trfpjkgbrt2Avatar border
TS
trfpjkgbrt2
Potongan Pajak THR 2024 Disebut Lebih Besar karena Sistem TER, DJP Buka Suara



[hr]
KOMPAS.com - Potongan pajak tunjangan hari raya (THR) karyawan swasta pada 2024 dilaporkan lebih besar dari tahun sebelumnya.
Kondisi ini disebut sebagai dampak dari penerapan penghitungan pajak menggunakan metode tarif efektif rata-rata (TER) mulai 1 Januari 2024.
Informasi tersebut salah satunya dibuat oleh akun media sosial X @hrdbacot, Selasa (26/3/2024).

"Gimana rasanya? mincot udah ingetin kan jauh-jauh hari sebelum THR cair biar gak shock. walaupun kalian dapetnya nett, gak berkurang gajinya karena gak merasa kepotong. tapi tetap aja, itu kewajiban pajak pribadi yang ditunjangkan perusahaan untuk kalian," tulisnya.

Lantas, benarkah potongan pajak THR tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu?
Baca juga: Gaji Januari 2024 Lebih Sedikit karena Potongan PPh Pakai TER, Ini Kata DJP

Potongan pajak THR tidak lebih besar
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), Dwi Astuti mengatakan, penerapan sistem TER tidak menambah potongan pajak THR.

"Penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Selasa.

Pajak penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak pribadi atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan di dalam negeri.

Menurut Dwi, tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari sampai dengan November.

Nantinya, pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal 17.

Bukan hanya itu, pajak Desember juga akan dikurangi dengan jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari hingga November.

"Sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama," kata Dwi.

Baca juga: Potret Kelas Menengah di Tanah Air: Serba Terimpit, Wajib Bayar Pajak, tapi Minim Bantuan

Dwi mengungkapkan, jika menggunakan metode penghitungan PPh Pasal 21 sebelum TER, pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif Pasal 17, yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR.

Sementara itu, dengan penerapan sistem TER, pemberi kerja atau perusahaan hanya perlu menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan, dikali tarif sesuai tabel TER.

Kendati demikian, Dwi membenarkan, jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR, dalam kasus ini pada Maret 2024, memang akan lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya.

"Karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan THR," ungkap Dwi.

DJP sendiri telah membuat buku pedoman penghitungan pemotongan PPh 21 guna memudahkan masyarakat dalam memahami TER.

Buku pedoman tersebut dapat diakses di tautan berikut: https://pajak.go.id/id/sinopsis-ring...pph-pasal-2126.
Baca juga: Tidak Perlu Lapor SPT, Berikut Cara Mengajukan Wajib Pajak Non-efektif

Penghitungan PPh 21 pakai TER

Ilustrasi penghitungan PPh 21 menggunakan metode TER. Gaji Januari 2024 turun disebut karena potongan PPh menggunakan metode TER.(DJP Kemenkeu)

Dikutip dari Kompas.com, Jumat (26/1/2024), perubahan penghitungan PPh 21 diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Melalui PP Nomor 58 Tahun 2023, pemerintah membagi TER menjadi dua jenis, yakni TER bulanan dan TER harian.

TER bulanan diberikan kepada wajib pajak yang mendapat penghasilan bulanan dan berstatus pegawai tetap.

TER harian dikenakan untuk wajib pajak dengan penghasilan harian, mingguan, satuan, atau borongan berstatus pegawai tidak tetap.

TER digunakan untuk menghitung besaran PPh pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir (bulan Desember) atau periode sebelas bulan pertama (Januari-November).

Besaran TER bulanan sendiri dibagi menjadi tiga kategori, yakni A, B, dan C. Kategori tersebut didasarkan pada penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sesuai dengan status perkimpoian dan jumlah tanggungan wajib pajak.

Baca juga: Daftar Provinsi yang Gelar Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor pada Maret 2024

Berikut perinciannya:
TER bulanan A
Tidak kimpoi tanpa tanggungan (TK/0)
Tidak kimpoi dengan jumlah tanggungan sebanyak satu orang (TK/1)
kimpoi tanpa tanggungan (K/0)

TER bulanan B
Tidak kimpoi dengan jumlah tanggungan sebanyak dua orang (TK/2)
Tidak kimpoi dengan jumlah tanggungan sebanyak tiga orang (TK/3)
kimpoi dengan jumlah tanggungan sebanyak satu orang (K/1)
kimpoi dengan jumlah tanggungan sebanyak dua orang (K/2)

TER bulanan C
kimpoi dengan jumlah tanggungan sebanyak tiga orang (K/3)

Besaran tarif yang dikenakan setiap kategori adalah nol persen hingga 34 persen, tergantung besaran penghasilan yang diterima setiap bulan.
Sementara itu, untuk menghitung PPh pada masa pajak terakhir atau satu bulan terakhir (Desember), menggunakan ketentuan lama yang tertuang dalam tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, yakni:
Penghasilan Rp 0 sampai dengan Rp 60 juta per tahun dikenakan tarif pajak 5 persen
Penghasilan di atas Rp 60 juta sampai Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif pajak 15 persen
Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun dikenakan tarif pajak 25 persen
Penghasilan di atas Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 30 persen
Penghasilan di atas 5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 35 persen.

Baca juga: Tidak Padankan NIK dengan NPWP, Siap-siap Kena Pajak 20 Persen Lebih Tinggi

Contoh penghitungan PPh 21
Sebagai contoh, Tuan R merupakan pegawai tetap perusahaan PT ABD dan memperoleh gaji sebulan Rp 10 juta serta membayar iuran pensiun Rp 100.000 per bulan. Tuan R menikah dan tidak memiliki tanggungan.

Artinya, Tuan R tergolong ke dalam TER bulanan kategori A lapisan 9 (penghasilan di atas Rp 9,65 juta sampai Rp 10,05 juta), sehingga TER bulanan dikenakan 2 persen. (Tabel tarif efektif bulanan kategori A dapat disimak di sini pada halaman 40).

Berikut cara penghitungan lama:
Gaji = Rp 10 juta
Biaya jabatan = 5 persen x Rp 10 juta = Rp 500.000
Iuran pensiun = Rp 100.000
Penghasilan neto = gaji - biaya jabatan - iuran pensiun = Rp 9,4 juta
Penghasilan neto setahun = Rp 9,4 juta x 12 = Rp 112,8 juta
PTKP setahun = Rp 58,5 juta
Penghasilan kena pajak (PKP) = penghasilan neto setahun - PTKP setahun = Rp 54,3 juta

PPh 21 terutang = Rp 54,3 juta x 5 persen = Rp 2,715 juta
PPh 21 per bulan (Januari-Desember) = Rp 226.250

Dengan penghitungan lama, Tuan R dikenakan PPh 21 sebesar Rp 2,715 juta per tahun atau sebesar Rp 226.250 per bulan.

Berikut cara penghitungan baru:

PPh 21 per bulan periode Januari-November = penghasilan bruto x TER bulanan = Rp 10 juta x 2 persen = Rp 200.000 per bulan

PPh 21 bulan Desember = PPh 21 terutang menggunakan penghitungan lama - PPh 21 periode Januari-November = Rp 2,715 juta - Rp 2,2 juta = Rp 515.000

Dengan demikian, total PPh 21 setahun yang dikenakan terhadap Tuan R sebesar Rp 2,715 juta, sedangkan per bulan sebesar Rp 200.000 per bulan.

https://www.kompas.com/tren/read/202...-buka?page=all


Lagi rame

emoticon-Big Grin
0
455
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
asbunasbunAvatar border
asbunasbun
#6
akal2 an akuntansi pajak saja.
tujuan utama tetap sama, wp membayar lebih banyak.

emoticon-Cape d... (S)
0
Tutup