Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

spaceworksAvatar border
TS
spaceworks
Jeritan Hati Arsitek Muda
Jeritan Hati Arsitek Muda


Sudah beberapa tahun saya lulus sekolah arsitektur, dan sekarang bekerja bersama kawan-kawan saya membentuk sebuah biro konsultan sendiri. Setelah beberapa tahun ini, dan terutama beberapa waktu belakangan ini, ada suatu perasaan yang semakin hari semakin menguat. Di sini saya ingin menceritakan apa yang saya rasakan tersebut.

***

Pekerjaan merancang yang paling banyak didapatkan oleh saya dan kawan-kawan adalah pekerjaan merancang interior, baik residensial maupun komersil. Ada pula beberapa pekerjaan arsitektur yang sejauh ini masih pada lingkup rumah tinggal. Dan beberapa jenis pekerjaan lainnya seperti merancang booth, interior kantor, dan sebuah proyek landscape.

Perhatian utama kami adalah bagaimana agar dapat terus berkarya dan berkarya, merancang setiap karya dengan sedetil dan sebaik mungkin, serta berusaha untuk memberikan hasil rancangan yang orisinal dan segar untuk klien kami.

Memang, tidak selalu mulus, karena seperti dalam setiap ranah perancangan yang lain, sifat konservatisme cukup melekat erat, tidak terlampau banyak orang yang berani tampil berbeda dan progresif, dan lebih memilih untuk berlindung di dalam kerangka keindahan atau ke-keren-an yang sudah mapan.

Tetapi kami cukup menikmati pekerjaan kami, kami sungguh senang ketika mendapatkan pekerjaan yang memungkinkan kami untuk sungguh-sungguh memperhatikan detail, ketika kami harus memperdebatkan permasalahan ukuran satu-dua sentimeter, ketika pada akhirnya kami berhasil merancang bentuk yang menyegarkan dan berbeda, ketika kami dapat bernafas lega setelah sebuah proyek selesai.

Hingga sejak beberapa saat lalu, mulai muncul suatu kegundahan di dalam hati. Dan akhirnya kegundahan itu menterjemahkan diri sendiri kepadaku ketika di suatu malam aku melewati tol Bogor-Jakarta.

***

Saat itu aku melewati gerbang tol yang baru dibangun di daerah Cimanggis. Berbeda dari gerbang tol biasanya dibangun dalam bentuk berderet horizontal menghadap arah kedatangan kendaraan, yang satu ini justru dibuat berderet memanjang vertikal searah arus kendaraan. Posisi setiap posnya dimiringkan sekian derajat menjadi bersusun seperti jendela nako, sehingga pergerakan kendaraan yang melewatinya menjadi seperti gambar petir di lambang PLN.

Saat itu aku langsung tercengang. Ini baru namanya pekerjaan yang berisi dan cerdas! Konseptual, eksperimental, menunjukkan adanya pemikiran yang progresif di baliknya, dengan hasil yang cukup radikal.

Gerbang tol konvensional yang diposisikan horizontal menghadap arah kedatangan kendaraan membutuhkan lahan yang membesar sekali ke samping. Jika ada dua puluh pos untuk dua jalur, maka kira-kira dibutuhkan jalan selebar sembilan puluh meter! Dan lebar sembilan puluh meter itu baru dicapai setelah jalur mengalami pembesaran bertahap sepanjang ratusan meter sebelum dan sesudahnya.

Cara tersebut akan membuat jumlah pos yang dibuat tidak dapat terlampau banyak. Selain karena tentu saja akan semakin banyak memakan ruang, juga semakin lebar deretan gerbang tol yang dibuat, kendaraan-kendaraan yang baru saja mulai melambatkan kecepatan dari kecepatan tinggi sambil memilih pos yang cenderung kosong akan semakin mudah kehilangan orientasi, dan itu berbahaya. Kita dapat lihat pula pada gerbang tol tipikal, pengemudi lebih nyaman untuk mengantri di pos-pos paling kanan yang masih searah arus kedatangan, karena tidak perlu memotong jalur jauh ke kiri dan mendatangkan risiko berbenturan dengan kendaraan lain.

Hasil dari gabungan antara keterbatasan jumlah pos dan antrian panjang di jalur kanan adalah, tentu saja, tumpukkan kendaraan di gerbang tol. Ketika sudah menjadi sedemikian panjang, kita mengenalnya dengan istilah "kemacetan".

Sedangkan dengan bentuk memanjang vertikal searah arus kendaraan seperti yang dibuat di gerbang tol Cimanggis, maka jumlah pos yang dapat dibuat hampir tidak terbatas. Pada tiap pos dipasang lampu keterangan nomor pos, sehingga pengemudi sudah dapat melihat pos-pos yang akan dilewatinya dari jauh, dan itu dapat dilakukan tanpa perlu bersusah payah memotong puluhan meter jauh ke kiri di atas jalan tak bergaris hanya untuk mendapatkan pos yang lebih sepi.

***

Terlepas dari akan berhasil atau tidak, terlepas dari apakah ide tersebut memang baru pertama kali diaplikasikan di Cimanggis (bisa saja merupakan adaptasi dari luar negeri atau tempat lain), tetapi bagiku benar-benar menunjukkan adanya pemikiran yang progresif. Bukan hanya mengulang-ulang cerita lama, bukan hanya soal estetika yang kadang sudah terlampau centil, bukan pula perancangan yang tidak memberikan sumbangsih apapun terhadap perbaikan.

Di atas itu semua, pekerjaan tersebut bukan hanya milik pribadi seseorang, bukan hanya untuk kenikmatan satu orang atau sebuah keluarga belaka. Melainkan hasil karya yang dapat dinikmati secara nyata oleh masyarakat! Itulah hal kedua yang menyentakku.

***

Selama bertahun-tahun aku sekolah arsitektur, mempelajari dan mengasah diriku dengan berbagai macam hal, banyak sekali hal, yang terutama berpusar (namun tidak terbatas) di sekitar ilmu arsitektur. Hingga hari ini pun, kehidupan tidak pernah terlepas dari pembelajaran, dari setiap cuil terkecilnya.

Sejatinya sebuah ilmu, seperti selazimnya ilmu-ilmu yang lain, tidak boleh terlepas dari masyarakat, dari kehidupan manusia-manusia skala luas, dari peradaban manusia yang telah melahirkan dan mewariskan ilmu-ilmu tersebut. Demikianlah seharusnya ilmu mengalir; diwariskan kepada orang-orang, dan digunakan demi kebaikan sebesar-besar umat manusia, untuk kemudian terus-menerus diasah dan disempurnakan, dari waktu ke waktu, dari zaman ke zaman.

Tetapi seperti sudah kukatakan sejak awal, aku merasa gundah, bahwa aku kini menggunakan ilmu tersebut cuma untuk melayani keinginan orang-orang berkelebihan uang untuk mempercantik lingkungan kecil hidupnya. Sekadar egosentrisme individu-individu yang ingin menciptakan istana pribadi. Hasilnya mungkin indah luar biasa indah, sempurna, tanpa cela, tetapi hanya seorang individu, hanya satu orang beruntung saja yang menikmatinya.

Aku merasa apa yang kumiliki menjadi mubazir. Bagaikan sebuah bendungan yang hanya digunakan untuk menutup sebuah selokan, bagaikan sumber daya alam yang cukup untuk kebaikan hidup banyak sekali orang tetapi kemudian tertumpuk-tumpuk terbengkalai di dalam "gudang-gudang" pribadi segelintir orang.

Aku mau lebih dari itu!

Aku mau lebih luas dari itu, aku tidak mau sesempit ini, aku mau menjadi bagian dari keluarga besar umat manusia. Aku punya sesuatu untuk diberikan dan aku mau memberikannya. Bukan kepada individu-individu. Bukan kepada orang yang mampu membelinya. Namun kepada orang-orang tak kukenal yang berserakan di mana-mana.

Aku ingin merancang rumah sakit umum, aku ingin merancang kantor pos, sekolah, rumah ibadah, taman kota. Aku ingin merancang pasar. Dan aku tahu aku akan merancangnya dengan sebaik mungkin, dengan seindah-indah yang dapat dicapai. Bahkan aku ingin merancang pos kamling, atau pos polisi, atau sebuah lapangan untuk festival kampung, atau kantor perangkat desa.

Aku mau lebih dari sekadar menjadi pelayan untuk ambisi satu-dua orang individu. Aku mau menjadi arsitek yang sebenarnya.
0
4.1K
58
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan