Kaskus

Story

ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
Hancur
Hancur

Terkadang, tak perlu topan dan sunami untuk menghancurkan hidup manusia. Terkadang, satu kata saja sudah cukup.

Benar, sudah cukup.

Dengan tubuh berlumuran darah tanpa ada siapa pun yang bisa menolong, aku mengingat kembali kata itu. Satu kata yang sudah merubah drastis caraku hidup.

Aku lahir dan besar di sebuah keluarga yang begitu ketat akan masalah disiplin. Ibuku orang yang keras. Beliau adalah orang yang menomorsatukan pendidikan di atas kemanusiaan. Jika aku gagal mendapat nilai seratus, satu kuku jariku akan dicabut. Begitulah cara beliau mendidikku.

Tak ada yang namanya bermain, setiap hari dihabiskan untuk belajar. Sudah jelas kalau aku tak punya bakat dalam belajar, tapi itu tidak membuat ibuku menyerah. Dia bilang aku harus menebus kurangnya bakat dengan berusaha lebih keras. Ajarannya memang membuahkan hasil, aku selalu menjadi peringkat satu di kelas.

Namun stress akibat belajar membuat nafsu makanku tidak terkontrol. Saat berumur 10 tahun, berat badanku sudah dua kali lipat anak-anak seumuranku. Namun ibuku tidak peduli. Asal nilai matematika terus dapat seratus, dia tak peduli betapa rendahnya nilaiku di penjaskes.

Penyendiri, gendut, pendiam. Itulah tiga kata yang terus melekat hingga akhirnya aku masuk Sma. Meski agak terlambat, di Sma aku mendapat cinta pertamaku. Namanya Dion, dia idola seluruh sekolah. Dia anak nakal ganteng yang jago main bola. Jantungku yang sudah kesulitan memompa darah berdetak jauh lebih keras setiap kali aku tak sengaja lewat di dekatnya.

Aku tahu dia bukan pria baik-baik, tapi namanya juga remaja Sma, keperawanan mereka cuma seharga Iphone 7. Dion suka gonta-ganti pacar. Terkadang dia dan teman-temannya akan duduk di depan kelas dan memberi skor pada gadis-gadis yang lewat.

Aku tak tahu setan apa yang merasukiku saat itu. Kurasa aku cuma mau dia menyadari keberadaanku dan berapa nilaiku di matanya. Namun saat aku lewat, tak ada angka yang terucap. Cuma satu kata.

“Najis!”

Najis …

Najis ….

Malam itu, aku melihat pantulan diriku di depan cermin. Seorang wanita gendut yang payudaranya menjadi satu dengan perut balik penatapku. Wajah berminyak berjerawat, kulit pucat yang jarang kena matahari, dan rambut kuncir dua khas kutu buku.

Kira-kira bagaimana caranya ada wanita yang bisa sangat cantik dan sangat pintar sekaligus? Bukankah hidup itu tidak adil? Seorang wanita harusnya cuma bisa memilih satu, tidak bisa cantik dan pintar sekaligus.

Ibuku memilih kepintaran, dan karena itulah dia menikah di umur 35. Itu pun dengan duda botak yang 10 tahun lebih tua darinya. Apa aku ingin berakhir seperti itu?

Malam itu aku pun membujuk ibuku untuk membeli treadmill. Sejak saat itu, kapan pun aku sempat, aku akan berlari membakar kalori di atas benda itu. Kalau kuingat-ingat, aku berlari seperti orang gila. Aku bisa saja mati karena dehidrasi atau olahraga berlebihan, tapi aku tetap hidup dan mendapatkan tubuh impian semua wanita.

Namun, kini aku berharap agar aku mati saja saat itu.

***


“Suit suit, cewek!”

Dari balik pintu kelasnya, Dion bersiul ke arahku. Aku mempercepat langkah, tapi ternyata dia mengejarku dengan berlari.

“Eh Dita, nanti mau karokean nggak?”

Jawaban normalnya adalah tidak, tapi hari itu ibuku sedang pergi menghadiri pernikahan kolega kerjanya. Satu hari langka di mana aku tidak diawasi siapa pun.

“Sama siapa aja?”

“Berdua aja. Aku dan kamu.”

Perasaanku saat di dekat Dion masih tidak berubah. Jantungku seolah ingin mengkhianatiku dengan detakan yang benar-benar keras.

“Oke.”

Bukankah itu alasanku menjalani neraka bersama treadmill? Bukankah semua usaha itu untuk detik-detik ini?

Satu hal yang kutahu pasti adalah aku tak ingin berakhir seperti ibuku. Aku ingin menikahi pria yang kucintai dan menjalani rumah tangga harmonis penuh senyuman. Tujuh belas tahun pendidikan itu lenyap begitu saja dari kepala. Semua gara-gara cinta.

Saat dia memelukku, membaringkanku, mencumbuku, aku tidak melawan. Aku bukan lagi anak baik buatan ibuku. Layaknya kepompong, hari itu aku benar-benar bermetamorfosis.

Setelah lulus Sma aku memilih kuliah di ibukota, jauh dari pengawasan Ibu. Ayahku cukup baik menyewa rumah khusus untukku sendiri. Dia bilang agar aku bisa fokus belajar. Dia tak pernah tahu kalau Dion sering datang untuk menginap. Bahkan terkadang Dion membawa teman-temannya.

Dari merekalah aku berkenalan dengan sabu. Saat pertama kali mencobanya aku benar-benar menyayangkan kenapa baru sekarang aku berkenalan dengan zat itu. Jika dulu aku memilikinya, mungkin tubuh besar super berat itu pun bisa kubawa terbang.

Akhirnya, aku pun menghirup zat itu setiap malam. Kubiarkan saja pikiranku melayang menjelajahi dunia yang tak terbatas sementara tubuhku berbaring rileks dibalut kenikmatan. Hari demi hari, minggu demi minggu. Kukira tak akan ada masalah, tapi ternyata masalah yang datang adalah masalah yang tak pernah kuantisipasi.

“Aku … tidak hamil.”

Kuulangi tiga kata itu lagi, tapi dua garis merah itu tak mau menuruti ucapanku. Memakai sabu terkadang membuat siklus menstruasiku tidak teratur, tapi kali ini berbeda. Ini benar-benar ….

Segera kutelpon Dion yang sedang pergi keluar kota. Saat dia mendengar berita itu dia langsung menuduhku yang tidak-tidak. Seliar apa pun hubungan kami, aku masih mempertahankan sedikit akal sehat dan memaksanya menggunakan kondom. Tapi kenapa bisa begini?!!

Dion memutus telepon. Kucoba menghubunginya lagi, tapi dia memblok nomorku. Teman-teman Dion yang biasa datang tiap malam pun kini menghilang. Aku tak punya bukti, tapi aku yakin salah satu dari merekalah yang sudah merudapaksaku saat aku berada di bawah pengaruh sabu.

Dion menghilang. Sabu juga menghilang. Dalam sekejap, hidupku yang terbang di langit-langit terjun bebas ke dasar bumi. Ingatanku di masa-masa itu tidak terlalu jelas, tapi aku masih bisa merasakan kemarahan dan kecemasan yang secara berkala muncul entah dari mana. Kuliahku kacau, orangtuaku memutus hubungan denganku. Di saat janinku semakin besar, kegilaanku pun semakin menjadi-jadi.

Apa yang bisa kulakukan dalam kondisi seperti ini? Siapa yang bisa kumintai tolong? Kalau aku berpikir jernih, seharusnya aku bisa menemukan jalan keluar. Namun, ketiadaan sabu membuatku memikirkan yang tidak-tidak dan cemas setiap saat. Siapa pun yang kudatangi menganggapku gila dan tak mau berurusan denganku.

Akhirnya aku pun berakhir luntang-lantung di jalan setelah semua uangku habis. Jalanan adalah tempat terburuk bagi wanta cantik yang sedang hamil. Perempuan gila saja sering jadi korban pemerkosaan, apalagi aku?

Perutku yang besar sama sekali tak menghentikan mereka. Mereka semua menginginkanku. Padahal, saat tubuhku sangat besar dulu, cuma cemooh najis yang akan terlempar padaku.

Dan di sinilah aku sekarang. Berbaring di tanah yang dingin dengan darah mengucur di antara kedua paha. Aku bertanya-tanya, di mana aku berbuat salah? Entahlah. Tak ada lagi gunanya memikirkan itu.

Anehnya, aku tidak merasakan apa-apa. Bahkan tidak rasa sakit. Aku hanya merasa tenaga semakin meninggalkan tubuhku. Detak jantungku terus melemah, dan pandanganku mulai kabur.

Ohh, inikah yang namanya mati?

Andai saja … aku tak pernah menyukai orang itu ….

Andai saja aku tak peduli dengan tubuhku ….

Andai saja aku terlahir dari orangtua yang lebih baik ….

Sebelum menutup mata, aku bisa merasakan basah dan hangatnya sudut mataku. Entah di mana pun aku salah, kumohon, maafkan aku. Terutama kau, bayi kecil yang tak bisa kubawa ke dunia ini. Mungkin itu lebih baik bagimu, daripada memiliki ibu seperti diriku.

***TAMAT***
viensi
namakuve
deet
deet dan 18 lainnya memberi reputasi
19
436
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
bang.toyipAvatar border
bang.toyip
#6
cowok tu dijaga.. jangan dirusak ya om... emoticon-Toast


Hancur
ih.sul
ih.sul memberi reputasi
1
Tutup