ziliet0809Avatar border
TS
ziliet0809
5 perusahaan lokal indonesia yang bermerek dunia

Spoiler for bukti:

Suatu Merek menciptakan image dalam benak konsumen, yang menyimpulkan adanya sesuatu yang berbeda dari perusahaan Anda. Berikut di bawah ini adalah daftar 5 perusahaan lokal Indonesia yang berhasil melakukan branding mereknya sehingga menjadi besar melebihi ukuran perusahaannya sendiri. Cekidot ...
1. OUVAL RESEARCH
Spoiler for ouval research:

Maraknya komunitas skateboard di Bandung membuat trio Rizki, Maskom dan Firman, pada 1997 menciptakan Ouval Research. Tujuan semuala adalah untuk menyuplai peranti juga fesyen buat para skateboarder.”Saat itu, kalau harus beli, rasanya mahal,” kata Rizky.
Pada tahap awal, Ouval Research merilis produk pakaian, seperti kaus, jaket, celana panjang, dan tas. “Kami berpikir untuk membuat produk yang mewakili komunitas kami,” ujar Rizki.
Maka, sebagai langkah pembuka pasar, Rizki cs menawarkan produk Ouval pada komunitas terdekatnya yang memiliki minat olahraga, selera musik, serta pakaian yang sama.
Waktu itu kondisi sedang krisis ekonomi. Harga barang impor naik semua. Toh, tak mudah menegakkan usaha baru tersebut. Mereka mesti berjuang meyakinkan para pelanggan bahwa produk yang ditawarkan tak kalah berkualitas dari produk asing. “Itu susah,” imbuh Rizki. Orang lebih dulu ragu dengan kualitasnya, karena harganya jauh lebih murah. Apalagi, saat itu mereka masih menggunakan cara berdagang dari pintu ke pintu alias door to door. “Semua turun tangan dalam hal pemasaran,” ujarnya. Karena keterbatasan modal dan waktu, maka mereka membuka pula layanan jasa usaha lain untuk memproduksi pesanan pakaian atau tas. “Modal terbatas, karena mayoritas kami baru lulus kuliah,” kata Rizki.
Kekuatan label ini terletak pada koleksi kaosnya yang hadir dengan print unik dan erat sekali dengan budaya street style yang dinamis, fun dan berjiwa muda. Dari kaos, koleksi Ouval Research berkembang hingga ke aksesori, mulai dari tas, sepatu, bahkan sampai MP3 dan otopet. Kini Ouval Research semakin memperlihatkan keseriusan dan kemajuan bisnisnya hingga mengekspor produknya ke mancanegara seperti Singapura di butik Fyeweraz dan skateboard di Jerman.
2. Le Monde
Spoiler for Le Monde:

Le monde diambil dari Bahasa Prancis yang artinya dunia. Perusahaan ini merupakan bisnis keluarga memiliki yang didirikan oleh Zakiah Ambadar (Jackie Ambadar) dengan aset Rp 13 miliar dengan omset Rp 3 miliar per bulan. Saat ini, perusahaan perlengkapan bayi ini mempunyai 10 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Bogor dan Malang. Selain memiliki banyak outlet, Le Monde telah melakukan franchise sejak tahun 2001.
Pengalaman pertama menjajakan produk dagangnya yaitu memasang display satu kamar tidur lengkap di Pasaraya, begitu jam pertama dibuka langsung bisa terjual habis diborong oleh istri pejabat. Saat itu pengelola Pasaraya sempat menegur Jackie karena ia tidak menyediakan stock atau cadangan. Setelah sukses di Pasaraya, Jackie Ambadar yang sekaligus menjadi Managing Director PT Lembanindo Tirta Anugrah, kemudian melabarkan sayap usahanya dengan menjual Le Monde di pasar Melawai. Permintaan ternyata cukup tinggi, sehingga pihaknya kewalahan memenuhi permintaan konsumen.
Guna memenuhi permintaan pasar, Jackie lalu mendirikan pabrik di Ciawi, Bogor. Bersamaan dengan itu, pada tahun 1984 Le Monde juga membuka Kantor Pemasaran di kawasan Jl Radio Dalam Raya No. 88, Jakarta Selatan. Pembukaan outlet di Jl Radio Dalam ini dimaksudkan untuk merealisasikan toko sendiri, menjaga cash flow karena department store melakukan pembayaran yang relatif lama yaitu 45 hari, padahal Le Monde harus membayar pada supplier atau penyedia bahan-bahan produksi dengan jangka waktu 20 hari. Selain itu, tentu saja pembukaan tersebut sebagai wujud dari keinginan untuk lebih dekat dengan konsumen.
Jackie melihat bahwa produk-produk yang dijual di pasaran seperti di sejumlah department store selama ini tidak pernah lengkap. “Karenanya ketika Le Monde bisa menyajikan display secara lengkap banyak pengunjung senang,” katanya.
Kini produk produk Le Monde sudah di ekspor keberbagai negara di Asia, Australia, Jerman, hingga negara Timur Tengah seperti Kuwait dan Bahrain. Berkat keberhasilannya menjaga mutu prima, Le Monde pernah menyabet penghargaan Best Asean Infant Wear 2005.
3. Mimsy
Spoiler for Mimsy:

Christyna Theosa seorang mahasiswi Art Center College of Design Pasadena, Perempuan kelahiran Tuban, 2 Januari 1982 ternyata sukses dengan tas buatannya yang di beri nama label Mimsy pada 2004. Ia banyak bereksperimen dengan bahan dan warna untuk menciptakan desain yang elegan, unik, dan classy, namun juga seksi dan funky. Ia mendesain clutch-nya dengan bahan terbaik seperti kulit Italia, kain lace Jepang dan Prancis, pita sutra, beludru, hingga kristal Swarovski. Semua tas dan clutch-nya juga dilapisi dengan bahan suede Italia dan satin. Tas-tas buatannya ini dijual dengan kisaran harga Rp 1,5 juta hingga Rp 7 juta. Christyna memasarkan koleksinya door to door, sampai akhirnya memutuskan untuk memilih jalur konsinyasi dengan toko tas dan pakaian di daerah Main Street, Santa Monica, CA. “Lingkungan itu adalah daerah perkantoran orang-orang film Hollywood dan studio film,” ujarnya.
Tas Mimsy yang bergaya edgy ternyata diminati, dan penjualannya terus melesat. Christyna pun kemudian menyasar pecinta fashion dengan budget terbatas dan membuat label Clementine yang dibandrol Rp 158 ribu – Rp 600 ribuan. Perbedaan ada pada bahan bakunya, “Namun kualitas sama baiknya,” terangnya lagi.
Kini tas karyanya bisa ditemui di Amerika (New York, Los Angeles, Chicago), Jepang, Malaysia, dan tentunya Indonesia (Grand Indonesia Shopping Town). Saat ini Christyna telah bekerjasama dengan label internasional seperti Bebe dan Urban Outfitters. Untuk Bebe, dia menciptakan tas Mimsy limited edition. Christyna juga tidak melupakan akarnya sebagai wanita Indonesia, setiap tahun dia menciptakan koleksi tas dengan unsur Indonesia.
4. PeterSaysDenim
Spoiler for petersaysdenim:

PeterSaysDenim Adalah nama Label Celana Jins yang cukup terkenal di Bandung, didirikan oleh Peter Firmansyah, Produk-produknya sudah diekspor ke beberapa negara. Bahkan jins, kaus, dan topi yang menggunakan merek Petersaysdenim, bahkan dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri. Sejumlah kelompok musik itu seperti Of Mice & Man, We Shot The Moon, dan Before Their Eyes, dari Amerika Serikat, I am Committing A Sin, dan Silverstein dari Kanada, serta Not Called Jinx dari Jerman sudah mengenal produksi Peter. Para personel kelompok musik itu bertubi-tubi menyampaikan pujiannya dalam situs Petersaysdenim. Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Petersaysdenim juga tercantum sebagai sponsor. Petersaysdenim pun bersanding dengan merek-merek kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson, Fender, Peavey, dan Macbeth. Peter memasang harga jins mulai Rp 385.000, topi mulai Rp 200.000, tas mulai Rp 235.000, dan kaus mulai Rp 200.000. Hasrat Peter terhadap busana bermutu tumbuh saat ia masih SMA. Peter yang lalu menjadi pegawai toko pada tahun 2003 kenal dengan banyak konsumennya dari kalangan berada dan sering kumpul-kumpul. Ia kerap melihat teman-temannya mengenakan busana mahal. “Saya hanya bisa menahan keinginan punya baju bagus. Mereka juga sering ke kelab, mabuk, dan ngebut pakai mobil, tapi saya tidak ikutan. Lagi pula, duit dari mana,” ujarnya. Peter melihat, mereka tampak bangga, bahkan sombong dengan baju, celana, dan sepatu yang mereka dipakai. Harga celana jins saja, misalnya, bisa Rp 3 juta. “Perasaan bangga seperti itulah yang ingin saya munculkan kalau konsumen mengenakan busana produk saya,” ujarnya. Sewaktu masih SMA, Peter terbiasa pergi ke kawasan perdagangan pakaian di Cibadak, yang oleh warga Bandung di pelesetkan sebagai Cimol alias Cibadak Mall, Bandung. Di kawasan itu dia berupaya mendapatkan produk bermerek, tetapi murah. Cimol saat ini sudah tidak ada lagi. Dulu terkenal sebagai tempat menjajakan busana yang dijual dalam tumpukan. Ia benar-benar memulai usahanya dari nol. Pendapatan selama menjadi pegawai toko disisihkan untuk mengumpulkan modal. Di sela-sela pekerjaannya, ia juga mengerjakan pesanan membuat busana. Dalam sebulan, Peter rata-rata membuat 100 potong jaket, sweter, atau kaus. Keuntungan yang diperoleh antara Rp 10.000- Rp 20.000 per potong. “Gaji saya hanya sekitar Rp 1 juta per bulan, tetapi hasil dari pekerjaan sampingan bisa mencapai Rp 2 juta, he-he-he…,” kata Peter. Penghasilan sampingan itu ia dapatkan selama dua tahun waktu menjadi pegawai toko hingga 2005. Belajar menjahit, memotong, dan membuat desain juga dilakukan sendiri. Sewaktu masih sekolah di SMA Negeri 1 Cicalengka, Kabupaten Bandung, Peter juga sempat belajar menyablon. Ia berprinsip, siapa pun yang tahu cara membuat pakaian bisa dijadikan guru.
Merek Petersaysdenim berasal dari Peter Says Sorry, nama kelompok musik. Posisi Peter dalam kelompok musik itu sebagai vokalis. “Saya sebenarnya bingung mencari nama. Ya, sudah karena saya menjual produk denim, nama mereknya jadi Petersaysdenim,” ujarnya tertawa. Peter memanfaatkan fungsi jejaring sosial di internet, seperti Facebook, Twitter, dan surat elektronik untuk promosi dan berkomunikasi dengan pengguna Petersaysdenim. “Juli nanti saya rencana mau ke Kanada untuk bisnis. Teman-teman musisi di sana mau ketemu,” katanya. Akan tetapi, ajakan bertemu itu baru dipenuhi jika urusan bisnis selesai

UPDATE DIPOST #6
Diubah oleh ziliet0809 03-01-2013 11:39
0
4.5K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan