tyrodinthorAvatar border
TS
tyrodinthor
Agama Manichaeisme | Agama (yang pernah) Terbesar di Dunia
            


Pada abad ke-3 M, lahirlah seorang nabi yang dipercaya sebagai nabi terakhir yang telah dinubuatkan kedatangannya di dalam Taurat dan Injil, yang akan menjadi penerus Al-Masih / Mesias, yang akan membawa terang dan kedamaian dunia. Dialah nabi yang disebutkan oleh Yesus di dalam Injil sebagai Parakleitos("Sang Penghibur"). Dialah sang nabi yang menyempurnakan seluruh ajaran para nabi dan para pendiri agama-agama besar terdahulu. Anjay keren gak bahasa gua? emoticon-Leh Uga

Jika kamu mengira nabi terakhir ini adalah Muhammad, maka kamu salah. Muhammad itu hidup di abad ke-7 M. Nabi terakhir yang dimaksud di sini adalah Mani dari Persia. Gua yakin pasti banyak di antara kita yang tidak tahu siapa itu Mani. Mani adalah tokoh relijius dari Persia yang mengklaim dirinya sebagai nabi terakhir yang telah dinubuatkan Taurat dan Injil, yang telah dinubuatkan Yesus sebagai Parakleitos ("Sang Penghibur"), yang telah dinubuatkan Zarathustra sebagai Ahravan (titisan Ahura Mazda), dan yang telah dinubuatkan oleh Sang Buddha sebagai Buddha Maitreya (Buddha terakhir yang muncul di akhir zaman). Klaim ini tentu saja tidak bisa kita bantah, sebagaimana kita juga tidak bisa membantah klaim bahwa Muhammad juga nabi terakhir yang dinubuatkan di dalam Taurat dan Injil, atau klaim bahwa Yesus adalah Mesias yang telah dinubuatkan di dalam Taurat. Namanya juga iman, masa mau kamu bantah.

Maka pertanyaan selanjutnya, iman apa? Agama apa?

Untuk itulah thread ini saya tulis, untuk membahas tentang sebuah agama yang pernah menjadi agama terbesar di dunia, yang bahkan mengalahkan Kekristenan.

INDEX:
1. Pendahuluan.
2. Biografi Nabi Mani Menurut Tradisi.
3. Doktrin Utama dan Misi Agama.
4. Tokoh-Tokoh Supranatural (Mitologi).
5. Sistem Konversi / Perpindahan Agama.
6. Ritual Peribadatan dan Perayaan.
7. Peraturan (Syari'at) dan Suluk.
8. Sejarah: Asal-Usul Kepercayaan Manichaeisme.

9. Sejarah: Masa Kenabian Mani.
10. Kitab-Kitab Suci Manichaeisme.
11. Keduabelas Murid/Rasul Mani.
12. Penyebaran Manichaeisme ke Timur.
13. Penyebaran Manichaeisme ke Barat (1).
14. Penyebaran Manichaeisme ke Barat (2).
15. Daftar Tokoh Manichaean dari Abad 3 s.d. 7.
16. Daftar Tokoh Manichaean dari Abad 8 s.d. 10.
17. Skisma Manichaeisme.
18. Kemunduran dan Kepunahan Manichaeisme.
19. Sejarah Penelitian Sejarah Manichaeisme.
20. Trivia.
Diubah oleh tyrodinthor 26-04-2024 05:40
fcvked
Gttkaca2
littlesmith
littlesmith dan 20 lainnya memberi reputasi
21
2.5K
82
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
tyrodinthorAvatar border
TS
tyrodinthor
#9
Sejarah: Asal-Usul Gagasan Kepercayaan Manichaeisme
dipengaruhi oleh gerakan gnostisisme di abad ke-1 M yang semakin marak di abad ke-3 M. Gnostisisme adalah sebuah pemikiran mistik yang memadukan antara unsur-unsur Yudaisme dan proto-ortodoksi Kekristenan dengan filsafat idealisme (khususnya Neoplatonisme yang saat itu sedang populer), untuk tujuan mencari dan menelusuri tujuan dari Tuhan berinteraksi dengan manusia (para nabi) sehingga diperoleh sebuah hakikat tunggal yang dapat menyatukan segala perbedaan antara Yudaisme, proto-ortodoksi Kekristenan, dan filsafat idealisme. Intinya gerakan ini memiliki tujuan untuk menciptakan sebuah tafsir tunggal yang dapat menyatukan setiap perbedaan agama. Gerakan ini didorong oleh euforia tentang kedatangan mesias (Messianik), yang tidak lepas dari Perang Romawi-Yahudi. Pada mulanya, Kekaisaran Romawi melancarkan persekusi terhadap kelompok Kekristenan proto-ortodoks (yang di dalam tradisi Kekristenan dikenal sebagai "Gereja Mula-Mula"), banyak kelompok Yahudi yang mengkhawatirkan nasib mereka karena Romawi cenderung menganggap Yahudi dan Kristen itu sama saja. FYI, anggapan Romawi ini tidak lepas dari kenyataan bahwa memang komunitas Kristen mula-mula ini tampak seperti salah satu cabang Yahudi karena tokoh-tokohnya adalah orang-orang Yahudi, seperti Petrus, Barnabas, dan Paulus. Hal ini mendorong sekelompok cabang Yahudi kuno yang dikenal sebagai Farisi (Perusyim) menuntut Romawi untuk memberikan status religio licita kepada orang-orang Yahudi (religio licita adalah status administratif bagi "agama yang diterima" secara resmi oleh negara, agama yang diakui sebagai religio licita memperoleh hak beragama dan perlindungan). Namun, hal itu dipandang pemerintah Romawi sebagai sebuah ancaman bagi pengaruh Romawi atas Yudea, sehingga pemerintah Romawi merespon tuntutan orang-orang Yahudi itu dengan jalan militer. Ketika perang ini pecah, banyak tokoh-tokoh Yahudi menafsirkannya sebagai tanda mesias akan segera datang, tanda bahwa dunia sedang memasuki zaman messianik. Tentu saja, dalam perkembangan selanjutnya, perang ini mendorong komunitas Farisi untuk memulai gerakan penafsiran atas Torah (Taurat) dan Misyneh Torah (Taurat oral) melalui pesantren/seminari rabbinik secara khusus (yeshiva), yang kelak menjadi Yudaisme Rabbinik. Pada abad selanjutnya, penafsiran tsb mulai ditulis menjadi Misynah dan Gemara, dua bagian inti Talmud.

Selama proses penafsiran itu berlangsung, tentu melahirkan banyak polemik yang membuat munculnya banyak sekte. Sekte-sekte ini ada pula yang bersinkretis dengan Kekristenan, dan ada pula bersinkretis dengan filsafat, sehingga melahirkan gerakan gnostisisme. Dan gnostisisme ini memunculkan sebuah pandangan baru tentang hakikat ajaran Yudaisme, ajaran Kekristenan, dan ajaran Zoroastrianisme, yaitu dualisme. Dualisme dalam konteks gnostik ini adalah sebuah keyakinan bahwa alam itu pada hakikatnya terdiri atas 2 (dua) sisi, yaitu sisi terang dan sisi gelap. Keyakinan ini dipengaruhi dari pandangan idealisme, bahwa alam ini terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu unsur ide dan unsur materi. Lebih rinci lagi, keyakinan ini dipengaruhi oleh filsafat Neoplatonisme, bahwa alam ide dan alam materi itu seperti dua sisi yang terpisah namun satu hakikat, seperti dua sisi koin/mata uang. Sisi ide berada di balik sisi materi, dan sisi materi berada di sisi ide, yang keduanya memiliki derajat yang sama. Secara ringkas, pada perkembangan selanjutnya, kelompok gnostik menafsirkan sisi ide sebagai alam terang, dan sisi materi sebagai alam gelap. Kelompok gnostik dengan sangat pandai mengelaborasikan pandangan ini dengan ajaran Yudaisme, Kekristenan, dan Zoroastrianisme. Bagi kelompok gnostik, Tuhan dalam ajaran Yudaisme, Kekristenan, dan Zoroastrianisme, adalah sebuah kekuatan Adikodrati yang berasal dari alam terang, yang memiliki misi untuk membebaskan manusia dari alam gelap melalui nabi-nabi. Kelompok gnostik ini berhasil menjelaskan tentang asal-usul keburukan (kejahatan, permusuhan, kebencian, penderitaan, kebinasaan, dan semacamnya), bahwa sebenarnya bukan Tuhan yang menciptakan keburukan, melainkan Iblis (yang diasosiasikan sebagai kuasa alam gelap). Gnostik berpandangan bahwa alam terang sedang berusaha memusnahkan alam gelap, sehingga itu sebabnya kekuatan Adikodrati ini turut andil terlibat dalam kehidupan manusia dengan mengutus nabi-nabi (termasuk Zarathustra) dan menjelma menjadi Yesus untuk mencerahkan manusia. Gnostik berpendapat bahwa agama-agama tsb (Yudaisme, Kekristenan, dan Zoroastrianisme) menjadi berbeda agama satu sama lain hanya karena persoalan penafsiran belakangan, dan mereka percaya bahwa mesias/nabi terakhir inilah yang kelak akan menyatukan seluruh agama ini kembali menjadi satu. Pada abad selanjutnya, kelompok gnostik dituduh oleh jemaat Kekristenan sebagai biang keladi atas munculnya Injil-injil apocrypha dan tulisan-tulisan kudus pseudepigrapha. Sampai sini tentu kita sudah melihat sebuah gambaran umum pemicu kelahiran agama Manichaeisme. Tentunya faktor pemicu yang lebih detil adalah karena adanya 2 (dua) sekte yang menjadi pengaruh bagi Mani, sang nabi pendiri Manichaeisme. Kedua sekte itu adalah Doketisme dan Elkasait/Elkasai. Untuk memahami lebih dalam mengenai latar belakang Manichaeisme, kita perlu sedikit membedah mengenai Doketisme dan Elkasait.

Sekte Doketisme adalah sekte Kekristenan yang meyakini bahwa Yesus Kristus pada dasarnya adalah roh, sedangkan tubuh fisik Yesus hanyalah ilusi yang tidak nyata. Pandangan ini berimplikasi pada keyakinan bahwa sebenarnya Yesus tidak pernah disalib, sebab Yesus adalah roh. Sedangkan yang menderita dalam penyalibannya hanyalah tubuh fisik yang merupakan ilusi. Pada perkembangannya, sekte ini terpisah menjadi 2 (dua) pandangan, yaitu pandangan Basillides dan pandangan Valentinus. Basillides meyakini bahwa Yesus sepenuhnya adalah Tuhan, tidak ada unsur manusia sama sekali, sehingga tubuh fisik Yesus yang hidup saat itu sebenarnya adalah sebuah "bayangan" (phantam) yang nampak seolah-olah seperti tubuh nyata manusia. Yang disalib oleh Romawi bukanlah Yesus, melainkan hanya bayang-bayang Yesus. Yesus yang sebenarnya berada di sorga, karena dia sejatinya adalah Tuhan. Mungkin, kita di zaman sekarang dapat menganalogikannya seperti karakter metaverse yang tampak nyata, namun sebenarnya tidak nyata, dimana karakter itu mungkin saja dapat dirasakan keberadaannya oleh seluruh pancaindera kita (dapat disentuh, dapat diraba, dapat dipukul, bahkan dapat disalib), namun sejatinya karakter itu tidak sedang berada di dunia metaverse, melainkan berada di dunia nyata Sedangkan Valentinus sebenarnya meyakini hal yang sama, bahwa Yesus Kristus sepenuhnya adalah Tuhan, tidak ada unsur manusia sama sekali, dan tubuh fisik Yesus yang hidup saat itu sebenarnya adalah sebuah "bayangan" (phantam) yang nampak seolah-olah seperti tubuh nyata manusia. Namun, pada saat dirinya akan disalib, dia telah menghilangkan tubuh fisiknya, dan membuat tubuh Simon dari Kirene menyerupai dirinya, sehingga yang disalib sebenarnya adalah Simon dari Kirene yang telah diserupakan menjadi Yesus. Pandangan ini nampak tidak asing bagi kita. Yap, pandangan Valentinus ini mirip dengan Islam (meskipun Islam tidak menyebutkan siapa orang yang diserupakan dengan Yesus). Artinya, sebenarnya pandangan ini telah ada bahkan sejak abad ke-2 M. Dalam Kristologi, Doketisme memang dipandang sebagai sebuah bidat (sekte sesat) heterodoks, tapi dari sudut pandang sejarah, sekte ini muncul pada periode yang sama ketika ortodoksi sedang dibentuk. Artinya, keyakinan Kekristenan ortodoks mengenai 2 (dua) pribadi Yesus sebagai Tuhan dan sekaligus sebagai manusia pada saat itu sebenarnya sedang dalam tahap formatif (pembentukan) melalui serangkaian dialektika dan apologetika, sehingga gejolak sektarian yang muncul pada periode ini seharusnya dipandang sebagai pra-ortodoksi, termasuk keyakinan ortodoks itu sendiri. Sebab bagaimana pun juga, mayoritas sejarahwan menyimpulkan bahwa kelompok-kelompok sektarian heterodoks yang dianggap "di luar dari jalur ortodoksi" ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kelahiran ortodoks, yang terbukti dari banyaknya karya-karya apologetika berbentuk responsa yang berusaha menangkal ajaran kelompok-kelompok sektarian heterodoks ini dengan sangat keras. Logika sederhana saja, jika pengaruhnya kecil, untuk apa para apologet bersusah-payah menulis banyak sekali apologi untuk melawan/menangkal bidat-bidat ini? Menariknya, ketika menyinggung soal Doketisme, para apologet ini seringkali menyangkut-pautkannya dengan gnostisisme. Tidak jarang mereka memukul rata menyamakan Doketisme dengan seluruh gnostisisme. Adanya fakta bahwa Doketisme berhubungan dekat dengan gnostisisme ini secara gamblang dapat menjelaskan kemunculan Manichaeisme. Mani sang Nabi mengklaim bahwa Yesus merupakan sosok terang sepenuhnya yang berhasil mengalahkan kuasa gelap (rasa sakit dan maut) sehingga dirinya terbebas dari penderitaan dan kematian karena penyaliban. Mani memang tidak menyangkal tentang penyaliban Yesus, namun Mani menyangkal bahwa Yesus mengalami rasa sakit ketika dicambuk dan disalib, dan Mani juga menyangkal Yesus mati setelah disalib. Sebagaimana Doketisme yang berpandangan tubuh fisik Yesus hanyalah ilusi, maka Yesus tentu saja terbebas dari segala rasa sakit dan maut, sebab rasa sakit dan maut adalah realitas dari tubuh fisik manusia dimana Yesus tidak memiliki realitas tubuh fisik tsb melainkan hanya sebuah tubuh yang ilusi. Meskipun Mani tidak pernah tercatat bergabung dengan gereja-gereja Doketis, namun pandangan Manichaeisme ini tidak lepas dari pengaruh Doketisme yang saat itu memang sedang marak tumbuh terpusat di Syria timur.

Kemudian, sekte Elkasait/Elkasai adalah sekte Yudeo-Kristen Messianik, yang meyakini bahwa Yesus adalah mesias sebagaimana umumnya Kekristenan, namun orang-orang Kristen wajib mematuhi dan melaksanakan seluruh ajaran dan hukum Torah seperti orang-orang Yahudi. Tidak peduli kamu orang Yahudi atau bukan, kamu wajib melaksanakan hukum Torah jika kamu percaya Yesus adalah mesias. Namun pada praktiknya, sekte ini hanya memfokuskan pada kewajiban sunat/khitan (brit millah), makanan halal (kosyer), hari sabat (yom syabbath), dan baptis. Sekte ini menafsirkan perkataan Yesus: "Aku datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, melainkan untuk menggenapinya" sebagai kewajiban untuk melaksanakan seluruh hukum Torah. Tidak jelas siapa pelopor berdirinya sekte ini, nampaknya oleh seseorang yang bernama "Elkhasi" (berdasarkan catatan apologetika Hippolytus) atau "Elkesei" (berdasarkan catatan apologetika Eusebius). Namun, kemunculan sekte ini kemungkinan bermula dari penolakan Gereja Mula-Mula terhadap orang-orang Kristen dari kalangan non-Yahudi di Antiokhia sebelum Paulus menjadi rasul. Dalam Kisah Para Rasul diceritakan bahwa Paulus dan Barnabas hendak mengunjungi jemaat Kristen non-Yahudi di Antiokhia, dimana saat itu Paulus menolak untuk mengajak Markus karena Markus memiliki keyakinan bahwa hanya orang-orang Yahudi saja yang beroleh keselamatan dan janji mesias, bahwa hanya orang-orang Yahudi saja yang boleh menjadi pengikut Yesus sang mesias. Meskipun konon Markus di kemudian hari akhirnya menerima orang-orang non-Yahudi sebagai pengikut Yesus, namun perbedaan antara jemaat Gereja Mula-Mula yang diisi oleh orang-orang Yahudi dengan jemaat Antiokhia yang diisi oleh orang-orang non-Yahudi telah membawa pada keputusan Gereja Mula-Mula yang disepakati antara Paulus dengan Barnabas untuk mewajibkan jemaat Yahudi melaksanakan hukum Torah, dan memperbolehkan jemaat non-Yahudi untuk tidak melaksanakan hukum Torah. Sekte Elkasait tampaknya muncul pada periode ini, atau tidak lama setelahnya, berdasarkan sebuah catatan apologetika yang ditulis oleh Eusebius, dimana Eusebius memasukkan Elkasait ke dalam daftar bidat pada list paling atas. Sebenarnya, kita tidak memiliki sumber yang cukup jelas mengenai sekte ini, sebab sekte ini hanya disebutkan pada catatan-catatan apologetik yang tentu saja mengandung bias iman Kekristenan. Namun dari catatan-catatan tsb, paling tidak sekte Elkasait merupakan sekte dari orang-orang non-Yahudi (terutama Syria dan Persia) yang mempercayai ketuhanan Yesus sembari juga tetap menerapkan hukum Torah. Yang tampak di permukaan tentang Elkasait ini seperti bukan sekte, melainkan kelompok tarekat/ordo suluk messianik yang mungkin saja sebenarnya mereka memiliki konsep ketuhanan yang sama dengan ortodoks, yaitu trinitarian. Apapun itu, yang jelas Mani sang Nabi juga terdaftar sebagai jemaat Elkasait sebelum dirinya mengklaim sebagai nabi, dan bahkan ayahnya (Patik) adalah seorang uskup Elkasait yang terkemuka di Ecbatana (Hamadan). Dalam tradisi Manichaeisme, dikisahkan bahwa Mani selalu mendampingi ayahnya ketika melakukan pelayanan khotbah, dan berguru Torah dan Injil kepada ayahnya. Mani dikabarkan memiliki pengetahuan mendalam tentang Torah dan Injil di antara jemaat Elkasait di Ecbatana.

Sebenarnya cukup sulit menggambarkan hubungan langsung antara Doketisme dengan Manichaeisme, lebih mudah menggambarkan hubungan langsung Elkasait dengan Manichaeisme. Beberapa ritual Manichaeisme memang sangat jelas dipengaruhi oleh Elkasait. Kita tahu bahwa Elkasait sangat ketat melaksanakan ajaran dan hukum Torah, seperti sunat, makanan halal, hari sabat, dan baptis. Dan itu juga tercermin dari ajaran Manichaeisme yang terkenal memiliki banyak perintah dan larangan, meskipun pada perkembangannya Manichaeisme menjadi lebih ketat seperti larangan memakan daging hewan apapun, larangan memanen sayur/memetik buah, larangan meminum anggur, dsbnya. Namun, pengaruh langsung Elkasait itu tercermin tidak hanya dari pelaksanaan baptis dan sunat ataupun sembahyang dan puasa saja, tapi juga dari kisah hidup Mani berdasarkan tradisi Manichaeisme sendiri yang menceritakan bagaimana Mani dan ayahnya, Patik, terlibat aktif dalam aktifitas pelayanan jemaat Elkasait. Sedangkan hubungan Doketisme dengan Manichaeisme tidak tercatat dalam tradisi manapun. Namun, hubungan Doketisme dengan Manichaeisme merupakan analisis mendalam terhadap deskripsi Manichaeisme tentang Yesus. Dalam ajaran Manichaeisme, Yesus adalah seorang nabi sekaligus jelmaan dari roh terang yang bernama "Yesus Yang Berkilau" (Isho' Ziwa; ܝܫܘܥ ܙܝܘܐ). "Yesus Yang Berkilau" adalah wujud asli figur Yesus yang hidup di Alam Terang jauh sebelum Yesus lahir ke dunia. Dia yang mengajari/memberikan pencerahan kepada Adam dan Hawa tentang hakikat roh terang di dalam tubuh mereka dan hakikat roh gelap di tubuh fisik mereka setelah Adam dan Hawa terjerumus dalam kuasa persetubuhan dan hawa nafsu. Dalam ajaran Manichaeisme, dia adalah pengendali Yesus yang sebenarnya, atau bisa dikatakan "Yesus Asli". Jadi, Yesus yang hidup di abad pertama Masehi ibarat robot yang dikendalikan oleh Yesus Asli ini dari Alam Terang. Ketika Yesus disalibkan, Yesus Asli ini tidak merasakan sakitnya disalib, sebab yang disalibkan hanyalah tubuh fisik Yesus yang merupakan hakikat dari roh gelap. Dari pandangan ini, kita dapat menyimpulkan adanya hubungan antara Doketisme dengan Manichaeisme secara tidak langsung. Sebagaimana diterangkan di atas tentang Doketisme, Doketisme juga meyakini tubuh fisik Yesus hanyalah ilusi dimana Yesus yang sebenarnya tidak merasakan sakit dan mati dalam penyaliban. Meskipun tentu saja kita tidak bisa mengatakan Mani terinspirasi dan menyadur iman Doketisme ke dalam ajarannya, tapi paling tidak, Mani mungkin sekali pernah terlibat (aktif ataupun tidak aktif) ke dalam perdebatan antara kelompok Doketis versus non-Doketis terkait penyaliban Yesus. Dalam tradisi Manichaeisme juga diceritakan bahwa Mani tidak mengalami sakit ketika dieksekusi hukuman gantung oleh Maharaja Bahram I. Kematian Mani pun dianggap sebagai proses pembebasan roh terang dari kuasa gelap dan hidup abadi kembali ke Alam Terang. Pada hakikatnya, roh terang Mani diyakini sebagai "Sang Utusan" (Izgadda; ܐܝܙܓܕܐ) sehingga "Sang Utusan" ini telah kembali ke Alam Terang. Dengan kata lain, Manichaeisme percaya bahwa Mani telah mengalahkan kematian dan hidup abadi. Doktrin ini jelas sekali dipengaruhi oleh Doketisme, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tradisi Manichaeisme tentu saja mengklaim bahwa Mani tidak terinspirasi dari sekte manapun, karena Mani memperoleh wahyu langsung dari "Bapa Keagungan" (Abba d'Rabbuta; ܐܒܐ ܕܪܒܘܬܐ) sang Penguasa Tertinggi di Alam Terang yang diasosiasikan sebagai Tuhan. Namun dalam studi sejarah, tentu saja klaim ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara empiris dan obyektif. Akan lebih mudah bagi kita untuk mengatakan bahwa Mani terinspirasi dari Doketisme daripada mengatakan bahwa Mani diwahyukan oleh Tuhan/Bapa Keagungan, karena Doketisme sendiri juga bertumbuh di Syria timur dan Persia. Persoalan iman memang tidak memiliki parameter yang empiris dan obyektif.

Dari latar belakang di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Manichaeisme berakar dari elaborasi sinkretisme antara:
  1. Gnostisisme, yang di dalamnya ada filsafat Neoplatonisme, Yudaisme, Kekristenan, dan Zoroastrianisme;
  2. Doketisme;
  3. Elkasait.

Diubah oleh tyrodinthor 25-04-2024 06:02
kakekane.cell
xatria
xatria dan kakekane.cell memberi reputasi
2