Di sudut bumi nan jauh disana, terdapat sebuah negeri yang masih sangat alami, belum tersentuh dengan dunia luar.
Negeri itu tersembunyi di antara pulau pulau, sehingga orang awam tidak akan mengira bahwa di salah satu pulau tersebut ada sebuah negeri yang makmur.

Pada suatu hari, negeri itu kedatangan sekelompok orang dari desa negeri seberang.
Sang pemimpin menyambut mereka dengan hangat, tidak menyangka bahwa suatu hari ada orang dari luar yang mengunjungi negerinya ini.

Pada malam hari seusai jamuan makan malam, utusan dari kelompok itu saling mengenalkan diri nya masing-masing di depan seluruh rakyat.
Ternyata mereka adalah misionaris dari agama mereka masing-masing.
Mereka datang bertujuan untuk menyebarkan agama ke negeri yang terpencil ini.

Sang pemimpin pun setuju, namun dengan syarat penyebaran agama ini murni tanpa paksaan dan semakin menyatukan negeri ini.
Para misionaris pun setuju, dan mereka berjanji bahwa tidak akan ada perselisihan antar agama masing-masing.

1 tahun berlalu, pertumbuhan agama di negeri ini pun semakin berkembang.
Pada awalnya mereka bingung memilih agama mana yang ingin mereka anut, tapi pada akhirnya para warga memilih agamanya masing-masing sesuai dengan hati nurani dan tanpa paksaan.

Namun hal yang tidak diinginkan datang.
Antara pemeluk agama yang satu dan yang lainnya saling membuktikan bahwa agamanya adalah yang paling benar.
Perselisihan kecil yang terjadi semakin lama semakin meluas hingga ke seluruh negeri.

Tanpa disadari, terjadilah perang saudara sehingga negeri itu terpecah menjadi 5 wilayah.
Setiap wilayah merupakan basis terbesar salah satu agama diantara agama lainnya.
Sehingga setiap hari selalu saja ada perang yang terjadi di bagian tengah negeri ini.

Sang pemimpin pun geram, dan pada akhirnya memberikan amanat ke para prajuritnya untuk menyebarkan pengumuman.
Pengumuman itu berisi “mulai detik ini, siapapun yang mendirikan rumah ibadah dan beragama maka akan di adili oleh militer kerajaan.”

Pengumuman itu bagaikan ancaman bagi para rakyatnya.
Sehingga rakyat pun menjadi takut dan mulai meninggalkan agama nya masing-masing.

Para misionaris pun terkejut dengan keputusan tersebut, dan mereka pun sepakat menemui sang pemimpin demi memprotes kebijakan tersebut.
Sang pemimpin pun bersedia menerima mereka, dan mendengarkan keluhan mereka.

Salah satu misionaris pun berkata , “wahai pemimpin, mengapa engkau memberikan larangan untuk mendirikan rumah ibadah dan beragama?”

Sang pemimpin pun menjawab, “yang terhormat ahli agama, bukankah dari awal sudah saya katakan untuk menciptakan kedamaian di negeri ini ? mengapa sekarang rakyatku saling berperang demi agama mereka masing-masing? Apakah perselisihan agama ini lebih penting dari keutuhan negeri ini?”

“tapi pemimpin, agama saya lah yang paling benar, itu sudah di tuliskan dan sudah banyak bukti yang mendukung pernyataan itu. Agama yang lain sirik dengan agama kami, sehingga kami selalu di musuhi oleh penganut agama lain” kata seorang misionaris.

Sang pemimpin pun menjawab “lantas ketika agamamu benar, apakah agamamu mengajarkan untuk tidak menghormati agama lain? Apakah agamamu tidak mengajarkan indahnya berbagi? Apakah agamamu mengajarkan untuk berperang dengan agama lain?”

Para misionaris pun tidak ada yang berani menjawab, mereka saling menatap satu sama lain.

“baiklah kalau begitu, saya akan menghapus semua agama di negeri ini. Apakah kalian puas ? saya ingin negeri saya seperti dulu lagi, tidak masalah mereka buta keyakinan. Toh setiap hari rakyatku selalu bersyukur kepada yang maha kuasa ketika mereka bahagia dan mereka selalu pasrah dan berserah diri ketika mereka mendapat musibah.” Lanjut sang raja.

Para misionaris pun terdiam, mereka tidak bisa membalas perkataan sang pemimpin.
Mereka menyesal bahwa agama yang mereka anut sebenarnya tidak seperti yang pemimpin katakan.
Agama mereka sebenarnya mengajarkan untuk saling bertenggang rasa dan saling menghormati agama lain.

Para misionaris pun merasa bersalah, dan memohon kebijaksanaan dari pemimpin untuk memperbolehkan rakyatnya memeluk agama mereka masing-masing.

Sang pemimpin pun akhirnya membatalkan pengumuman itu, namun dengan syarat tidak ada lagi selisih paham antar agama dan saling tenggang rasa satu sama lain.
Dan bila itu dilanggar, maka larangan tersebut akan diberlakukan untuk selamanya.

Hingga sampai cerita ini ditulis oleh TS, negeri tersebut masih menjaga kepercayaan sang pemimpin.
Walaupun pemimpin tersebut sudah wafat lebih dari ratusan tahun yang lalu.
Negeri ini pun berkembang menjadi negeri yang damai, meskipun terdapat perbedaan keyakinan.