Pontianak – Capgome 2013 membawa hoki. Selama perayaan hari ke-15 Imlek 2564 itu perputaran uang tunai di Kalbar meningkat drastis dibandingkan hari biasa. Data yang dihimpun Bank Indonesia Perwakilan Kalbar mencatat uang yang beredar saat Capgome mencapai Rp 600 miliar.

“Angka tersebut sedikit ada penurunan dibandingkan tahun 2012 yang lalu. Tetapi ini masih data sementara,” kata Purjoko, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar, usai acara Kajian Ekonomi Regional Kalbar Triwulan IV 2012, Selasa (26/2)

Menurunnya uang beredar itu dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Kalbar di Kuartal I memang lebih rendah dibandingkan kuartal lainnya. Dalam arti pertumbuhan yang diharapkan atau diproyeksikan tidak tercapai.

“Tetapi adanya perayaan Imlek dan Capgome sudah menunjukkan perkembangan yang positif terutama pada konsumsi masyarakat. Kalau di bulan biasa yang tidak ada event perputaran uang di Kalbar sekitar Rp 400 miliar. Sebagai perbandingan, selama Januari-Februari 2013 ini peredaran uang di Kalbar sudah mencapai Rp 1 triliun lebih,” ungkap Purjoko.

Berdasarkan hasil kajian Bank Indonesia di Kalbar, ada 8 kegiatan yang memicu inflasi dikaitkan dengan kegiatan lokal dalam setahun. Pada Januari 2012 ada kegiatan Tahun Baru dan Imlek dengan nilai inflasi 1,02. Komoditas utama penyumbang inflasi yakni daging ayam ras, sawi hijau, dan beras.

Bulan Februari ada kegiatan Cap Ngou Me, nilai inflasi 1,57 atau yang tertinggi sepanjang tahun dengan komoditas utama angkutan udara, daging ayam ras, dan ikan gembung.

Memasuki Maret, tidak ada kegiatan pemicu inflasi sehingga terjadi penurunan 0,44 persen; dengan komoditas utama untuk inflasi sawi hijau, kontrak rumah, tukang bukan mandor.

Kemudian untuk April dan September ada arus balik sembahyang kubur. April menyumbang nilai inflasi 0,44 dengan komoditas utama angkutan udara, rokok keretek filter, dan ikan tongkol. Sementara di September menyumbang nilai inflasi 0,74 oleh sawi hijau, kontrak rumah, dan kangkung.

Aktivitas lokal yang memicu inflasi lainnya yakni Ramadan pada Juli, Idulfitri pada Agustus, Iduladha pada Oktober, dan Natal pada Desember. Secara keseluruhan, inflasi di Kalbar pada tahun 2012 sebesar 6,19 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi historis (rata-rata tiga tahun terakhir sebesar 5,90 persen).

Perayaan Capgome 2013 lebih meriah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kota Pontianak dan Singkawang jadi pusat kegiatan sehingga “diserbu” oleh empat menteri, yakni Menkokesra, Menpora, Menakertrans, dan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Menteri BUMN Dahlan Iskan juga sempat datang ke Kalbar tetapi kedatangannya untuk meninjau proses pengerjaan pembukaan sawah baru di Ketapang. Padahal Ketua Umum Persobarin (Persatuan Olahraga Barongsai Indonesia) itu ingin lihat Capgome namun waktunya terlalu sempit.

Setidaknya Kalbar sudah mendunia, dengan 18 dubes dan perwakilan UNESCO (Badan PBB) yang seperti Dubes Afganistan, Laos, Brunei Darussalam, Somalia, Myanmar, Srilanka, Seycelles, Thailand, Zimbabwe, Kamboja, Polandia, Palestina, Cuba, Kenya, Iran, Afrika Selatan, Nigeria, dan UNESCO.

Diperlambat CPO dan karet
Kajian BI Perwakilan Kalbar menyatakan pertumbuhan ekonomi Kalbar pada Triwulan IV 2012 masih mengalami perlambatan. Penyebab utamanya adalah harga Crude Palm Oil (CPO) dan karet ekspor Kalbar mengalami penurunan signifikan.

“Pertumbuhan perekonomian Kalbar sangat dipengaruhi oleh kinerja ekspor yang dipengaruhi kondisi ekonomi global. Dampaknya yang sangat besar di sektor ekspor, terutama CPO dan karet. Dua komponen itu yang cukup kuat di luar pertambangan,” ungkap Purjoko.

Perekonomian Kalbar Triwulan IV 2012 hanya tumbuh 5,39 persen, dibandingkan Triwulan III 6,2 persen dan Triwulan IV 2011 6,5 persen.

“Kondisi itu dipengaruhi oleh perlambatan konsumsi pemerintah dan melemahnya kinerja ekspor. Sedangkan penggerak utama perekonomian sangat dipengaruhi konsumsi dalam negeri dengan pangsa hingga 98,45 persen,” ujarnya.

Namun, lanjut Purjoko, ada indikasi masyarakat mengurangi konsumsi. Konsumsi BBM tumbuh lebih lambat. Keyakinan masyarakat terhadap pendapatan enam bulan yang akan datang, juga cenderung melemah.

Namun yang signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Kalbar adalah CPO yang menggeser posisi kayu (kehutanan) dan karet sebagai primadona. Kedua komoditas prima itu masih terkena dampak krisis global yang melanda Amerika Serikat dan Eropa.

Meski volume ekspor melambat 20,02 persen atau 4,22 juta ton dibandingkan Triwulan IV 2011, namun perlahan menunjukkan pemulihan. Kondisi itu dipengaruhi oleh perubahan kebijakan pemerintah terkait pengetatan ekspor hasil tambang tertentu.

“Dulu, hasil tambang meski masih berupa bahan mentah dapat diekspor langsung ke luar negeri. Dengan adanya aturan itu, industri hilir tambang dalam negeri dapat tumbuh,” kata Purjoko.

Ia yakin kalau hilirisasi juga terjadi di sektor industri CPO dan karet, akan memberi nilai tambah lebih tinggi bagi ekonomi Kalbar. Tetapi hilirisasi industri masih terkendala rendahnya infrastruktur di Kalbar, biaya logistik yang tinggi, serta rendahnya pasok energi listrik.

“Dari sisi pasokan energi kita memang menjadi kendala. Banyak industri yang ingin membangun pabrik CPO dan karet tidak jadi karena keterbatasan energi listrik. Hal ini harus dicarikan solusinya oleh Pemprov Kalbar,” tegasnya.

Purjoko menambahkan, sektor transportasi juga sangat berpengaruh dengan pertumbuhan ekonomi. Terutama Bandara Supadio Pontianak yang masih kecil menyebabkan pertumbuhan ekonomi lambat. Apalagi baru-baru ini maskapai penerbangan berkurang disebabkan pailitnya Batavia Air. (kie)


http://www.equator-news.com/utama/20...eredar-rp600-m

ternyata menteri bumn juga pengen nonton cap go meh