- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Catatan Perjalanan: Indonesia dan Solomon Islands


TS
ejaquw
Catatan Perjalanan: Indonesia dan Solomon Islands
Catatan Perjalanan: Indonesia dan Solomon Islands
Sebagian orang cukup menulis Solomon saja, tapi itu tidak cukup, karena Solomon bisa berarti nabi Sulaiman. Pastikan anda menulis SOLOMON ISLANDS, sebuah negeri cantik nun jauh di tengah-tengah keteduhan samudera pasifik, tempat yang menjadi inspirasi film-film tahun 50-60an. Film film Elvis dan James Bond lama sangat memuja keindahan pulau pulau kecil di samudra pasifik, dengan gambaran gadis gadis berpakaian dedaunan, petikan gitar khas pantai, pantai berpasir putih nan landai, dan pemandangan bawah air yang menakjubkan.
Well, gambaran itu mendekati benar di Solomon Islands, kecuali gadis-gadisnya yang tidak lagi berpakaian dedaunan. Tulisan kali ini saya lebih mendekati catatan perjalanan dibandingkan analisa pinggiran seperti biasanya. Semoga bermanfaat
Pada bulan Maret 2007, bos besar menugaskan saya untuk secepatnya terbang ke Honiara, ibukota Solomon Islands dan diteruskan ke Gizo, salah satu diving site yang populer di sana. Berlibur? Tentu tidak. Saya ditugaskan untuk bekerja bersama sama Global Medic Canada untuk setting joint-operation dengan United Nations yang sudah lebih dulu sampai. Lima hari sebelumnya Solomon Islands bagian barat dilanda tsunami kelas kecil yang membunuh tidak sampai seratus orang. Tentu saja saya tidak akan membahas pekerjaan saya itu di tulisan ini.
Dengan persiapan serba mendadak, dollar yang (Alhamdulillah) cukup, saya terbang dari Jogja-Jakarta-Singapore-Brisbane, dan ke Honiara hari berikutnya. Tunggu! Saya mendapatkan oleh-oleh berharga dari seorang petugas di Bandara Intl Brisbane, untuk disampaikan pada anda semua. Disampaikannya dalam bahasa Inggris, Saya mencintai Indonesia, mungkin lebih dari sebagian orang Indonesia sendiri mencintai bangsanya. Sampaikan kepada media massa di Indonesia, untuk BERHENTI memberitakan hanya yang buruk buruk tentang bangsanya dan mengesampingkan jutaan berita bagus yang layak disampaikan.
WOW!!! Saya penasaran bagaimana bisa dia mendapatkan channel-channel tukang gosip dan provokator ? Ternyata dia memang sering ke Indonesia, dan menonton Buser, Berita Siang, Liputan 6, dan lain-lain. Horeeee .! Ternyata orang luar pun juga muak dengan berita berita seperti itu.
Honiara adalah sebuah kota yang, yah tidak begitu bagus. Ambilah Timika (tanpa Kuala Kencana) sebagai contoh, dan kalikan dua, itulah Honiara. Kota ini dibangun atas bantuan penuh dari Amerika dan Australia setelah PD II, tentu saja setelah pulau Guadalcanal, dihancurleburkan oleh tentara Jepang dan Sekutu. Jalan utama di Honiara adalah jalan sempit seukuran jalan Ciledug (tanpa macetnya), dan melewati jembatan menyempit yang terbuat dari kayu. Satu hal yang menggelisahkan saya adalah ketika saya melihat banyak orang-orang berlalu lalang dengan berjalan kaki dan tidak memakai sandal.
Jangan berpikir bahwa mereka adalah orang orang yang (maaf) primitif. Tidak Mereka berpakaian layaknya kita, mereka menonton TV (nobar) seperti kita, mereka pun tahu bahwa ibukota Jepang adalah Tokyo (sementara banyak teman saya yang menjawab Palembang ketika saya tanya ibukota Nusa Tenggara Barat, hmmm ). Dan yang paling mengejutkan adalah, bahwa kebanyakan dari mereka berbicara bahasa Inggris lebih jago dari rata rata orang Indonesia, artikulasinya jauh lebih bagus dibanding orang Singapore dan India.
Saya gelisah karena seolah olah mereka hidup dengan visi yang terbatas, cita cita yang tidak bisa digantungkan di langit, masa depan mereka seolah olah sudah bisa dilihat dan dipastikan. Itu menurut saya, sebelum saya bertemu Jessie, seorang pemuda 20-an tahun, warga lokal. Dia bilang bahwa memang, Solomon Islands adalah negeri yang terpencil, jauh dari mana-mana, semua harga mahal, lapangan pekerjaan sedikit. Tapi menurutnya, kebanyakan orang Solomon Islands menerima hal itu dengan hati lega, dan optimis bahwa bangsanya akan mencapai kemajuan dalam waktu dekat. My country is the best tourist destination in South Pacific, katanya bangga.
Di lain hari saya bertemu Michael, dan tidak disangka dia terkejut sekali mengetahui saya dari Indonesia. Bukan apa apa, Indonesia di matanya adalah negeri yang menghasilkan Rinso, Blueband, Buavita, Tango, Kacang Garuda, dan lain lain. What is BUAH-BUAHAN? tanyanya. Hahaha mengherankan kita mengexport barang barang tapi lupa mengalih-bahasakan packing-nya. Michael tidak sendirian, di mata teman-temannya, Indonesia adalah negeri yang dahulu banyak diceritakan oleh guru guru mereka waktu sekolah dasar, tentang keindahannya, tentang pluralitasnya, dan tentang keramahtamahan penduduknya. Sebelum Tuhan memanggil saya, saya harus sempat berkunjung ke Indonesia. Semoga Dia mengijinkan saya, lanjut Michael.
Dari Honiara saya terbang ke Munda, sebuah daerah pedesaan kecil yang terpencil, namun lagi lagi orang-orangnya SANGAT jago bahasa Inggris. Saya terbang dengan pesawat kecil berpenumpang 6 orang. Percayalah, saya merasa lebih enjoy dan feel safe dengan pesawat kecil itu dibandingkan dengan Boeing 737. Dari ketinggian yang enjoy tersebut, saya bisa melihat pulau pulau kecul yang bertebaran di bawah, dengan pantai pasir putih, dan laut berwarna biru dan hijau yang dangkal. Sungguh indah, seolah olah seperti kalung mutiara yang terlepas dan masing masing butirnya mengeluarkan pesonanya. dari sela-sela pulau pulau kecil itu, saya bisa melihat anak anak dan orangtuanya berjalan-jalan dengan perahu kecil di air yang tenang, jernih, dan dangkal itu. Saya baru sadar bahwa pulau pulau kecil itu dihuni, bisa aku lihat dari beberapa rumah beratapkan seng di masing masing pulau itu. I am sure yours are beautiful too, mate Aku terperanjat.
Seorang Australia di sebelah saya tiba tiba berteriak persis di telingaku. Suara mesin pesawat memang sangat bising, sehingga berteriak adalah satu satunya cara untuk saling berkomunikasi. Namanya Bruce, orang Cairns, Australia. Dia beberapa kali ke Jakarta dan Bali, namun belum sempat melihat hamparan laut bertahtakan 17,000-an pulau pulau nusantara. Saya hanya mengangguk dan tersenyum. (Mungkin) sekitar 10-12 juta orang Indonesia bepergian ke luar negeri untuk menikmati keindahan Singapore, Phuket, Paris, Roma, atau Australia, bayangkan berapa uang yang mereka hibahkan ke negara negara itu, dan bayangkan andai saja mereka juga plezier ke Wamena, Sabang, Mentawai, Pulau Seribu, atau .. Ah Gizo adalah persinggahan saya terakhir. Gizo adalah kota terbesar di wilayah barat Solomon Islands. Bagi para divers, Gizo terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya yang masih terjaga.
Gizo lebih mirip sebuah desa kecil di Kupang, dengan hanya memiliki jalan beraspal kurang dari 3 kilo meter, yang dihuni oleh sekitar 2000 orang yang tinggal di tepi pantai. Gizo adalah pulau yang cukup besar dan dikelilingi pulau pulau kecil yang indah, dan dipisahkan oleh laut dangkal yang penuh dengan lumba lumba dan ikan ikan kecil berwarna ungu dan biru. Saya sempat merasakan dikejar lumba-lumba ketika mengunjungi salah satu pulau terpencil dengan kapal boat yang berisi hanya 4 orang. Luar biasanya, sang driver, orang Aussie justru dengan lincahnya mengajak 3 lumba-lumba tadi bermain main. Gizo juga memiliki sebuah pulau kecil yang berfungsi khusus sebagai .airport. Yes airport.
Di keterpencilan Gizo, ternyata saya mendapatkan koneksi internet yang kecepatannya lumayan. Solomon Telekom, adalah anak perusahaan dari AT&T Wireless Australia, dan baru beberapa tahun ini penetrasinya mulai merangsek jauh ke pedalaman Solomon Islands. Saya sempat di wawancarai oleh wartawan Associated Press, dan menanyakan sebuah pertanyaan menggoda What is exactly your objective in Solomon Islands. Maksudnya jelas, Solomon Islands adalah negara berpenduduk kristen yang kuat, dan organisasiku (dan tentu saja aku) adalah muslim. Pikirku, inilah kesempatanku menjelaskan kepada pihak barat bagaimana sebenarnya Islam. Its time to show them the beauty of Islam.
TO BE CONTINUE


Sebagian orang cukup menulis Solomon saja, tapi itu tidak cukup, karena Solomon bisa berarti nabi Sulaiman. Pastikan anda menulis SOLOMON ISLANDS, sebuah negeri cantik nun jauh di tengah-tengah keteduhan samudera pasifik, tempat yang menjadi inspirasi film-film tahun 50-60an. Film film Elvis dan James Bond lama sangat memuja keindahan pulau pulau kecil di samudra pasifik, dengan gambaran gadis gadis berpakaian dedaunan, petikan gitar khas pantai, pantai berpasir putih nan landai, dan pemandangan bawah air yang menakjubkan.
Well, gambaran itu mendekati benar di Solomon Islands, kecuali gadis-gadisnya yang tidak lagi berpakaian dedaunan. Tulisan kali ini saya lebih mendekati catatan perjalanan dibandingkan analisa pinggiran seperti biasanya. Semoga bermanfaat
Pada bulan Maret 2007, bos besar menugaskan saya untuk secepatnya terbang ke Honiara, ibukota Solomon Islands dan diteruskan ke Gizo, salah satu diving site yang populer di sana. Berlibur? Tentu tidak. Saya ditugaskan untuk bekerja bersama sama Global Medic Canada untuk setting joint-operation dengan United Nations yang sudah lebih dulu sampai. Lima hari sebelumnya Solomon Islands bagian barat dilanda tsunami kelas kecil yang membunuh tidak sampai seratus orang. Tentu saja saya tidak akan membahas pekerjaan saya itu di tulisan ini.
Dengan persiapan serba mendadak, dollar yang (Alhamdulillah) cukup, saya terbang dari Jogja-Jakarta-Singapore-Brisbane, dan ke Honiara hari berikutnya. Tunggu! Saya mendapatkan oleh-oleh berharga dari seorang petugas di Bandara Intl Brisbane, untuk disampaikan pada anda semua. Disampaikannya dalam bahasa Inggris, Saya mencintai Indonesia, mungkin lebih dari sebagian orang Indonesia sendiri mencintai bangsanya. Sampaikan kepada media massa di Indonesia, untuk BERHENTI memberitakan hanya yang buruk buruk tentang bangsanya dan mengesampingkan jutaan berita bagus yang layak disampaikan.
WOW!!! Saya penasaran bagaimana bisa dia mendapatkan channel-channel tukang gosip dan provokator ? Ternyata dia memang sering ke Indonesia, dan menonton Buser, Berita Siang, Liputan 6, dan lain-lain. Horeeee .! Ternyata orang luar pun juga muak dengan berita berita seperti itu.
Honiara adalah sebuah kota yang, yah tidak begitu bagus. Ambilah Timika (tanpa Kuala Kencana) sebagai contoh, dan kalikan dua, itulah Honiara. Kota ini dibangun atas bantuan penuh dari Amerika dan Australia setelah PD II, tentu saja setelah pulau Guadalcanal, dihancurleburkan oleh tentara Jepang dan Sekutu. Jalan utama di Honiara adalah jalan sempit seukuran jalan Ciledug (tanpa macetnya), dan melewati jembatan menyempit yang terbuat dari kayu. Satu hal yang menggelisahkan saya adalah ketika saya melihat banyak orang-orang berlalu lalang dengan berjalan kaki dan tidak memakai sandal.
Jangan berpikir bahwa mereka adalah orang orang yang (maaf) primitif. Tidak Mereka berpakaian layaknya kita, mereka menonton TV (nobar) seperti kita, mereka pun tahu bahwa ibukota Jepang adalah Tokyo (sementara banyak teman saya yang menjawab Palembang ketika saya tanya ibukota Nusa Tenggara Barat, hmmm ). Dan yang paling mengejutkan adalah, bahwa kebanyakan dari mereka berbicara bahasa Inggris lebih jago dari rata rata orang Indonesia, artikulasinya jauh lebih bagus dibanding orang Singapore dan India.
Saya gelisah karena seolah olah mereka hidup dengan visi yang terbatas, cita cita yang tidak bisa digantungkan di langit, masa depan mereka seolah olah sudah bisa dilihat dan dipastikan. Itu menurut saya, sebelum saya bertemu Jessie, seorang pemuda 20-an tahun, warga lokal. Dia bilang bahwa memang, Solomon Islands adalah negeri yang terpencil, jauh dari mana-mana, semua harga mahal, lapangan pekerjaan sedikit. Tapi menurutnya, kebanyakan orang Solomon Islands menerima hal itu dengan hati lega, dan optimis bahwa bangsanya akan mencapai kemajuan dalam waktu dekat. My country is the best tourist destination in South Pacific, katanya bangga.
Di lain hari saya bertemu Michael, dan tidak disangka dia terkejut sekali mengetahui saya dari Indonesia. Bukan apa apa, Indonesia di matanya adalah negeri yang menghasilkan Rinso, Blueband, Buavita, Tango, Kacang Garuda, dan lain lain. What is BUAH-BUAHAN? tanyanya. Hahaha mengherankan kita mengexport barang barang tapi lupa mengalih-bahasakan packing-nya. Michael tidak sendirian, di mata teman-temannya, Indonesia adalah negeri yang dahulu banyak diceritakan oleh guru guru mereka waktu sekolah dasar, tentang keindahannya, tentang pluralitasnya, dan tentang keramahtamahan penduduknya. Sebelum Tuhan memanggil saya, saya harus sempat berkunjung ke Indonesia. Semoga Dia mengijinkan saya, lanjut Michael.
Dari Honiara saya terbang ke Munda, sebuah daerah pedesaan kecil yang terpencil, namun lagi lagi orang-orangnya SANGAT jago bahasa Inggris. Saya terbang dengan pesawat kecil berpenumpang 6 orang. Percayalah, saya merasa lebih enjoy dan feel safe dengan pesawat kecil itu dibandingkan dengan Boeing 737. Dari ketinggian yang enjoy tersebut, saya bisa melihat pulau pulau kecul yang bertebaran di bawah, dengan pantai pasir putih, dan laut berwarna biru dan hijau yang dangkal. Sungguh indah, seolah olah seperti kalung mutiara yang terlepas dan masing masing butirnya mengeluarkan pesonanya. dari sela-sela pulau pulau kecil itu, saya bisa melihat anak anak dan orangtuanya berjalan-jalan dengan perahu kecil di air yang tenang, jernih, dan dangkal itu. Saya baru sadar bahwa pulau pulau kecil itu dihuni, bisa aku lihat dari beberapa rumah beratapkan seng di masing masing pulau itu. I am sure yours are beautiful too, mate Aku terperanjat.
Seorang Australia di sebelah saya tiba tiba berteriak persis di telingaku. Suara mesin pesawat memang sangat bising, sehingga berteriak adalah satu satunya cara untuk saling berkomunikasi. Namanya Bruce, orang Cairns, Australia. Dia beberapa kali ke Jakarta dan Bali, namun belum sempat melihat hamparan laut bertahtakan 17,000-an pulau pulau nusantara. Saya hanya mengangguk dan tersenyum. (Mungkin) sekitar 10-12 juta orang Indonesia bepergian ke luar negeri untuk menikmati keindahan Singapore, Phuket, Paris, Roma, atau Australia, bayangkan berapa uang yang mereka hibahkan ke negara negara itu, dan bayangkan andai saja mereka juga plezier ke Wamena, Sabang, Mentawai, Pulau Seribu, atau .. Ah Gizo adalah persinggahan saya terakhir. Gizo adalah kota terbesar di wilayah barat Solomon Islands. Bagi para divers, Gizo terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya yang masih terjaga.
Gizo lebih mirip sebuah desa kecil di Kupang, dengan hanya memiliki jalan beraspal kurang dari 3 kilo meter, yang dihuni oleh sekitar 2000 orang yang tinggal di tepi pantai. Gizo adalah pulau yang cukup besar dan dikelilingi pulau pulau kecil yang indah, dan dipisahkan oleh laut dangkal yang penuh dengan lumba lumba dan ikan ikan kecil berwarna ungu dan biru. Saya sempat merasakan dikejar lumba-lumba ketika mengunjungi salah satu pulau terpencil dengan kapal boat yang berisi hanya 4 orang. Luar biasanya, sang driver, orang Aussie justru dengan lincahnya mengajak 3 lumba-lumba tadi bermain main. Gizo juga memiliki sebuah pulau kecil yang berfungsi khusus sebagai .airport. Yes airport.
Di keterpencilan Gizo, ternyata saya mendapatkan koneksi internet yang kecepatannya lumayan. Solomon Telekom, adalah anak perusahaan dari AT&T Wireless Australia, dan baru beberapa tahun ini penetrasinya mulai merangsek jauh ke pedalaman Solomon Islands. Saya sempat di wawancarai oleh wartawan Associated Press, dan menanyakan sebuah pertanyaan menggoda What is exactly your objective in Solomon Islands. Maksudnya jelas, Solomon Islands adalah negara berpenduduk kristen yang kuat, dan organisasiku (dan tentu saja aku) adalah muslim. Pikirku, inilah kesempatanku menjelaskan kepada pihak barat bagaimana sebenarnya Islam. Its time to show them the beauty of Islam.
TO BE CONTINUE





Spoiler for sumber:
0
5.8K
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan