan yang diacunya. Masalahnya, apakah batasan yang diacu itu diterima secara universal. Misalnya, nabi dan kitab suci. Jika agama harus memiliki nabi dan kitab suci, jelas akan ada banyak agama yang tidak bisa disebut agama. Batasan semacam itu mengandung bias. Agama ulayat memiliki ajaran tersendiri yang berbeda dengan Yahudi, Kristen, Buddha, Hindu, Islam, dan agama besar lainnya. Tidak tepat jika menentukan apakah agama ulayat itu disebut agama dengan berpegang pada agama Kristen dan Islam, misalnya. Dengan demikian, kata agama tidaklah senetral yang dikira.
Agama, entah buat yang menerima atau menolak kehadiran agama, dianggap sudah selesai dipahami batasannya. Pada kenyataannya, tidak seperti yang kita duga, mendefinisikan “agama” selalu menjadi masalah dan perdebatan panjang. Dalam dunia akademis sendiri, lusinan definisi diajukan dan tak satu pun dari definisi itu diterima secara universal.
Sebagai contoh kasus, kita bisa sebutkan tiga definisi di sini:
A: “[Sebuah] sistem kepercayaan dan amalan terpadu yang berkaitan dengan sesuatu yang sakral, artinya, hal-hal yang dipisahkan dan dilarang—kepercayaan dan amalan yang berpadu menjadi satu komunitas moral tunggal“;
B: “tindakan atau perilaku yang menunjukkan kepercayaan pada, penghormatan terhadap, dan keinginan untuk menyenangkan penguasa ilahiah, pengamalan, atau praktik upacara, atau tindakan-tindakan yang menyiratkan hal ini … sistem peribadatan iman tertentu”;
C: “suatu sistem kepercayaan dan amalan yang berpusat di sekitar penyembahan Tuhan yang diturunkan secara keseluruhan atau sebagian dari sebuah kitab yang diwahyukan Tuhan kepada salah seorang utusannya”.
Salah satu masalah yang mengemuka adalah bahwa setiap definisi itu mengeksklusikan “agama” tertentu. Buddha, Jainisme, Konfusianisme, Taoisme, dan beberapa tradisi dalam Hindu tidak akan memenuhi syarat untuk menjadi “agama” menurut definisi C, karena semua itu tergolong di antara sejumlah tradisi iman yang tidak mencakup kepercayaan pada satu tuhan atau lebih. Agar sebuah definisi memenuhi syaratnya, seseorang harus menemukan ciri yang terdapat dalam semua sistem yang kita anggap sebagai agama, tetapi tidak mencakup kelompok-kelompok lain, seperti partai politik atau klub sepak bola yang juga memerintahkan kepatuhan kuat. Percaya kepada kehidupan setelah kematian, upacara pengurbanan, atau doa, mungkin tidak menjadi bagian dari setiap agama di planet ini. Dalam konteks hukum, terdapat persyaratan lebih lanjut bahwa definisi itu tidak boleh hanya menggambarkan agama-agama yang ada, tetapi bisa menentukan apakah gerakan-gerakan yang muncul pada masa mendatang dapat dianggap sebagai agama atau tidak. Misalnya, kasus eksistensi agama ulayat di Indonesia. Dengan itu, definisi tidak sekadar mengategorisasikan, tetapi ikut menentukan apa yang bisa disebut agama atau bukan pada masa depan.
Kata religion sendiri terdapat dalam bahasa-bahasa Eropa, dan karenanya mencerminkan pandangan peradaban Eropa. Tidak ada kata yang persis setara untuk religion dalam bahasa Sanskrit (padanan religion dalam bahasa Indonesia, yaitu a gama, berasal dari bahasa Sanskrit). Beberapa kebudayaan tidak membedakan iman kepada Allah dengan iman kepada seorang pemimpin politik, dan tidak punya istilah untuk religion yang tidak mencakup “politik”. Mungkin dalam beberapa budaya tidak ada sebuah istilah menyeluruh untuk bagian kehidupan yang mencakup berdoa dan beriman, tetapi tidak mencakup makan atau berhubungan seks; mungkin beberapa budaya tidak memiliki sebuah kata untuk religion yang tidak mencakup “hal-hal baik lain untuk dilakukan” yang dianggap orang Eropa sebagai nonreligius.
Pendek kata “agama” bukanlah sebuah istilah netral.
Jika sebuah kata dan penggunaannya telah berkembang dalam satu budaya tertentu, maka harus diberi perhatian tertentu sebelum kata itu dicangkokkan ke dalam budaya lain. Kepercayaan dan praktik peradaban lain mungkin tidak cocok dengan model tersebut. Kata “agama” bisa menjadi titik awal berbahaya untuk memahami agama-agama yang berbeda satu sama lain.
Nah, sekarang kita periksa kembali perdebatan soal agama yang sudah dilakukan di FORUM AGAMA. Apakah sudah ditemukan suatu kesepakatan soal agama itu sendiri dalam perdebatan?
Apakah mungkin merumuskan definisi agama yang bisa diterima secara universal?
Menurut anda semua, apakah agama ulayat itu bisa disebut sebagai agama?
Omong-omong, apa definisi agama bagi anda sendiri?
Dan, apakah definisi agama yang anda ajukan itu sudah netral? Atau, jangan-jangan kita tidak bisa merumuskan batasan agama secara netral?
Ketika kita hidup di lingkungan yang plural dan multi-agama, sudah menjadi hal yang lumrah jika setiap umat beragama mengklaim bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang paling sempurna, agama yang paling benar!
Sesuatu yang paling benar hanya bisa dikenali oleh orang-orang yang berbuat paling benar. Dengan demikian jika ada orang yang perbuatannya tidak mencerminkan perbuatan yang paling benar, tapi mengklaim agama yang diyakininya paling benar. Ketahuilah klaim semacam itu hanya omong kosong dan slogan semata!
1. Kenapa ada banyak agama? Kan malah memecahbelah?
2. Ajaran Agama saling menyayangi, kenapa memecahbelah?
3. Lebih baik setiap orang mengurus agamanya sendiri kan?
Mencoba membahas :
1. Untuk menjawab yang pertama,
kita perlu ingat bahwa Tuhan itu bukan "benda tertentu"
yang bisa dilihat seperti kita melihat "kursi" misalnya.
Tuhan itu tidak kelihatan secara inderawi (spes. Mata).
Karena manusia inderawi,
menapak di tanah, menghirup dengan hidung, dsb,
maka manusia sulit memahami Tuhan yang tidak inderawi.
Manusia punya persepsi tentang Tuhan.
Manusia yang persepsinya sama akan mengelompok dan
membentuk semacam agama.
Karena manusia punya cara berpikir yang kaya,
terbentuklah berbagai agama.
2. Ajaran agama kan saling menyayangi,
mengapa memecah belah?
Itu masalah TAFSIRAN MANUSIA.
Agama mengajarkan baik,
tapi manusia punya konsep baik tertentu.
Ada orang membunuh, karena yakin
membunuh orang beragama lain itu baik,
dan demi Tuhan.
Ada orang memusuhi agama lain,
menganggap kafir,
karena yakin itu demi Tuhan.
dan sebagainya...
Kadangkala PENAFSIRAN MANUSIA tentang
agama membuat perbedaan agama
menjadi masalah.
3. Setiap orang mengurus agama masing-masing itu cukup?
Secara gampang sih bisa dibilang cukup,
tapi ingat, ada agama yang bersifat "Menyebarkan"
maksudnya
ada agama yg menyuruh anggotanya
menyebarkan ajaran dan mengajak orang bergabung,
dan itu pasti berurusan dengan agama lain.
Yang bisa kita lakukan adalah
menerima perbedaan,
bukan hanya toleransi,
tapi toleransi dan menerima.
Apakah agama perlu Di perdebatkan?
Soal agama, di Forum agama memang sudah banyak dibahas. Tetapi, perdebatan fokus pada batasan atau definisi agama itu sendiri masih belum dieksplorasi sedemikian rupa. Batasan soal agama ini dirasa penting ketika kita melihat fenomena agama ulayat atau agama lokal Indonesia yang tidak diakui. Ketika seseorang atau pihak menganggap sesuatu itu bukan agama dan agama jelas berdasar pada batasan yang diacunya. Masalahnya, apakah batasan yang diacu itu diterima secara universal. Misalnya, nabi dan kitab suci. Jika agama harus memiliki nabi dan kitab suci, jelas akan ada banyak agama yang tidak bisa disebut agama. Batasan semacam itu mengandung bias. Agama ulayat memiliki ajaran tersendiri yang berbeda dengan Yahudi, Kristen, Buddha, Hindu, Islam, dan agama besar lainnya. Tidak tepat jika menentukan apakah agama ulayat itu disebut agama dengan berpegang pada agama Kristen dan Islam, misalnya. Dengan demikian, kata agama tidaklah senetral yang dikira.
Agama, entah buat yang menerima atau menolak kehadiran agama, dianggap sudah selesai dipahami batasannya. Pada kenyataannya, tidak seperti yang kita duga, mendefinisikan “agama” selalu menjadi masalah dan perdebatan panjang. Dalam dunia akademis sendiri, lusinan definisi diajukan dan tak satu pun dari definisi itu diterima secara universal.
Sebagai contoh kasus, kita bisa sebutkan tiga definisi di sini:
A: “[Sebuah] sistem kepercayaan dan amalan terpadu yang berkaitan dengan sesuatu yang sakral, artinya, hal-hal yang dipisahkan dan dilarang—kepercayaan dan amalan yang berpadu menjadi satu komunitas moral tunggal“;
B: “tindakan atau perilaku yang menunjukkan kepercayaan pada, penghormatan terhadap, dan keinginan untuk menyenangkan penguasa ilahiah, pengamalan, atau praktik upacara, atau tindakan-tindakan yang menyiratkan hal ini … sistem peribadatan iman tertentu”;
C: “suatu sistem kepercayaan dan amalan yang berpusat di sekitar penyembahan Tuhan yang diturunkan secara keseluruhan atau sebagian dari sebuah kitab yang diwahyukan Tuhan kepada salah seorang utusannya”.
Salah satu masalah yang mengemuka adalah bahwa setiap definisi itu mengeksklusikan “agama” tertentu. Buddha, Jainisme, Konfusianisme, Taoisme, dan beberapa tradisi dalam Hindu tidak akan memenuhi syarat untuk menjadi “agama” menurut definisi C, karena semua itu tergolong di antara sejumlah tradisi iman yang tidak mencakup kepercayaan pada satu tuhan atau lebih. Agar sebuah definisi memenuhi syaratnya, seseorang harus menemukan ciri yang terdapat dalam semua sistem yang kita anggap sebagai agama, tetapi tidak mencakup kelompok-kelompok lain, seperti partai politik atau klub sepak bola yang juga memerintahkan kepatuhan kuat. Percaya kepada kehidupan setelah kematian, upacara pengurbanan, atau doa, mungkin tidak menjadi bagian dari setiap agama di planet ini. Dalam konteks hukum, terdapat persyaratan lebih lanjut bahwa definisi itu tidak boleh hanya menggambarkan agama-agama yang ada, tetapi bisa menentukan apakah gerakan-gerakan yang muncul pada masa mendatang dapat dianggap sebagai agama atau tidak. Misalnya, kasus eksistensi agama ulayat di Indonesia. Dengan itu, definisi tidak sekadar mengategorisasikan, tetapi ikut menentukan apa yang bisa disebut agama atau bukan pada masa depan.
Kata religion sendiri terdapat dalam bahasa-bahasa Eropa, dan karenanya mencerminkan pandangan peradaban Eropa. Tidak ada kata yang persis setara untuk religion dalam bahasa Sanskrit (padanan religion dalam bahasa Indonesia, yaitu a gama, berasal dari bahasa Sanskrit). Beberapa kebudayaan tidak membedakan iman kepada Allah dengan iman kepada seorang pemimpin politik, dan tidak punya istilah untuk religion yang tidak mencakup “politik”. Mungkin dalam beberapa budaya tidak ada sebuah istilah menyeluruh untuk bagian kehidupan yang mencakup berdoa dan beriman, tetapi tidak mencakup makan atau berhubungan seks; mungkin beberapa budaya tidak memiliki sebuah kata untuk religion yang tidak mencakup “hal-hal baik lain untuk dilakukan” yang dianggap orang Eropa sebagai nonreligius.
Pendek kata “agama” bukanlah sebuah istilah netral.
Jika sebuah kata dan penggunaannya telah berkembang dalam satu budaya tertentu, maka harus diberi perhatian tertentu sebelum kata itu dicangkokkan ke dalam budaya lain. Kepercayaan dan praktik peradaban lain mungkin tidak cocok dengan model tersebut. Kata “agama” bisa menjadi titik awal berbahaya untuk memahami agama-agama yang berbeda satu sama lain.
Nah, sekarang kita periksa kembali perdebatan soal agama yang sudah dilakukan di FORUM AGAMA. Apakah sudah ditemukan suatu kesepakatan soal agama itu sendiri dalam perdebatan?
Apakah mungkin merumuskan definisi agama yang bisa diterima secara universal?
Menurut anda semua, apakah agama ulayat itu bisa disebut sebagai agama?
Omong-omong, apa definisi agama bagi anda sendiri?
Dan, apakah definisi agama yang anda ajukan itu sudah netral? Atau, jangan-jangan kita tidak bisa merumuskan batasan agama secara netral?
0
474
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan