Kaskus

News

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rudy.psikologiAvatar border
TS
rudy.psikologi
Negeri Sentosa, Tak Tersorot Kamera [Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan]
Segala hak cipta adalah milik penulis artikel ini, ane hanya memindahkan ke kaskus agar kita bisa melihat bahwa masih ada pemimpin sekualitas jokowi, hanya saja tidak tersorot kamera

http://wisata.kompasiana.com/jalan-j...ra-515702.html

Indonesia ternyata tidak kekurangan pemimpin berkualitas. Saat mata banyak tertuju ke Jokowi di Jakarta dengan gebrakannya, di daerah-daerah kita sebenarnya punya banyak inspirasi lain. Salah satunya dari Sinjai, sebuah kabupaten kecil di Sulawesi Selatan. Kepemimpinan yang kuat mampu membuat daerah ini berkembang. Jokowi dijamin minder atas apa yang diperbuat bupatinya. Cerita perjalanan ini akan menjelaskan sedikit tentang wilayah tersebut.

Negeri Sentosa, Tak Tersorot Kamera [Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan]
salah satu pemandangan di Pulau Sembilan, Sinjai sumber: dok.pribadi

Sebelum masuk Sinjai, saya ditantang taruhan oleh Mail, supir rental yang menemani saya dari Makassar. “Abang boleh cari jalan jelek di Sinjai, bahkan di kampung-kampung sekali pun. Atau coba cari pengendara motor yang keluar rumah tanpa helm, walau cuma ke warung terdekat. Kalau Abang ketemu, boleh potong honor saya setengah” tantangnya.

Awalnya saya anggap itu angin lalu saja, namun Mail semangat sekali berpromosi. Di sepanjang perjalanan dia bercerita perkembangan Sinjai di bawah kepemimpinan Rudiyanto Asapa, Bupati dua periode yang saat ini juga maju sebagai calon gubernur Sulawesi Selatan.

Masuk Sinjai menjelang maghrib, saya menginap di Hotel Sahid Sinjai, sebelah kediaman resmi Bupati. Target pertama saya adalah menikmati satu-satunya kehidupan malam di Sinjai. Kehidupan malam yang sangat sehat. Sebuah perputaran ekonomi yang mensejahterakan nelayan maupun warga secara keseluruhan, yaitu Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Sinjai.

Negeri Sentosa, Tak Tersorot Kamera [Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan]
Suasana TPI Sinjai di pagi hari (sumber: dok pribadi)

Pusat pelelangan ikan Sinjai mulai ramai sekitar pukul 19.30. Ratusan kapal penangkap ikan parkir dan berbaris rapi di pinggir pelelangan. Parkir dengan retribusi resmi yang menguntungkan daerah. Nelayannya bukan hanya dari Sinjai, nelayan dari Bantaeng, Bulukumba, bahkan dari Makassar lebih suka parkir dan menurunkan ikan di pusat pelelangan ikan ini. Sebab manajemennya transparan dan rapi. Taka ada tengkulak yang memonopoli harga.

Ikan diturunkan dan langsung disambut oleh para pedagang. Masyarakat lalu-lalang bertransaksi baik membeli ikan partai besar maupun eceran untuk kebutuhan sehari-hari. Ini pasar yang hampir sempurna, tidak ada cukong atau tengkulak yang bisa mengintervensi harga ikan. Nelayan, penjual, dan pembeli sama-sama diuntungkan. Jika ikan tidak habis, dinaikkan lagi ke peti pendingin yang ada di kapal untuk dijual lagi pada malam berikutnya.

Dengan uang lima puluh ribu, anda bukan hanya dapat 3-4 ekor ikan, tapi seperti meraup tauge. Bagi yang ingin segera menikmati ikan segar, di pintu masuk pelelangan terdapat banyak warung yang menyediakan pembakaran ikan. Inilah satu-satunya kehidupan malam di Sinjai.

Pulang dari pelelangan saya mampir di sebuah toko serba ada untuk membeli perlengkapan mandi dan sikat gigi. Jangan harap anda akan menemukan waralaba semacam Alfamart atau Indomaret di tempat ini. Bupati Sinjai, hanya mengijinkan waralaba masuk ke daerahnya jika bersedia menampung produk industry rumahan warga dengan kuota tertentu. Satu hal yang sepertinya berat dipenuhi oleh perusahaan waralaba. Namun bagi sang kepala daerah, itu bentuk perlindungan terhadap sektor ekonomi kerakyatan agar tidak digilas pasar-pasar modern.

Keesokan pagi saya bersiap-siap berkeliling ke pelosok Sinjai. melihat langsung hasil kepemimpinan Rudiyanto Asapa yang disanjung-sanjung warga Sinjai tersebut.

Saya mulai dengan menikmati pemukiman di pusat kota. Jalan-jalan yang mulus, rapi, serta pohon rindang terbentang di sepanjang jalan. Lalu saya lanjutkan perjalanan ke Sinjai Utara. Lagi-lagi Mail mengingatkan saya soal tantangannya. “Nanti coba cari jalan jelek ya bang,” tantangnya sembari senyum-senyum.

Saya tidak tertarik mencari jalan jelek tetapi sibuk memperhatikan motor-motor yang berseliweran. Penampilan motor-motor dan pengendaranya rata-rata sama, konservatif. Hampir tidak ada modifikasi. Motor harus dengan dua spion pabrikan, tanpa knalpot yang bikin berisik, serta pengedara yang lengkap dengan helm standar SNI. Konon tak ada kawasan khusus tertib lalu lintas di sini. Seluruh jalan adalah kawasan tertib lalu lintas. Sebab, polisi bisa melakukan tilang di jalan-jalan kampung sekalipun. Nama Kasatlantas Sinjai, H. Eddy, adalah nama terpopuler kedua setelah sang Bupati.

Saya berhenti di Bukit Gojeng. Ini awalnya adalah tempat makam purbakala. Namun fosil-fosilnya sudah dipindahkan ke dalam museum. Lokasi situs purbakala ini sendiri diubah menjadi taman kota yang sangat asri dan indah. Sekelas dengan resort-resort super mahal di pulau jawa. Ini merupakan ruang publik tempat muda-mudi menghabiskan waktu, terutama di akhir pekan. Dan yang bikin saya kaget, petugas penjaga taman ini memberitahu saya, password free wifi yang bisa dinikmati di Bukit Gojeng. Masukkan saja password digojengku, anda bisa berselancar di internet sambil menikmati nuansa resort berkelas yang sangat asri.

Negeri Sentosa, Tak Tersorot Kamera [Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan]
Kota Sinjai dilihat dari bukit gojeng

Negeri Sentosa, Tak Tersorot Kamera [Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan]
keasrian bukit gojeng seperti dikelola swasta, bukan pemerintah (sumber: dok pribadi)

Negeri Sentosa, Tak Tersorot Kamera [Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan]
himbauan menjaga dari pemerintah daerah (sumber: dok pribadi)

Dari Bukit gojeng, saya menuju dataran rendah. Ada deretan pulau-pulau yang menarik perhatian saya ketika melayangkan pandangan dari puncak bukit gojeng. Menurut warga setempat, namanya Pulau Sembilan. Ada sembilan pulau yang terpisah dari daratan utama Kabupaten Sinjai.

Saya menuju pelabuhan untuk mendapatkan speed ke Pulau Sembilan. Tidak ada tujuan khusus, hanya ingin tahu kondisi pulau-pulau yang terpisah dari daratan utama. Saya menuju pulau yang paling ramai, dan juga merupakan Pusat kecamatan Pulau Sembilan, namaya Pulau Kambuno.

Negeri Sentosa, Tak Tersorot Kamera [Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan]
Perkampungan nelayan di pulau Kambuno (foto: dok. pribadi)

Pulau ini dihuni oleh para nelayan. Tapi jangan bayangkan sebuah kampung nelayan yang berantakan dan kumuh. Ini jauh di luar perkiraan. Yang terlihat justru sebuah pemukiman yang sangat rapi dan bersih. Rumah-rumah panggung berjejer rapi dan gang-gang yang bersih. Hampir tidak ada rumah yang jelek, begitu juga perahu-perahu mereka yang bersandar di pinggir pulau. Persis di tengah-tengah pulau terdapat sebuah ruang publik berupa lapangan yang multifungsi. Jika diptret dari udara, akan mirip seperti stadion di tengah pulau, dikelilingi oleh rumah-rumah panggung dan tebing. Ini contoh kearifan lokal yang tidak tunduk pada keserakahan.

Negeri Sentosa, Tak Tersorot Kamera [Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan]
Suasana kampung yang asri dan bersih tidak mencerminkan perkampungan nelayan yang biasa dianggap amis dan kotor. (foto. dok pribadi)

Dulu pulau ini gelap gulita. Tidak ada listrik. Namun setelah dipimpin oleh Rudiyanto Asapa, Kambuno sudah dialiri listrik. cumipun masih terbatas pada malam hari, namun membuat kemajuan dalam banyak hal, terutama pendidikan. Anak-anak bisa melajar dengan baik. Kehidupan pulau juga lebih semarak, dan sebagian di antara mereka justru bisa berselancar di internet. Ternyata pulau ini juga tersedia fasilitas Free Wifi yang dipancarkan dari kantor kecamatan.

Saya telusuri semua sisi pulau. Wajah-wajah cerah penghuni pulau, terutama anak-anak menghiasi setiap langkah saya menyisir pulau. Seorang anak mengajak saya melihat bangunan SMP tempat dia bersekolah. Tempatnya ada di puncak tertinggi pulau kambuno. Katanya pemandangannya sangat indah dan tak akan bisa dilupakan. Ah, saya pikir itu hanya hiperbola saja.

Saya susuri jalan setapak menanjak yang sudah dibeton. Di kiri kanan terdapat hamparan hutan kaktus seperti di gurun pasir. Sungguh nuansa yang sangat berbeda ketika sadar bahwa ini masih di pulau tropis. Di tengah-tengah hutan kaktus, terdapat sebuah balai nikah, di puncak tebing dan menghadap ke laut. Sejenak saya layangkan pandangan. Mulut ternganga dan takjub. Hamparan laut bening dengan warna kehijauan membentang di hadapan mata. Bisa dibayangkan betapa romantisnya jika pernikahan digelar di balai nikah ini. Besarnya tidak seberapa, tapi pemandangannya akan membuat moment pernikahan sebagai kenangan yang sangat berkesan.

Negeri Sentosa, Tak Tersorot Kamera [Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan]
Pemandangan dari balai nikah pulau sembilan (foto. dok pribadi)

Tidak jauh dari Balai Nikah itu, berdiri megah sebuah SMP negeri. Klaim anak kecil tadi ternyata bukan hiperbola. Pemandangan dari ruang guru maupun ruang belajar SMP ini setara dengan resort-resort mewah di Bali. Pantai pasir yang sempit, pohon kelapa yang tidak terlalu banyak, dan hamparan laut bening berwarna kehijauan. Saya tidak tahu apakah pemandangan ini akan membuat semangat belajar bertambah atau malah membuat ngantuk.

(bersambung)
0
14.4K
136
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan