- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Komunitas My Darling [HOT !!]


TS
sicknewbie.red
Komunitas My Darling [HOT !!]
Quote:
Spoiler for Bukti no repost:
![Komunitas My Darling [HOT !!]](https://s.kaskus.id/images/2013/03/05/4009560_20130305074738.jpg)
Quote:
Dewi Kusmianti: Wanita Jalanan yang Jadi Pendiri Bank & Komunitas My Darling
![Komunitas My Darling [HOT !!]](https://s.kaskus.id/images/2013/03/05/4009560_20130305074202.jpg)
Quote:
“Lebih baik hidup dari sampah dari pada hidup menjadi sampah.” Itulah ungkapan yang dilontarkan Dewi Kusmianti (37), sang pendiri dan pengelola bank sampah RW 11 Kelurahan Cibangkong, Kecamatan Batu Nunggal, Kota Bandung.
“Dulu saya ngamen untuk anak, karena anak saya butuh makan, sedangkan suami saya pengangguran,” ujar Dewi.
Selama 5 tahun, Dewi berjuang di jalanan untuk menghidupi keluarganya. Bahkan ketika itu, ia dan keluarganya harus tidur beralaskan koran karena kekurangan biaya hidup.
Namun itu dulu. Semangatnya yang tak pernah surut yang menjadikannya seperti sekarang. “Dari dulu Dewi selalu semangat, dan tidak pernah mengeluh,” ungkap Tonton Paryono, suami Dewi. Padahal beban yang ditanggung Dewi tidak ringan.
Ketiga anaknya menderita penyakit yang mengharuskan mereka selalu ke dokter. Anaknya yang pertama mengidap diabetes, anak kedua autis, dan yang terakhir menderita radang otak.
![Komunitas My Darling [HOT !!]](https://dl.kaskus.id/www.fokal.info/fokal/images/stories/Foto/Edisi%2026/ft_26_profil%202.JPG)
“Hasil ngamen saya simpan uangnya di kotak Khong Guan. Nanti kalau anak saya sakit, uangnya dipakai untuk biaya berobat. Berputar terus seperti itu,” cerita Dewi.
Beban yang ditanggungnya juga tak berhenti sampai di situ. Ketika suaminya mendapat pekerjaan sebagai tukang sampah di daerah RW 11 Kelurahan Cibangkong, Kota Bandung, tak jarang suaminya sering mengeluh, bahkan menangis.
Pasalnya, pengelolaan sampah di daerah itu kian tak terurus. Apalagi daerah tersebut tak lagi diangkut sampahnya oleh Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan sejak tahun 1997. Akibatnya, sampah yang ada meluap hingga ke jalanan.
“Saking penuhnya tempat sampah, saya sampai berpikir suami saya bisa mati kalau digencet sampah terus-terusan,” kata Dewi.
Selain keluhan suaminya, ia juga menjadi tempat mengadu bagi seorang relawan sampah yang juga tetangganya. Relawan tersebut sering dipanggil Abah Ayat. Dulu, setiap hari Abah membakar sampah untuk mengurangi jumlah sampah.
“Sehari sebelum Abah meninggal, Abah bilang pada saya ‘Abah nitip tempat sampah ya Dew, sayangi tempat sampah’,” cerita Dewi.
Hal itulah yang kemudian menjadi pemacu semangat Dewi. “Ini amanah Abah, apapun yang terjadi, tempat sampah akan saya bersihkan,” ungkapnya dengan mata berbinar.
Dari situlah, Dewi berjuang membersihkan tempat sampah RW 11. Dengan segala perjuangan dan kerja sama dengan berbagai pihak, akhirnya berdirilah sebuah bank sampah di daerah Cibangkong.
Bank Sampah memang bukan merupakan sebuah ide baru, dan sudah banyak diterapkan di Indonesia. Namun, proses memulainya bukanlah hal yang mudah. Untuk menjalankan bank sampah, butuh sosialisasi ke setiap rumah tentang bank sampah.
Setiap keluarga diminta memilah-milah sampahnya, yaitu organik dan non organik.
Sampah yang sudah dipilah kemudian diambil oleh pengelola bank sampah untuk diolah.
Agar masyarakat mau memilah sampah, maka setiap sampah yang disetor akan dibayar. Untuk sampah organik dihargai 50 rupiah per kilogram (kg), dan sampah non organik 400 rupiah per kg.
Dalam memulai program bank sampah ini, tak jarang ia sering dikatakan tidak waras. “Saya sering di sebut orang gila, kurang kerjaan, sampah kok dipilah-pilah,” ungkap Dewi.
“Tapi saya terima saja, dalam hati saya berpikir bahwa toh mereka tidak tahu apa yang saya lakukan,” lanjutnya.
Perjuangan Dewi tidak sia-sia. Kini tempat sampah RW 11 Cibangkong sudah tertata bersih dan rapi.
Bantuan yang datang untuk mendukung program bank sampah ini juga tidak sedikit.
![Komunitas My Darling [HOT !!]](https://dl.kaskus.id/www.fokal.info/fokal/images/stories/Foto/Edisi%2026/ft_26_profil%203.JPG)
Sekarang, di bank sampahnya terdapat satu instalasi Bio Metan Green. Bio Metan Green merupakan alat pengelolaan sampah organik menjadi gas dan pupuk cair organik.
Untuk sampah non organik, Dewi beserta dua belas warga sekitar, mengelolanya menjadi berbagai kerajinan tangan. Dewi menamai kelompoknya tersebut “My Darling” yang artinya “Masyarakat Sadar Lingkungan.”
Hingga saat ini, omset yang diperoleh My Darling mencapai Rp800.000 per bulan. Padahal, di awal terbentuknya, omset mereka hanya berkisar Rp800.000 per tahun.
“Dulu saya ngamen untuk anak, karena anak saya butuh makan, sedangkan suami saya pengangguran,” ujar Dewi.
Selama 5 tahun, Dewi berjuang di jalanan untuk menghidupi keluarganya. Bahkan ketika itu, ia dan keluarganya harus tidur beralaskan koran karena kekurangan biaya hidup.
Namun itu dulu. Semangatnya yang tak pernah surut yang menjadikannya seperti sekarang. “Dari dulu Dewi selalu semangat, dan tidak pernah mengeluh,” ungkap Tonton Paryono, suami Dewi. Padahal beban yang ditanggung Dewi tidak ringan.
Ketiga anaknya menderita penyakit yang mengharuskan mereka selalu ke dokter. Anaknya yang pertama mengidap diabetes, anak kedua autis, dan yang terakhir menderita radang otak.
“Hasil ngamen saya simpan uangnya di kotak Khong Guan. Nanti kalau anak saya sakit, uangnya dipakai untuk biaya berobat. Berputar terus seperti itu,” cerita Dewi.
Beban yang ditanggungnya juga tak berhenti sampai di situ. Ketika suaminya mendapat pekerjaan sebagai tukang sampah di daerah RW 11 Kelurahan Cibangkong, Kota Bandung, tak jarang suaminya sering mengeluh, bahkan menangis.
Pasalnya, pengelolaan sampah di daerah itu kian tak terurus. Apalagi daerah tersebut tak lagi diangkut sampahnya oleh Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan sejak tahun 1997. Akibatnya, sampah yang ada meluap hingga ke jalanan.
“Saking penuhnya tempat sampah, saya sampai berpikir suami saya bisa mati kalau digencet sampah terus-terusan,” kata Dewi.
Selain keluhan suaminya, ia juga menjadi tempat mengadu bagi seorang relawan sampah yang juga tetangganya. Relawan tersebut sering dipanggil Abah Ayat. Dulu, setiap hari Abah membakar sampah untuk mengurangi jumlah sampah.
“Sehari sebelum Abah meninggal, Abah bilang pada saya ‘Abah nitip tempat sampah ya Dew, sayangi tempat sampah’,” cerita Dewi.
Hal itulah yang kemudian menjadi pemacu semangat Dewi. “Ini amanah Abah, apapun yang terjadi, tempat sampah akan saya bersihkan,” ungkapnya dengan mata berbinar.
Dari situlah, Dewi berjuang membersihkan tempat sampah RW 11. Dengan segala perjuangan dan kerja sama dengan berbagai pihak, akhirnya berdirilah sebuah bank sampah di daerah Cibangkong.
Bank Sampah memang bukan merupakan sebuah ide baru, dan sudah banyak diterapkan di Indonesia. Namun, proses memulainya bukanlah hal yang mudah. Untuk menjalankan bank sampah, butuh sosialisasi ke setiap rumah tentang bank sampah.
Setiap keluarga diminta memilah-milah sampahnya, yaitu organik dan non organik.
Sampah yang sudah dipilah kemudian diambil oleh pengelola bank sampah untuk diolah.
Agar masyarakat mau memilah sampah, maka setiap sampah yang disetor akan dibayar. Untuk sampah organik dihargai 50 rupiah per kilogram (kg), dan sampah non organik 400 rupiah per kg.
Dalam memulai program bank sampah ini, tak jarang ia sering dikatakan tidak waras. “Saya sering di sebut orang gila, kurang kerjaan, sampah kok dipilah-pilah,” ungkap Dewi.
“Tapi saya terima saja, dalam hati saya berpikir bahwa toh mereka tidak tahu apa yang saya lakukan,” lanjutnya.
Perjuangan Dewi tidak sia-sia. Kini tempat sampah RW 11 Cibangkong sudah tertata bersih dan rapi.
Bantuan yang datang untuk mendukung program bank sampah ini juga tidak sedikit.
Sekarang, di bank sampahnya terdapat satu instalasi Bio Metan Green. Bio Metan Green merupakan alat pengelolaan sampah organik menjadi gas dan pupuk cair organik.
Untuk sampah non organik, Dewi beserta dua belas warga sekitar, mengelolanya menjadi berbagai kerajinan tangan. Dewi menamai kelompoknya tersebut “My Darling” yang artinya “Masyarakat Sadar Lingkungan.”
Hingga saat ini, omset yang diperoleh My Darling mencapai Rp800.000 per bulan. Padahal, di awal terbentuknya, omset mereka hanya berkisar Rp800.000 per tahun.
Quote:
kontak: 083820379565 (Dewi Kusmianti)
Quote:
Quote:
Spoiler for Awass....!!:












Diubah oleh sicknewbie.red 19-03-2013 08:23
0
17.2K
Kutip
117
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan