- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Tempat-Tempat yang Dilaporkan Pernah Ada Manusia Liliput di Indonesia


TS
dragonroar
Tempat-Tempat yang Dilaporkan Pernah Ada Manusia Liliput di Indonesia
Quote:
http://kateglo.bahtera.org/?mod=dict...phrase=liliput
Definisi liliput:
1. sesuatu yang kecil-kecil (tentang orang, rumah, dsb)
2. nama negeri (Liliput) dalam novel Petualangan Gulliver karya Jonathan Swift, dihuni oleh makhluk setinggi enam inci
Definisi liliput:
1. sesuatu yang kecil-kecil (tentang orang, rumah, dsb)
2. nama negeri (Liliput) dalam novel Petualangan Gulliver karya Jonathan Swift, dihuni oleh makhluk setinggi enam inci
Berikut ini adalah tempat-tempat di Indonesia yang pernah dilaporkan ada liliput:
Quote:
Liliput Ebu Gogo di Flores, NTT
Bagi warga Pulau Flores, kisah tentang Ebu Gogo, sosok mirip manusia aneh yang memiliki tinggi kurang dari 1 meter tentu tidak asing lagi. Ebu Gogo, dapat kenali dengan cara berjalan yang kikuk. Daun telinga mereka menjulur, dan komunikasi antara mereka terbilang aneh karena mereka berkomunikasi seperti orang yang berbisik.
Dalam sebuah artikel di New Scientist (Vol. 186, No 2504) diceritakan, pada abad ke-18, warga desa menipu Ebu Gogo. Warga melepas manusia liliput itu, dan meminta mereka mengambil hadiah serabut kelapa di dalam gua. Ketika Ebu Gogo mengambil serat tersebut, warga desa melemparkan api ke dalam gua, dan membakarnya hidup-hidup.
Richard Roberts seorang profesor Universitas Wollongong Sydney, Australia salah satu tim menyelidiki Hobbit pernah mengatakan dalam sebuah penelitian tentang Ebu Gogo, yang mungkin pernah punah akibat letusan Gunung berapi sekitar 12.000 tahun yang lalu. Tetapi mereka juga bisa saja betahan di bagian lain di pulau Flores.
Penduduk desa mengatakan bahwa Ebu Gogo terakhir terlihat sebelum desanya pindah lokasi, jauh dari gunung berapi, tidak lama sebelum penjajah Belanda menetap di Flores bagian tengah, di abad ke-19. Seperti dikutip dari telegraph.co.uk, Bert menemukan gumpalan kotoran dengan rambut hitam di dalamnya. Namun belum tahu apakah mereka manusia atau sesuatu yang lain.
Jatmiko, peneliti utama di Pusat Arkeologi Nasional (Arkenas), bersama sekitar 40 warga mengais-ngais Liang Gua Bua. Di antara mereka ada Matthew Tocheri, staf Smithsonian Institute National Museum of Natural History, Amerika Serikat. Sejauh ini temuan yang paling fenomenal dari sisi kontroversi dan gaungnya adalah Hobbit Flores yang ditemukan pada 2004.
Pada tahun itu Arkenas bekerja sama dengan University of New England dan Wollongong University, keduanya dari Australia. Smithsonian Institute baru masuk sebagai bagian dari kerja sama tersebut pada 2008. Menurut Jatmiko, kerangka pertama homo floresiensis relatif komplet. Tengkoraknya nyaris utuh. Tulang bahu, lengan, panggul, kaki, hingga jemarinya juga ada.
Bagi warga Pulau Flores, kisah tentang Ebu Gogo, sosok mirip manusia aneh yang memiliki tinggi kurang dari 1 meter tentu tidak asing lagi. Ebu Gogo, dapat kenali dengan cara berjalan yang kikuk. Daun telinga mereka menjulur, dan komunikasi antara mereka terbilang aneh karena mereka berkomunikasi seperti orang yang berbisik.
Dalam sebuah artikel di New Scientist (Vol. 186, No 2504) diceritakan, pada abad ke-18, warga desa menipu Ebu Gogo. Warga melepas manusia liliput itu, dan meminta mereka mengambil hadiah serabut kelapa di dalam gua. Ketika Ebu Gogo mengambil serat tersebut, warga desa melemparkan api ke dalam gua, dan membakarnya hidup-hidup.
Richard Roberts seorang profesor Universitas Wollongong Sydney, Australia salah satu tim menyelidiki Hobbit pernah mengatakan dalam sebuah penelitian tentang Ebu Gogo, yang mungkin pernah punah akibat letusan Gunung berapi sekitar 12.000 tahun yang lalu. Tetapi mereka juga bisa saja betahan di bagian lain di pulau Flores.
Penduduk desa mengatakan bahwa Ebu Gogo terakhir terlihat sebelum desanya pindah lokasi, jauh dari gunung berapi, tidak lama sebelum penjajah Belanda menetap di Flores bagian tengah, di abad ke-19. Seperti dikutip dari telegraph.co.uk, Bert menemukan gumpalan kotoran dengan rambut hitam di dalamnya. Namun belum tahu apakah mereka manusia atau sesuatu yang lain.
Jatmiko, peneliti utama di Pusat Arkeologi Nasional (Arkenas), bersama sekitar 40 warga mengais-ngais Liang Gua Bua. Di antara mereka ada Matthew Tocheri, staf Smithsonian Institute National Museum of Natural History, Amerika Serikat. Sejauh ini temuan yang paling fenomenal dari sisi kontroversi dan gaungnya adalah Hobbit Flores yang ditemukan pada 2004.
Pada tahun itu Arkenas bekerja sama dengan University of New England dan Wollongong University, keduanya dari Australia. Smithsonian Institute baru masuk sebagai bagian dari kerja sama tersebut pada 2008. Menurut Jatmiko, kerangka pertama homo floresiensis relatif komplet. Tengkoraknya nyaris utuh. Tulang bahu, lengan, panggul, kaki, hingga jemarinya juga ada.
Quote:
Liliput di Lampung
Seperti diberitakan baru-baru ini. Warga Lampung digegerkan dengan kabar penampakan manusia kerdil atau manusia liliput di hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung. Kabarnya petugas polisi hutan (polhut) yang bertugas di TNWK yang mengaku bertemu dua kali dengan sekelompok manusia liliput atau manusia kerdil itu.?
"Betul memang petugas polhut kita yang saat itu bertugas melihat ada 'manusia lain' seperti itu. Bukan cuma satu orang petugas saja. Tapi semua tim yang waktu itu bertugas melihat mereka. Mereka melihatnya dalam keadaan sadar. Kejadian pertama itu pada hari Minggu (17/3). Tapi manusia yang dipergoki itu tidak bertubuh kerdil semua," ujar Humas Balai TNWK Sukatmoko seperti dikutip dari Antara, Rabu (10/4).
Penampakan manusia aneh yang kedua kembali terjadi saat rombongan petugas polhut TNWK berpatroli di lokasi yang hampir sama pada pertemuan pertama, pada Rabu (20/3) lalu. "Teman-teman yang patroli kembali melihat. Tapi waktunya sangat singkat. Rombongan manusia aneh yang dipergoki itu bergegas lari menyelinap ke dalam hutan," ujar dia lagi.
Seperti diberitakan baru-baru ini. Warga Lampung digegerkan dengan kabar penampakan manusia kerdil atau manusia liliput di hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung. Kabarnya petugas polisi hutan (polhut) yang bertugas di TNWK yang mengaku bertemu dua kali dengan sekelompok manusia liliput atau manusia kerdil itu.?
"Betul memang petugas polhut kita yang saat itu bertugas melihat ada 'manusia lain' seperti itu. Bukan cuma satu orang petugas saja. Tapi semua tim yang waktu itu bertugas melihat mereka. Mereka melihatnya dalam keadaan sadar. Kejadian pertama itu pada hari Minggu (17/3). Tapi manusia yang dipergoki itu tidak bertubuh kerdil semua," ujar Humas Balai TNWK Sukatmoko seperti dikutip dari Antara, Rabu (10/4).
Penampakan manusia aneh yang kedua kembali terjadi saat rombongan petugas polhut TNWK berpatroli di lokasi yang hampir sama pada pertemuan pertama, pada Rabu (20/3) lalu. "Teman-teman yang patroli kembali melihat. Tapi waktunya sangat singkat. Rombongan manusia aneh yang dipergoki itu bergegas lari menyelinap ke dalam hutan," ujar dia lagi.
Quote:
Liliput di Gunung Kerinci, Provinsi Jambi
Legenda orang pendek sudah lama terdengar di muncul di pedalaman hutan Sumatera. Legenda ini mulai terdengar sejak awal abad 20. Pada tanggal 21 Agustus 1915, Edward Jacobson menemukan sekumpulan jejak misterius di tepi danau Bento, di tenggara gunung Kerinci, Propinsi Jambi. Pemandunya yang bernama Mat Getoep mengatakan bahwa jejak sepanjang 5 inci tersebut adalah milik Orang Pendek.
Pada Desember 1917, seorang manajer perkebunan bernama Oostingh berjumpa dengan Orang Pendek di sebuah hutan dekat Bukit Kaba. Ketika makhluk itu melihatnya, ia bangkit berdiri lalu dengan tenang berjalan beberapa meter dan kemudian naik ke pohon dan menghilang.
Nama-nama lain yang sering diasosiasikan dengan Orang Pendek antara lain : Atu Pendek, Ijaoe, Sedabo, Sedapa, Sindai, Uhang Pandak, Orang Letjo dan Orang Gugu. Makhluk ini memiliki tinggi hanya sekitar 70 cm, diselubungi oleh bulu gelap. Namun wajahnya relatif tidak diselimuti bulu. Kadang-kadang para saksi mendengar suara-suara aneh yang keluar dari mulutnya.
Legenda orang pendek sudah lama terdengar di muncul di pedalaman hutan Sumatera. Legenda ini mulai terdengar sejak awal abad 20. Pada tanggal 21 Agustus 1915, Edward Jacobson menemukan sekumpulan jejak misterius di tepi danau Bento, di tenggara gunung Kerinci, Propinsi Jambi. Pemandunya yang bernama Mat Getoep mengatakan bahwa jejak sepanjang 5 inci tersebut adalah milik Orang Pendek.
Pada Desember 1917, seorang manajer perkebunan bernama Oostingh berjumpa dengan Orang Pendek di sebuah hutan dekat Bukit Kaba. Ketika makhluk itu melihatnya, ia bangkit berdiri lalu dengan tenang berjalan beberapa meter dan kemudian naik ke pohon dan menghilang.
Nama-nama lain yang sering diasosiasikan dengan Orang Pendek antara lain : Atu Pendek, Ijaoe, Sedabo, Sedapa, Sindai, Uhang Pandak, Orang Letjo dan Orang Gugu. Makhluk ini memiliki tinggi hanya sekitar 70 cm, diselubungi oleh bulu gelap. Namun wajahnya relatif tidak diselimuti bulu. Kadang-kadang para saksi mendengar suara-suara aneh yang keluar dari mulutnya.
Quote:
Liliput Suku Oni di Sulawesi Selatan
Di kota Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan juga muncul legenda orang pendek atau liliput ini. Ciri-ciri mereka, memiliki tinggi badan rata-rata 70 cm, kulit mirip manusia, wajah keriput seperti orang tua, berbusana primitif dari kulit tenunan kayu.
Berbeda dengan Homo florensiensis, Suku Oni justru masih eksis di zaman modern. Mereka bukan tergolong manusia purba. Fisiknya menyerupai manusia normal, hanya saja berukuran tubuh seperti anak kecil. Hanya sepinggang manusia normal, bahkan lebih kecil.
Suku primitif ini tinggal bersembunyi di gua-gua di pegunungan Bone, Sulawesi Selatan. Konon, hidup mereka hanya bergantung pada buah-buahan yang ada di hutan sekitar pemukiman mereka. Lokasinya terpencil, seperti di Dusun Dekko Mappesangka Ponre, kurang lebih lima kilometer dari pemukiman warga.
Di kota Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan juga muncul legenda orang pendek atau liliput ini. Ciri-ciri mereka, memiliki tinggi badan rata-rata 70 cm, kulit mirip manusia, wajah keriput seperti orang tua, berbusana primitif dari kulit tenunan kayu.
Berbeda dengan Homo florensiensis, Suku Oni justru masih eksis di zaman modern. Mereka bukan tergolong manusia purba. Fisiknya menyerupai manusia normal, hanya saja berukuran tubuh seperti anak kecil. Hanya sepinggang manusia normal, bahkan lebih kecil.
Suku primitif ini tinggal bersembunyi di gua-gua di pegunungan Bone, Sulawesi Selatan. Konon, hidup mereka hanya bergantung pada buah-buahan yang ada di hutan sekitar pemukiman mereka. Lokasinya terpencil, seperti di Dusun Dekko Mappesangka Ponre, kurang lebih lima kilometer dari pemukiman warga.
Quote:
Liliput Lo'lok di Sulawesi Utara
Pada abad ke-17, seorang pastor Katolik dari Perancis yang bekerja di Sulawesi bernama Nicolas Gervaise menceritakan bahwa pulau Sulawesi dipenuhi oleh "monyet dan Babon" yang agresif. Ada yang tidak berekor dan ada yang berjalan dengan empat kaki. Bahkan dalam catatan tersebut juga disebut adanya monyet putih yang berukuran besar.
Yang luar biasa dari catatan Gervaise adalah adanya kisah mengenai perilaku primata-primata ini yang lumayan aneh. Misalnya, ia menceritakan bahwa sekelompok primata di Makassar pernah merudapaksa dan membunuh seorang wanita penduduk setempat. Lalu ia juga menceritakan bahwa pernah terjadi seekor kera menculik seorang anak berusia tiga tahun di Pare-pare.
Legenda kera-kera misterius ini ternyata tidak hanya milik para penduduk Makassar atau Pare-pare, penduduk Minahasa juga memiliki legendanya sendiri, yaitu mengenai Lolok. Kisah Lo'lok di Minahasa ini diceritakan oleh seorang peneliti bernama JH Schwartz.
Lo'lok yang juga disebut "manusia hutan kecil" atau "roh hutan" adalah makhluk yang disebut berasal dari Minahasa di Sulawesi utara. Kadang-kadang makhluk ini juga sering disebut Orang pendek Minahasa.
Menurut para saksi, bentuk makhluk ini menyerupai anak kecil dengan rambut panjang. Makanannya sama seperti manusia, yaitu nasi. Lo'lok disebut juga memiliki kekuatan yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan arah jalan. Jadi mereka dapat tersesat di hutan yang lebat.
Dalam sebuah kasus yang dihubungkan dengan kekuatan Lo'lok, diceritakan bahwa pernah terjadi seorang perempuan tersesat selama satu bulan di sebuah hutan. Para penduduk lokal dan suaminya yang mengadakan pencarian di hutan menemukan perempuan itu dalam keadaan setengah gila. Lalu para tetua desa menyarankan untuk mengambil tanaman cabe dan menggosokkannya ke mata perempuan itu. Dan benar, perempuan itu sembuh.
Sama seperti yang diceritakan oleh Farry, Schwartz juga menceritakan bahwa masyarakat Minahasa memang percaya ada orang-orang tertentu yang memiliki kekuatan yang diterima dari Lo'lok. Bahkan kisah ini cenderung menjadi semakin mistik. Pernah ada satu orang berhasil menangkap Lo'lok dan berjanji akan melepaskannya jika Lo'lok itu mau memberikan kekayaan kepadanya.
Selain Schwartz, pada tahun 1929, seorang administrator kolonial Belanda bernama Coomans de Ruiter juga memiliki cerita sendiri mengenai Lo'lok. Menurutnya Lo'lok memiliki tinggi sekitar 1,5 meter dengan rambut yang panjang. Mereka berjalan dengan dua kaki dan biasanya terlihat berpasangan. Makhluk ini juga meninggalkan jejak kecil seperti manusia. Mereka pemalu dan akan segera berlari apabila didekati manusia. Namun menurut de Ruiter, Lo'lok mengkonsumsi lumut.
Apabila Schwartz percaya bahwa orang bisa menjadi tersesat di hutan akibat pengaruh kekuatan Lo'lok, maka de Ruiter dengan pendekatan naturalisnya menjelaskan bahwa orang-orang yang hilang di hutan terjadi bukan akibat terpengaruh kekuatan Lo'lok, melainkan benar-benar karena diculik.
De Ruiter menceritakan bahwa pernah terjadi seorang anak perempuan berusia 4 tahun bernama Martina Rau diculik oleh Lo'lok dari rumahnya di Amurang, Minahasa Selatan. Anak perempuan itu kembali ke rumahnya keesokan harinya tanpa terluka sedikitpun. Ketika ditanya darimana, ia menjawab bahwa ia pergi dengan "kakek neneknya".
Ada beberapa peneliti yang mengajukan teori bahwa Lo'lok sesungguhnya adalah manusia dari suku terasing yang tinggal di pegunungan wilayah Dirijo yang disebut To Ipono. Suku ini disebut memiliki sifat seperti Lo'lok, pemalu, akan melarikan diri ketika didekati dan memiliki tubuh berbulu. Namun tidak ada keterangan mengenai ukuran tubuh suku ini.
Pada abad ke-17, seorang pastor Katolik dari Perancis yang bekerja di Sulawesi bernama Nicolas Gervaise menceritakan bahwa pulau Sulawesi dipenuhi oleh "monyet dan Babon" yang agresif. Ada yang tidak berekor dan ada yang berjalan dengan empat kaki. Bahkan dalam catatan tersebut juga disebut adanya monyet putih yang berukuran besar.
Yang luar biasa dari catatan Gervaise adalah adanya kisah mengenai perilaku primata-primata ini yang lumayan aneh. Misalnya, ia menceritakan bahwa sekelompok primata di Makassar pernah merudapaksa dan membunuh seorang wanita penduduk setempat. Lalu ia juga menceritakan bahwa pernah terjadi seekor kera menculik seorang anak berusia tiga tahun di Pare-pare.
Legenda kera-kera misterius ini ternyata tidak hanya milik para penduduk Makassar atau Pare-pare, penduduk Minahasa juga memiliki legendanya sendiri, yaitu mengenai Lolok. Kisah Lo'lok di Minahasa ini diceritakan oleh seorang peneliti bernama JH Schwartz.
Lo'lok yang juga disebut "manusia hutan kecil" atau "roh hutan" adalah makhluk yang disebut berasal dari Minahasa di Sulawesi utara. Kadang-kadang makhluk ini juga sering disebut Orang pendek Minahasa.
Menurut para saksi, bentuk makhluk ini menyerupai anak kecil dengan rambut panjang. Makanannya sama seperti manusia, yaitu nasi. Lo'lok disebut juga memiliki kekuatan yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan arah jalan. Jadi mereka dapat tersesat di hutan yang lebat.
Dalam sebuah kasus yang dihubungkan dengan kekuatan Lo'lok, diceritakan bahwa pernah terjadi seorang perempuan tersesat selama satu bulan di sebuah hutan. Para penduduk lokal dan suaminya yang mengadakan pencarian di hutan menemukan perempuan itu dalam keadaan setengah gila. Lalu para tetua desa menyarankan untuk mengambil tanaman cabe dan menggosokkannya ke mata perempuan itu. Dan benar, perempuan itu sembuh.
Sama seperti yang diceritakan oleh Farry, Schwartz juga menceritakan bahwa masyarakat Minahasa memang percaya ada orang-orang tertentu yang memiliki kekuatan yang diterima dari Lo'lok. Bahkan kisah ini cenderung menjadi semakin mistik. Pernah ada satu orang berhasil menangkap Lo'lok dan berjanji akan melepaskannya jika Lo'lok itu mau memberikan kekayaan kepadanya.
Selain Schwartz, pada tahun 1929, seorang administrator kolonial Belanda bernama Coomans de Ruiter juga memiliki cerita sendiri mengenai Lo'lok. Menurutnya Lo'lok memiliki tinggi sekitar 1,5 meter dengan rambut yang panjang. Mereka berjalan dengan dua kaki dan biasanya terlihat berpasangan. Makhluk ini juga meninggalkan jejak kecil seperti manusia. Mereka pemalu dan akan segera berlari apabila didekati manusia. Namun menurut de Ruiter, Lo'lok mengkonsumsi lumut.
Apabila Schwartz percaya bahwa orang bisa menjadi tersesat di hutan akibat pengaruh kekuatan Lo'lok, maka de Ruiter dengan pendekatan naturalisnya menjelaskan bahwa orang-orang yang hilang di hutan terjadi bukan akibat terpengaruh kekuatan Lo'lok, melainkan benar-benar karena diculik.
De Ruiter menceritakan bahwa pernah terjadi seorang anak perempuan berusia 4 tahun bernama Martina Rau diculik oleh Lo'lok dari rumahnya di Amurang, Minahasa Selatan. Anak perempuan itu kembali ke rumahnya keesokan harinya tanpa terluka sedikitpun. Ketika ditanya darimana, ia menjawab bahwa ia pergi dengan "kakek neneknya".
Ada beberapa peneliti yang mengajukan teori bahwa Lo'lok sesungguhnya adalah manusia dari suku terasing yang tinggal di pegunungan wilayah Dirijo yang disebut To Ipono. Suku ini disebut memiliki sifat seperti Lo'lok, pemalu, akan melarikan diri ketika didekati dan memiliki tubuh berbulu. Namun tidak ada keterangan mengenai ukuran tubuh suku ini.
Diubah oleh dragonroar 16-04-2013 20:09
0
8.5K
Kutip
1
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan