EconomicHitmanAvatar border
TS
EconomicHitman
"nasionalisme-soal-siapa-yang-disejahterakan-bukan-siapa-yang-memiliki" Gita Wirjawan
numpang share artikel wawancara gan,
kalo bermanfaat dan menambah wawasan silahkan di rate,

INDONESIA2014 - Nama Gita Wirjawan kini kerap disebut sebagai salah satu kandidat Presiden Indonesia.

Gita memang seorang ‘rising star’ di negara ini. Sebelum usianya mencapai 50 tahun, ia sudah pernah menduduki posisi Komisaris Pertamina, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 2009, dan kini Menteri Perdagangan.

Tapi ini tak berarti Gita bisa hidup melenggang. Beragam tuduhan ditujukan padanya. Yang paling sering diangkat adalah bahwa ia antek neoliberalisme atau kacung kepentingan asing.

Masa lalu Gita memang kerap digunakan untuk menjustifikasi serangan itu. Maklumlah, Gita memang lulusan Harvard, mengawali kariernya di Goldman Sachs Singapura, pernah di ST Telekomunikasi Singapura dan juga menjadi Direktur Utama JP Morgan Indonesia.

Gita bahkan juga dituduh turut menerima aliran dana Century, melalui perusahaannya, Ancora.

Redaksi Indonesia 2014, Ade Armando dan Levriana Yustriani, mewawancarainya hanya beberapa hari setelah Gita hadir dan bicara di World Economic Forum di Davos, Swiss.

Gita mengungkapkan optimismenya soal ekonomi Indonesia, langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menjadikan Indonesia terus naik kelas, soal kesejahteraan masyarakat, nasionalisme, ketidaksukaannya pada politik dan juga tuduhan-tuduhan terhadapnya.



INA.2014 : Anda baru saja hadir dan bicara di World Economic Forum di Davos. Apa kesan penting yang Anda bawa?

GW: Secara makro, bisa dibilang, ada konsensus bahwa mengenai perekonomian Eropa, kondisi terburuknya sudah dilewati. Saya pribadi agak berbeda pandangan. Tapi yang jelas ada optimisme. Ada perasaan lega.

Tapi yang lebih penting buat kita, pertama, adalah adanya pengakuan terhadap ekonomi Indonesia yang jauh lebih besar dari sebelum-sebelumnya. Dulu kita masih dibayang-bayangi India, Brazil, Afrika Selatan dan Rusia. Sekarang, angka-angka menunjukkan keberhasilan Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi di Brazil 0,6-0,7 %, India 5,3 %, Tiongkok sekitar 7% - turun dari 9-11%, Afrika Selatan 4-5 %, Rusia juga segitu. Indonesia mencapai 6,3 %.

Kedua, banyak pihak memberikan pengakuan bahwa ruang fiskal Indonesia sekarang sudah jauh lebih besar daripada sebelum-sebelumnya dan kebijakan moneter kita juga sangat bagus untuk meredam lajunya inflasi secara berkelanjutan. Selama 3-4 tahun terakhir, inflasi cuma 3,4-3,5% setiap tahun.

Ketiga, branding. Branding Indonesia menguat, bukan cuma dari sisi ekonomi tapi juga non-ekonominya. Bersama dengan Kepala BKPM dan kementerian lainnya, kami memprakarsai acara Malam Indonesia di sana. Kesuksesan acara ini sangat bergantung pada detailnya. Karena itu, selain menampilkan kuliner, kami juga bahkan ikut memilih dalam menampilkan Saykoji, Lea Simanjuntak, pemain biola Maylaffaiza, dan juga Miss Indonesia.

Itu kemasannya sangat berbeda dibandingkan dengan apa yang dilakukan negara-negara seperti India, Korea, Jepang, Malaysia. Banyak sekali teman dari seluruh dunia yang bilang bahwa Indonesia sudah bisa, ‘It’ factor-nya ada. Kalau saya sih agak lebih jauh lagi, the mojo factor (Istilah di kalangan musisi yang merujuk pada ‘feel good’ -- red) itu terasa sekali.

Jadi soft power-nya lebih terasa. Menurut saya adalah penting untuk memproyeksikan Indonesia ke seluruh dunia dengan imej bahwa kita bukan hanya kekuatan ekonomi, tapi ada kekuatan ‘It’-nya, the ‘It’ factor.

INA.2014 : Tadi Anda sendiri bilang, Anda tidak terlalu yakin bahwa krisis di Eropa sudah selesai. Apa itu artinya Indonesia masih harus pasang kuda-kuda?

GW : Secara langsung sebenarnya kita tidak terekspos dengan kondisi perekonomian Eropa. Investasi, perdagangan Eropa tidak terlalu signifikan. Kita lebih terekspos ke Asia-Pasifik dan Amerika. Tetapi secara tidak langsung, kita terekspos dengan Eropa karena barang-barang yang kita kirim ke Asia-Pasifik itu adalah intermediate products yang dibutuhkan oleh Korea, Jepang, dan Tiongkok untuk diolah dan dikirim ke pasar-pasar besar, termasuk Eropa dan Amerika Serikat.

Jadi kalau masih terjadi stagnasi di Eropa, permintaan terhadap produk-produk Tiongkok misalnya juga tidak meningkat. Implikasinya, kebutuhan Tiongkok terhadap produk Indonesia juga stagnan.

Kabar baiknya: kalau kita lihat pernyataan-pernyataan resminya terakhir, kelihatannya Tiongkok akan kembali menguat. Projeksi pertumbuhan mereka di 2013 ini 8-8.5% dibandingkan dengan 7.7-7.8% tahun lalu.

Saya melihat, secara sadar mereka mau mengubah konfigurasi struktur ekonominya dari ketergantungan pada perdagangan internasional ke domestik. Selama ini kan kecenderungannya adalah konsumsi dalam negeri mereka kecil. Sekarang, kelihatannya konsumsi domestik ini yang akan mereka genjot.

Dalam dua bulan terakhir ini, data manufaktur Tiongkok meningkat. Artinya mereka memproduksi barang-barang yang kemungkinan besar akan dikonsumsi pasar domestik. Nah, ini bagus karena manufaktur mereka membutuhkan sumber daya alam dari Indonesia. Kalau manufakturnya meningkat, pembangkit listriknya juga meningkat dan ini berarti kebutuhan batu baranya juga meningkat. Yang terakhir ini datang dari Indonesia.

Masalah buat kita, Indonesia seharusnya tidak terlalu mengandalkan ekspor komoditas. Dari keseluruhan ekspor kita, 65% itu komoditas sementarahanya 35% yang non-komoditas. Jadi ke depan, sangat mendasar bagi kita untuk berusaha meningkatkan ekspor non-komoditas di atas 35%. Ini pun saya tidak khawatir.

INA.2014 : Karena?

GW : Karena tesis investasi di Indonesia sudah kuat sekali. Tiga tahun terakhir, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) kita meningkat sekitar 25-30%. Bagusnya, ini adalah investasi di wilayah yang sangat mengandung value-added dimana kita bisa merangkak di mata rantai nilai.Artinya kita dapat membuahkan pabrik-pabrik yang memproduksi produk-produk bernilai tambah yang bisa dikonsumsi di dalam negeri dan yang bonusnya bisa diekspor ke luar negeri. Itu akan meningkatkan porsi non-komoditas yang 35% tadi.

INA.2014 : Misalnya apa?

GW : Kalau sekarang, misalnya sepatu. Tentunya kita sekarang belum bisa bikin i-Phone, kita belum bisa bikin Blackberry. Tapi pabrik-pabrik yang dibangun dalam dua-tiga tahun terakhir ini banyak yang mulai menuju ke arah itu. Ekspor otomotif kita meningkat 50%, dikirim ke Afrika, ke Timur Tengah, ada juga ke Amerika Latin. Itu membanggakan kita, dibandingkan kita hanya bisa kirim batu bara dan kelapa sawit.

INA.2014 : Tapi ekspor komoditas itu kan tetap penting..

GW : Batu bara? Kelapa sawit? Itu tidak apa-apa. Itu optimisme untuk tahun 2013. Tapi optimisme jangka menengah dan panjang adalah peningkatan kapasitas di Indonesia untuk bisa membuahkan produk-produk yang lebih bernilai tambah yang akan dibutuhkan juga oleh kawasan Asia dan sekitarnya.

sumber
Diubah oleh EconomicHitman 18-04-2013 14:34
0
3.1K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan