Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

lenovo976Avatar border
TS
lenovo976
(SHARE) Surat Terbuka Kepada Kapolda Sumbar dan Seluruh Jajaran Polisi di Indonesia!
Misi gan ane mau share tentang kasus Intimidasi (pemerasan dan pemukulan oleh oknum polisi Ipda Danial Partogi Simangunsong kanit Reskrim Polsekta Padangtimur Padang)
sebelumnya ane minta emoticon-Rate 5 Star dong emoticon-Malu (S) oh ya ane minta maaf kalo bahasanya logat padang emoticon-Berduka (S)

Part 1: emoticon-Berduka (S)

Assalamu’alaikum WW

Salam damai di bumi Indonesia yang adil dan sejahtera dalam hukum yang senantiasa menjadi pelindung atas masyarakatnya.

Bapak-bapak yang saya hormati. Tidak kemana badan ini hendak mengadu, ketika mana saya diperlakukan seperti tidak diperlakukan bagaikan manusia. Saya ditekan,diancam, dipukul berkali-kali oleh oknum polisi Ipda Danial Partogi Simangunsong kanit Reskrim Polsekta Padangtimur Padang. Kemudian, beberapa milik saya disandra oleh oknum itu.Seperti motor orangtua saya dan dompet saya.

Dan yang membuat saya trauma adalah ketika mana, oknum itu mengancam saya berkali-kali, dan saya merasa keselamatan jiwa saya terancam.

Saya yakin, polisi adalah pelindung masyarakat. Hanya oknum yang membuat lembaga pelindung itu menjadi tergerus citranya.

Supaya kejadian serupa tak terulang kembali, saya berharap para oknum polisi yang menciderai saya tanpa alasan yang jelas tersebut dapat diusut secara hukum.
Terimakasih banyak.
Wassalam


Shakka Musti Diguna


PERISTIWA SATU :

Hari itu, Selasa tanggal 22 Januari 2013, sekitar pukul 14.15 Wib.

Hari itu aku baru pulang membayar uang kuliah di Universitas Putra Indonesia (UPI) YPTK. Aku ditemani Agung Tirtayasa, sahabatku. Kami mengendarai sepeda motor Beat warna putih nopol BA 6814 WM. Motor itu atas nama Abiku. Motor itu pecah bodinya karena masuk lubang oleh adikku, Ranti. Motor itu belum sempat diperbaiki.

Karena terburu-buru, kami lupa pakai helem.

Di depan Polsek Padang Timur ada razia. Tapi jauh dari tempat razia—sekitar 50 meter---aku berhenti. Karena aku menyadari bahwa kami tidak mengenakan helem. Mendadak seseorang tergesa-gesa menghampiriku. Seseorang itu langsung menarik lenganku. Ia berkata: “ hoiiii....wa-ang ka tapi.Ka tapi ang!”. Saat dia berkata begitu dia menarik lenganku makin kuat. Mungkin dia mengira aku hendak lari. Lalu dia menarik keras stang motorku sebelah kiri.Saking kerasnya, karet pedal stang sebelah kiriku lepas dari gagangannya.

Aku takut. Orang ini siapa, aku tidak kenal. Sering terjadi perampasan motor di jalan raya, dengan cara mengaku-ngaku sebagai aparat atau polisi. Lalu kunci kontak motor aku lepaskan dan diam-diam aku masukkan ke dalam saku kantong celanaku. Sementara, orang itu tetap juga mahegang dan menarik motorku seraya mengatakan: “ malawan wa-ang ha? Wa-ang malawan?”. Dalam hati aku berpikir, yang aku lawan apa dan siapa.Aku tidak mengerti.Kejadiannya begitu cepat.

Sangat cepat. Orang berbadan gemuk, perutnya agak buncit dan memakai topi Baretta (topi yang sering dipakai seniman) itu langsung memukul ku dengan siku kanannya. Kuat sekali pukulan yang mengenai pipi kiriku itu. Kuat. Pipiku bagai diterjang batu. Aku terpekik: “Aduh...!”. Aku langsung turun. Motor oleng dan nyaris rebah.Agung masih duduk di belakang. Waktu aku menjerit kesakitan, oknum itu dengan suara tinggi berkata: “ Aden polisi ko mah...!”

Aku tak sempat berpikir, karena sakit. Kulihat Agung turun dari motor memasang standar motor itu. Agung menepikan motor itu. Agung memasangkan karet pedal motorku itu. Aku berada di belakang Agung. Oknum yang menyikut aku tetap berdiri agak kesamping dariku. Ia seperti sangat marah pada kami.

Sementara itu, dari kejauhan, persis dari depan Mapolsek Padang Timur (tempat razia digelar) seseorang berlari---seperti mengejar ke arah kami. Lelaki berbadan tegap itu, begitu sampai ke arah kami—karena Agung di depan—langsung saja menyarangkan tinjunya ke Agung seraya mengatakan: “Malawan wa-ang tadi?Malawan wa-ang tadi?” .Kini, giliran Agung yang terpekik dan menjerit kesakitan. Agung hanya diam saja, tak berkata-kata.Selain menyimpan dan merasakan sakit sendiri. Bayangkan, oknum itu memukul Agung dengan gaya melompat dan seperti menghuja sekuat tenaga.

Aku makin bingung. Kejadiannya kok begini. Aku dan Agung kok mendadak diperlakukan seperti penjahat kelas kakap. Lelaki berbadan tegap itu, setelah memukul Agung langsung terkejar-kejar menuju ke arah aku. Dengan cepat pula ia berkata sambil memukulku yang tak jauh berdiri dari Agung: “ Wa-ang ciek !”. Prakk, tinjunya bersarang ke pipi sebelah kananku. Goyang rasanya dunia. Pemandanganku mendadak menjadi kelam. Tapi aku kuat-kuatkan, aku tetap berdiri. Jangan sampai rebah dan lalu terkapar. Karena, aku khawatir terhempas sendiri karena dipukul, lalu membentur aspal, sering menyebabkan kejadian yang sangat fatal. Sekuat apapun tinju itu, sesakit apapun, aku harus tetap bertahan. Ya, Allah; beri aku kekuatan. Aku terus berdoa dalam kejadian yang tak kumengerti benar. Yang aku tahu, kesalahan aku adalah tidak mengenakan helem. Tapi mengapa sebegini parahnya, jadinya?

Orang yang datang kemudian itu belakangan aku ketahui bernama Ipda Daniel Partogi Simangunsong (selanjutnya kusebut DPS) , jabatannya Kanit Reskrim Polsek Padang Timur .

Orang yang memukul saya dengan sikunya tadi yang berpakaian preman itu kemudian mendorong-dorong kami ke arah Mapolsek Padang Timur yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari TKP. Sementara, Agung didorong-dorong oleh oknum Kanit DPS.

Untuk mengusir rasa sakit dan menghilangkan ketegangan serta kecemasan yang amat sangat, sambil menuju Mapolsek Padang Timur , aku mengeluarkan sebatang rokok.Membakarnya. Menghisapnya. Ketika rokok hampir habis, Oknum Kanit DPS sambil jalan berkata: “ Marokok se lah wa-ang taruih, den injak-injak kapalo wa-ang tu?”

Spontan aku buang rokok itu. Tak bisa aku membayangkan ketika kepalaku diinjak-injak dengan sepatu. Tak sanggup aku menahan sakit. Sakit yang tadi ditinju dengan siku yang mengenai pipi kiri dan ditinju dengan pukulan yang mengenai pipi kananku, sakitnya yang kini berdenyut-denyut dan membuat mataku berkunang, bahkan perutku mual seperti hendak muntah, masih terasa. Apalah jadinya, badanku yang kurus ini ketika diinjak-injak. Membayangkan itu aku tak sanggup. Makanya juga, aku membuang lekas-lekas rokok itu. Jangan sampai gara-gara merokok nanti, aku benar-benar diinjak-injak. Itu mengerikan.Aku merasa, bahwa saat ini posisiku dan posisi Agung tak ubahnya bagaikan samsak, tempat empuk menyarangkan pukulan.

Bahkan sambil jalan itu pikiranku sampai kepada kematian. Bila aku mati karena sesuatu yang tak aku ketahui benar sebabnya, aku rela. Tapi sebelum itu, aku harus tahu, sebab apa aku dan Agung disiksa? Dan sebelum mati, aku ingin ada orang yang mengabarkan kepada Abi dan Umiku, bahwa aku mati bukan mati sebagai penjahat, tapi adalah sebagai rakyat yang ditangkap karena tidak berhelem lalu disiksa. Tapi, pada sisi lain aku juga tidak rela mati, karena mati yang begitu tentu mati dalam kesia-siaan. Dan apapun kejadiannya, aku tetap tidak akan pernah menerima perlakuan para oknum itu, memukul kami tanpa “pasal” yang jelas.
Dan lekas-lekas, pikiran begitu aku buang. Aku harus berjuang untuk mempertanyakan keadilan itu. Dan kalau aku mampu, aku menegakkannya.Minimal, sebatas upayaku.

Di ruang Mapolsek, ada meja, ada kursi ada lemari. Tidak tahu aku, ruang apa itu. Sebab, di ruang itu tak bernama.

Ada tiga orang berpakaian preman. Kurasa mungkin petugas di sana. Tampak olehku, salah seorang yang tiga itu adalah pria yang tadi meninjuku dengan sikunya. Wajah mereka sungguh menakutkan. Aku seperti berada di bawah teror dan ancaman psikis. Padahal, dari dulu-dulu aku merasakan dan dikatakan oleh Abi, bila terjadi sesuatu yang membahayakan diri atau diri terancam, sebaiknya melapor atau pergi ke kantor polisi. Dalam bayanganku yang diajarkan Abi adalah bahwa polisi adalah pelindung kita dari berbagai serangan atau ancaman yang datang dari orang yang hendak berbuat jahat kepada kita. Dan Abi membayangkan bahwa polisi dan kantornya adalah tempat yang aman, nyaman dan damai.

Tapi, pada saat sekarang ini. Pada peristiwa yang kualami ini, kata Aby tak kutemui. Kantor polisi ini bagiku saat itu seperti sebuah medan perang yang menciptakan neraka bagiku. Orang-orang memandangku dengan mata tajam dan menikam serta menyudutkan.Aku merasa seperti seseorang yang melakukan kesalahan yang sangat besar dan layak disiksa. Itu pikiranku saat itu. Aku benar-benar cemas. Aku berdoa, semoga tak terjadi apa-apa. Dan saat itu, aku diam-diam menangis dalam hati, terbayang wajah Aby dan Umi sewrta adik perempuanku Ranti. Mereka pasti tidak tahu bahwa aku kini sedang dalam persoalan yang aku tidak tahu intinya apa. Inti soal ini apa?
Salah seorang dari tiga orang lelaki (petugas?), yang satunya kurus, bertopi...tiba-tiba menuju aku. Ia berkata: “ Wa-ang nan malawan tadi?”. Tamparan kerasnya mengenai pipi kiriku. Pukulan di pipi kiri yang tadi saja sakitnya tak reda-reda, kini ditampar sekali lagi. Tak bisa aku mengungkapkan betapa pedih dan sakit yang kurasa. Mau saja rasanya aku mengalah dengan cara pingsan. Tapi tetap juga badan aku kuat-kuatkan sekalipun kepala ku rasanya nyeri, badan hoyong.Aku nyarus mual. Bumi bagaikan bergoyang. Untung pada saat itu, Tuhan tak jauh dariku. Pesan Abi, seberat apapun masalah, dekatkan dirimu pada Tuhan. Aku berzikir dan berdoa. Ya,Allah, jauhkan aku dari siksaan ini.
sambung di bawah ya gan ato langsung ke sumber aja .. SUMBER
kalo agan ada yg wartawan mohon di share biar semua orang tau kelakuan oknum polisi yg satu ini emoticon-Cape d... (S) oh ya ini part 1 belom kelar panjang bgt ceritanya..........
Diubah oleh lenovo976 25-01-2013 14:07
0
8.9K
137
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan