- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Rangsang Anak Pada Usia Dini


TS
sagitarious
Rangsang Anak Pada Usia Dini
Gan nih buat yang udah punya anak kecil
PUTRA-putri Anda sudah menunjukkan tanda-tanda "maniak" baca pada
usia di bawah enam tahun? Sebaiknya jangan dulu terlalu bangga,
karena jangan- jangan hal itu justru awal dari malapetaka dalam
perkembangan intelegensi sang anak kelak.
Dalam Simposium Nasional Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) II di
Gedung Depdiknas, Jakarta, Sabtu (29/5), terungkap bahwa anak yang
sudah telanjur maniak baca pada usia di bawah enam tahun cenderung
menunjukkan tanda-tada kejenuhan saat menginjak masa remaja.
Maka, saat sudah duduk di bangku sekolah lanjutan pertama dan
lanjutan atas, minat baca anak bersangkutan mulai menurun. Padahal,
saat- saat itulah justru diperlukan minat baca tinggi agar bisa
menyerap banyak informasi dan materi pelajaran.
"Memang tidak salah jika anak-anak sejak dini diperkenalkan pada
huruf dan angka. Tapi, jangan sampai anak- anak usia di bawah enam
tahun sudah dipaksa membaca buku dan menghitung angka- angka," ujar
Pamela C Phelps PhD, pakar pendidikan anak usia dini dari Amerika
Serikat (AS) yang tampil dalam simposium itu.
Selain guru, Pamela juga direktur dari Creative Pre-school, sebuah
lembaga PAUD di Florida, AS, yang terakreditasi oleh National
Association for the Education of Young Children (NAEYC).
SEJUMLAH riset di AS telah membuktikan adanya kejenuhan minat baca
anak yang dikarbit sejak dini. Sebaliknya, anak yang dibiarkan
menemukan kemampuan membaca secara alami justru makin gemar membaca
dan menunjukkan prestasi belajar pada masa sekolah lanjutan hingga
perguruan tinggi.
"Perlakuan terhadap anak usia kurang dari enam tahun, atau sebelum
masuk SD, sebaiknya lebih sarat dengan rangsangan berupa permainan.
Sebab, dunia anak ada- lah dunia bermain,"papar Pamela.
Permainan bisa berupa gerakan, bunyi-bunyian, warna- warni, maupun
suasana yang menyenangkan bagi anak tanpa banyak perintah. Larangan
hanya diberikan bilamana gerakan sang anak mengancam keselamatannya,
seperti memainkan gunting dan korek api, atau loncat dari meja ke lemari.
Pamela menekankan, permainan harus melatih sensor motorik anak secara
wajar. Bersamaan dengan itu, diperkenalkan budi pekerti demi
pembentukan karakter.
Permainan yang sarat rangsangan bertujuan menyeimbangkan perkembangan
otak kiri dan otak kanan. Otak kiri berhubungan dengan kemampuan
berlogika, sedangkan otak kanan berkait dengan kemampuan berimajinasi.
Dokter Fasli Jalal PhD, yang sehari-harinya menjabat Dirjen
Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (PLSP) Depdiknas menguraikan,
dalam otak bayi yang baru lahir terdapat 100 miliar neuron yang
berhubungan dengan triliunan sel glia. Sel glia merupakan pe- rekat
serta sinap (cabang-cabang neuron) sekaligus penghubung antarneuron.
"Kegiatan otak tergantung pada kegiatan neuron," papar Fasli yang
mewakili Mendiknas membuka simposium.
Potensi cerdas sangat bergantung pada rangsangan yang diterima,
terutama pada usia 0-8 tahun.
RISET yang dikemukakan Pamela ada baiknya hal itu menjadi bahan
renungan bagi para orangtua, pengelola play group (kelompok bermain),
dan guru taman kanak-kanak (TK). Fakta sehari-hari menunjukkan, tidak
jarang anak-anak yang ikut kelompok bermain dan TK, disodori bahan
bacaan oleh para pengelola lembaga bersangkutan. Selanjutnya, secara
serempak anak-anak diminta membaca sederet kalimat menirukan ucapan pengasuh.
Para pengelola play group dan TK sering berkilah, anak- anak asuhan
mereka perlu dilatih membaca dan menghitung sebagai persiapan masuk
SD. Saat ini, memang sudah lumrah kalangan SD elite memberlakukan
beragam tes dalam penerimaan murid baru, dari tes psikologi sampai
kemampuan baca-tulis.
"Inilah rangkaian kesalahkaprahan dalam menerjemahkan substansi
PAUD," kata Gutama, Direktur PAUD Depdiknas.
Ini menjadi masalah, karena ujung-ujungnya mengancam mutu pendidikan
secara nasional. Berdasarkan data dari Badan Litbang Depdiknas, saat
ini sekitar 2,5 juta anak masuk SD di bawah usia 6 tahun. Padahal,
sesuai dengan program Wajib Belajar, usia siswa dalam mengenyam masa
pendidikan SD mestinya 7-12 tahun.
Kecenderungan curi start masuk SD, bakal berdampak buruk terhadap
perkembangan intelegensi anak-anak kelak. Alangkah tragisnya jika
anak-anak terpaksa putus sekolah atau tidak cerdas justru bukan
karena faktor ekonomi, melainkan karena kecerobohan orangtuanya sendiri.
Gitu gan buat ortu yg ngebet anaknya biar pinter tp janganb sampe salah jalan
Tp semua itu kembali lagi pada ortu dan anaknya juga suh gan.
PUTRA-putri Anda sudah menunjukkan tanda-tanda "maniak" baca pada
usia di bawah enam tahun? Sebaiknya jangan dulu terlalu bangga,
karena jangan- jangan hal itu justru awal dari malapetaka dalam
perkembangan intelegensi sang anak kelak.
Dalam Simposium Nasional Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) II di
Gedung Depdiknas, Jakarta, Sabtu (29/5), terungkap bahwa anak yang
sudah telanjur maniak baca pada usia di bawah enam tahun cenderung
menunjukkan tanda-tada kejenuhan saat menginjak masa remaja.
Maka, saat sudah duduk di bangku sekolah lanjutan pertama dan
lanjutan atas, minat baca anak bersangkutan mulai menurun. Padahal,
saat- saat itulah justru diperlukan minat baca tinggi agar bisa
menyerap banyak informasi dan materi pelajaran.
"Memang tidak salah jika anak-anak sejak dini diperkenalkan pada
huruf dan angka. Tapi, jangan sampai anak- anak usia di bawah enam
tahun sudah dipaksa membaca buku dan menghitung angka- angka," ujar
Pamela C Phelps PhD, pakar pendidikan anak usia dini dari Amerika
Serikat (AS) yang tampil dalam simposium itu.
Selain guru, Pamela juga direktur dari Creative Pre-school, sebuah
lembaga PAUD di Florida, AS, yang terakreditasi oleh National
Association for the Education of Young Children (NAEYC).
SEJUMLAH riset di AS telah membuktikan adanya kejenuhan minat baca
anak yang dikarbit sejak dini. Sebaliknya, anak yang dibiarkan
menemukan kemampuan membaca secara alami justru makin gemar membaca
dan menunjukkan prestasi belajar pada masa sekolah lanjutan hingga
perguruan tinggi.
"Perlakuan terhadap anak usia kurang dari enam tahun, atau sebelum
masuk SD, sebaiknya lebih sarat dengan rangsangan berupa permainan.
Sebab, dunia anak ada- lah dunia bermain,"papar Pamela.
Permainan bisa berupa gerakan, bunyi-bunyian, warna- warni, maupun
suasana yang menyenangkan bagi anak tanpa banyak perintah. Larangan
hanya diberikan bilamana gerakan sang anak mengancam keselamatannya,
seperti memainkan gunting dan korek api, atau loncat dari meja ke lemari.
Pamela menekankan, permainan harus melatih sensor motorik anak secara
wajar. Bersamaan dengan itu, diperkenalkan budi pekerti demi
pembentukan karakter.
Permainan yang sarat rangsangan bertujuan menyeimbangkan perkembangan
otak kiri dan otak kanan. Otak kiri berhubungan dengan kemampuan
berlogika, sedangkan otak kanan berkait dengan kemampuan berimajinasi.
Dokter Fasli Jalal PhD, yang sehari-harinya menjabat Dirjen
Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (PLSP) Depdiknas menguraikan,
dalam otak bayi yang baru lahir terdapat 100 miliar neuron yang
berhubungan dengan triliunan sel glia. Sel glia merupakan pe- rekat
serta sinap (cabang-cabang neuron) sekaligus penghubung antarneuron.
"Kegiatan otak tergantung pada kegiatan neuron," papar Fasli yang
mewakili Mendiknas membuka simposium.
Potensi cerdas sangat bergantung pada rangsangan yang diterima,
terutama pada usia 0-8 tahun.
RISET yang dikemukakan Pamela ada baiknya hal itu menjadi bahan
renungan bagi para orangtua, pengelola play group (kelompok bermain),
dan guru taman kanak-kanak (TK). Fakta sehari-hari menunjukkan, tidak
jarang anak-anak yang ikut kelompok bermain dan TK, disodori bahan
bacaan oleh para pengelola lembaga bersangkutan. Selanjutnya, secara
serempak anak-anak diminta membaca sederet kalimat menirukan ucapan pengasuh.
Para pengelola play group dan TK sering berkilah, anak- anak asuhan
mereka perlu dilatih membaca dan menghitung sebagai persiapan masuk
SD. Saat ini, memang sudah lumrah kalangan SD elite memberlakukan
beragam tes dalam penerimaan murid baru, dari tes psikologi sampai
kemampuan baca-tulis.
"Inilah rangkaian kesalahkaprahan dalam menerjemahkan substansi
PAUD," kata Gutama, Direktur PAUD Depdiknas.
Ini menjadi masalah, karena ujung-ujungnya mengancam mutu pendidikan
secara nasional. Berdasarkan data dari Badan Litbang Depdiknas, saat
ini sekitar 2,5 juta anak masuk SD di bawah usia 6 tahun. Padahal,
sesuai dengan program Wajib Belajar, usia siswa dalam mengenyam masa
pendidikan SD mestinya 7-12 tahun.
Kecenderungan curi start masuk SD, bakal berdampak buruk terhadap
perkembangan intelegensi anak-anak kelak. Alangkah tragisnya jika
anak-anak terpaksa putus sekolah atau tidak cerdas justru bukan
karena faktor ekonomi, melainkan karena kecerobohan orangtuanya sendiri.
Gitu gan buat ortu yg ngebet anaknya biar pinter tp janganb sampe salah jalan
Tp semua itu kembali lagi pada ortu dan anaknya juga suh gan.
0
1.6K
14


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan