botenbinojoAvatar border
TS
botenbinojo
Berkah Gus Dur Mengalir Tanpa Sekat
Spoiler for Catatan:


Semasa hidupnya, Kiai Haji Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menebar rasa hormat kepada setiap orang. Semangat pluralisme dan kepedulian terhadap sesama yang dipancangkan itu terus hidup dan berkembang hingga di luar pagar Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Di seberang jalan, di luar pintu utama pondok pesantren yang berada di Desa Cukir itu, berderet kios-kios yang menjajakan berbagai macam busana muslim dan makanan. Kios-kios itu selalu buka dari pagi hingga larut malam.

Atau, jika berjalan dari pintu utama lalu menyusuri sisi kiri pondok ada sebuah gang kecil. Gang Tebuireng 3 namanya. Di gang itu tampak berjejer puluhan lapak pedagang dengan lebar 1,5 meter. Lapak-lapak itu menempel di pagar pondok dan berhadapan dengan rumah-rumah warga.

Para pedagang itu menjajakan berbagai macam barang, seperti tas, kopiah, hiasan rumah, jam tangan, kaus, atau cendera mata berhiaskan gambar wajah Gus Dur. Bagian depan rumah-rumah warga yang berhadapan dengan lapak-lapak itu juga dimodifikasi menjadi kios. Ada pula yang khusus membuka toilet umum.

Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata Kabupaten Jombang Suyoto menyebutkan ada sekitar 500 pedagang kaki lima di sekitar Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng. ”Itu belum termasuk pedagang asongan yang memang sulit didata,” katanya.

Bagi pedagang, kawasan di sekitar Ponpes Tebuireng ini menjadi panggung tempat mereka mengubah derajat kesejahteraan hidup. Kesempatan itu ada tak lain karena nama besar Gus Dur.

Setiap menjelang bulan Ramadhan, ribuan peziarah datang ke Ponpes Tebuireng. Mereka berdoa, bertawassul bersama di depan makam Gus Dur dan keluarganya yang terletak di bagian belakang ponpes. Seusai berdoa, para peziarah meluangkan waktu mencari cendera mata sebelum pulang.

Suyoto menyebutkan, sepekan sebelum bulan puasa, peziarah yang datang bisa mencapai lebih dari 8.000 orang per hari. Mereka datang dari berbagai daerah. Kurang dari sepekan sebelum puasa jumlah peziarah perlahan berkurang, seperti terlihat pada Jumat (20/7).
Spoiler for gambar:

Peziarah berdoa di makam Gus Dur yang berada di area Pesantren Tebu Ireng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Jumat (20/7). Gus Dur meninggal tiga tahun yang lalu tapi makamnya hingga saat ini masih ramai dikunjungi peziarah dari lintas agama.
Jumat siang itu, suasana di Gang Tebuireng 3 lengang. Sebagian besar lapak pedagang sedang dibongkar karena ada perbaikan selokan. Namun, ada juga yang masih berdagang, antara lain Badias (48) yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan.

”Anak saya nyantri di sini (Ponpes Tebuireng) mulai dua tahun lalu. Tidak lama setelah itu saya berjualan di sini sambil menunggui anak saya,” kata pria yang akrab dipanggil Leo ini. Di lapaknya, ia menjual berbagai macam tas dari Yogyakarta, topi dari Nusa Tenggara Barat, dan udeng (ikat kepala khas Bali).

Saat ramai didatangi peziarah, Leo mendapat omzet hingga Rp 3 juta per hari. Ketika sepi peziarah, Leo rata-rata beromzet Rp 1 juta per hari.

Tidak hanya peziarah yang melarisi dagangan para penjual di tempat itu. Para santri Ponpes Tebuireng juga banyak yang berbelanja. Apalagi, menjelang Lebaran ketika para santri akan libur dan pulang ke rumah. Jumlah total santri di sini mencapai 2.800 orang.

Abid (17), santri asal Bekasi, Jawa Barat, mengatakan akan libur pada awal Agustus ini. Ia pun terlihat berbelanja jam tangan di kios milik Leo. ”Ini lagi beli oleh-oleh untuk pulang nanti ke rumah,” katanya.

Melihat potensi ekonomi yang tinggi di sekitar Ponpes Tebuireng juga membuat R Aji (29) memutuskan berhenti berdagang di pasar-pasar di Kota Jombang. Sejak dua tahun lalu Aji membuka lapak kios minyak wangi dan cincin di Gang Tebuireng 3.

”Hasilnya jauh dibandingkan waktu saya jualan aksesori pakaian di pasar,” kata Aji. Dengan berdagang minyak wangi, ia maraup omzet hingga lebih dari Rp 1,7 juta per hari saat menjelang puasa. Pada hari biasa, ia mendapat omzet rata-rata Rp 300.000 per hari, lebih banyak dibanding omzet ketika ia berjualan aksesori pakaian, yaitu rata-rata kurang Rp 200.000 per hari.

Selain mereka, ada Umi Aisyah (42), pedagang lain dari Jambi yang sukses merintis usaha dari nol. Dua tahun lalu, ia berjualan busana muslim dan menempati lapak kecil di Gang Tebuireng 3, tetapi kini ia memiliki kios berukuran 7 meter x 4 meter yang ia sewa Rp 15 juta per dua tahun.

”Saya dari Jambi, dulu juga dagang tapi bangkrut,” kata Aisyah. Ia pindah ke Jombang bersama teman-temannya tidak lama setelah pemakaman Gus Dur. Ia lantas membeli kopiah secara grosiran dari sisa uang yang ia miliki dan dijual kepada peziarah. Sedikit demi sedikit usahanya mulai berkembang.

Kini Umi Aisyah bisa mendapat omzet Rp 10 juta per hari saat jelang puasa, jauh lebih banyak dibandingkan omzet pada hari biasa Rp 4 juta per hari. Dengan keuntungan itu, ia sudah berencana membeli rumah, mobil, atau umrah.

Peduli sesama

Pengasuh Ponpes Tebuireng Kiai Haji Salahuddin Wahid atau Gus Solah, adik Gus Dur, bersyukur sosok kakaknya bisa mendatangkan rezeki bagi banyak orang. Situasi yang berkembang di sekitar ponpes saat ini seolah menjadi cerminan karakter Gus Dur yang egaliter dan peduli kepada yang lemah.

Pedagang dan pembeli datang dari berbagai daerah dan suku, seolah juga mencerminkan sikap Gus Dur yang pluralis. ”Untung Gus Dur menghargai perbedaan. Pembeli di tempat saya pun juga beragam. Kalau hanya satu kelompok tertentu saja, saya tidak akan untung banyak,” kata Leo.
Spoiler for Gambar:

Berkah

Pedagang seperti Leo, Umi Aisyah, dan Aji juga menganggap Gus Dur sebagai berkah. ”Saya mulai usaha ini hanya dengan modal keyakinan. AlhamdulillahGus Dur sampai sekarang masih bisa memberi kami makan,” kata Umi Aisyah.

Pihak pondok pesantren, kata Gus Solah, sangat mendukung dan ingin supaya para pedagang terus bisa maju. Apalagi, saat ini Museum Islam Nusantara sedang direncanakan pembangunannya di kompleks ponpes. Artinya, jumlah pengunjung pondok pesantren bakal terus bertambah. Rezeki para pedagang pun diharapkan ikut bertambah.

Pemerintah Kabupaten Jombang kini sedang merencanakan penataan kawasan Ponpes Tebuireng dan makam Gus Dur sebagai tujuan wisata religi andalan. Perencanaan ini antara lain dengan mendata dan menata para pedagang serta meningkatkan fasilitas seperti memperlebar jalan dan membuat lahan parkir. Pengembangan ini diperkirakan terwujud tahun 2014.

Namun, Suyoto mengatakan wisata religi makam Gus Dur ini belum menyumbangkan pendapatan bagi daerah karena tidak ada retribusi. ”Lebih penting kawasan itu ditata dulu supaya lebih bagus dan nyaman,” katanya.

Penataan itu, kata Suyoto, tidak akan menghilangkan semangat dan identitas Gus Dur. Dari Tebuireng, pluralisme dan kepedulian antarsesama diharapkan tidak hanya berhenti di lapak-lapak pedagang. Tentu akan lebih elok jika nilai-nilai itu juga menyebar ke seluruh pelosok Nusantara.

Spoiler for KATA – KATA GUS DUR YANG BERMAKNA:



emoticon-Kissemoticon-Kiss emoticon-Kiss
emoticon-I Love Indonesia emoticon-I Love Indonesia emoticon-I Love Indonesia
0
2.3K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan