- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Short Story #25 : OnlyFans 2
TS
ih.sul
Short Story #25 : OnlyFans 2
Warning: cerita mengandung unsur kekerasan, pornografi, dan self-harm. Untuk yang merasa tidak nyaman dengan topik tersebut silahkan putar balik.
Alia merasa gugup. Dia bisa merasakan separuh tubuhnya berteriak untuk mundur. Jarum jam dinding terus bergerak, malam semakin larut. Haruskah dia lakukan? Sanggupkah dia melakukannya? Apa dia benar-benar harus?
Tangan Alia menggeser-geser mouse tanpa arah saat sebuah pesan masuk melalui aplikasi chat. Sofia baru saja mengirim gambar dirinya selfie di depan cermin dengan iPhone 15. Alia menggigit bibir. Ternyata Sofia berhasil mendapatkan iPhone itu dari sugar daddy nya.
Baru kemarin Gita memamerkan iPhone 15 yang dia beli dan sekarang Sofia juga sudah punya. Hanya Alia yang belum. Gita mungkin bisa membeli iPhone itu dari hasil open BO, tapi Alia yang baru putus dengan pacarnya yang kaya cuma bisa gigit jari.
Biasanya dia bisa mendapatkan apa pun yang dia mau dengan merengek pada pacarnya, tapi sekarang dia harus mencari alternatif lain. Jika dia tak bisa membelinya maka Gita dan Sofia akan menjelek-jelekkannya. Namun, apa yang harus dia lakukan?
Alia tak punya keberanian untuk jual diri. Meskipun dia sering melakukan itu dengan pacarnya, tapi jual diri adalah masalah lain. Alia sebenarnya hampir mengambil pilihan itu, tapi kemudian dia berkenalan dengan OnlyFans.
Alia sudah dengar banyak tentang aplikasi itu dan dia cukup tertarik. Dia hanya perlu mengupload gambar dan video, dia bahkan tak perlu menunjukkan wajah. Jika dia sudah punya pelanggan setia dia bisa membuka donasi. Memang terdengar sulit untuk mendapat pelanggan, tapi dalam jangka panjang Alia yakin ini lebih baik.
Alia melihat gambar yang Sofia kirimkan sekali lagi sebelum akhirnya membulatkan tekad dan membuka situs tersebut. Sekarang atau tidak sama sekali!
***
Satu minggu kemudian ….
“Widih, ada yang beli tas baru nih!”
Alia sungguh menikmati tatapan iri yang dilontarkan kedua temannya. Baru kemarin dia membeli iPhone 15 dan sekarang dia sudah memegang tas tangan mahal dari Prada. Sebenarnya tas itu KW, tapi kedua temannya tak perlu tahu.
“Bagus kan? Susah lo belinya. Limited edition soalnya.”
Baik Gita dan Sofia menatap tas itu jengkel, tapi mencoba menyembunyikan kejengkelannya. Seperti biasa mereka tersenyum ramah meskipun lima menit lalu keduanya tengah menggunjingkan Alia.
“Tapi kau beli ini dapat uang dari mana? Buka jasa ya?” tanya Gita.
“Ya nggak lah, memangnya kau?! Aku cuma ... yah, dapat sumbangan.”
Alia sebenarnya tak menyangka dia bisa mendapat begitu banyak uang. Awalnya tak terlalu banyak orang yang mampir ke akunnya, tapi sejak dia mengunggah videonya dengan seragam Sma orang-orang mulai berdatangan entah dari mana. Ternyata rumor yang beredar di internet itu benar. Banyak sekali orang yang punya ketertarikan tak normal pada anak di bawah umur.
Meski demikian itu malah mendorong Alia untuk lebih banyak memanfaatkan statusnya sebagai anak Sma. Tanpa perlu bergantung pada siapa pun uang mengalir dengan deras, hati pun puas. Belum pernah Alia membuat kedua temannya begitu iri. Biasanya dia lah yang selalu tertinggal.
Alia bangga dengan pencapaiannya, tapi dia tak tahu bahwa pencapaian itu jugalah yang menjadi awal kehancurannya.
***
Alia merasa ada yang aneh dengan orang-orang di sekitarnya. Dia merasa orang-orang memperhatikannya dengan tatapan yang misterius. Teman-temannya di sekolah dan bahkan para guru meliriknya secara sembunyi-sembunyi. Alia tak tahu kenapa, tapi perasaannya amat tidak enak. Gita dan Sofia menganggapnya paranoid.
“Paling cuma ngefans. Kau kan baru aja putus, pasti banyak yang ngincar.”
“Tapi yang cewek juga banyak yang liatin aku.”
“Ya … jaman sekarang cewek juga banyak yang belok.”
Alia mendengus. Bicara dengan kedua temannya sama sekali tidak membantu. Meski demikian Alia mencoba mengabaikan semua tatapan itu. Anehnya tatapan-tatapan itu menjadi semakin intens dari hari ke hari. Alia akhirnya mengerti alasannya setelah melihat komentar terbaru di postingan OnlyFans miliknya.
‘Kau Alia ya?’
Komentar itu menghantamnya seperti sambaran petir. Mustahil. Bagaimana bisa? Dia sudah hati-hati tidak menunjukkan wajah atau apa pun petunjuk yang bisa mengarah pada identitasnya. Apa cuma kebetulan? Tidak mungkin. Mana ada kebetulan semacam itu.
Alia teringat pada tatapan-tatapan teman sekelasnya. Apa mungkin ini ada hubungannya? Tapi bagaimana bisa mereka tahu? Hanya kedua temannya yang Alia beritahu tentang akun OnlyFans nya.
Alia menelan ludah yang mendadak terasa pahit. Apa mungkin dua orang itu … ahh, tidak. Alia tak ingin percaya. Meski mereka suka melempar candaan ringan tapi candaan ini terlalu kelewatan.
Alia mencoba menenangkan diri dan menata kembali pikirannya. Mungkin ada orang lain yang tanpa sengaja menemukan akunnya dan melihat kemiripan antara Alia dan gambar-gambar tak senonohnya. Meski begitu tetap saja tak ada bukti kalau itu Alia. Semua cuma dugaan.
Asal Alia tak buka mulut semua akan berlalu saja. Ya, pasti begitu.
***
Keesokan harinya masih banyak mata yang mencuri pandang pada Alia, tapi kali ini Alia mengabaikan semuanya dan memasang wajah tidak peduli. Cepat lambat semua pasti akan bosan,pikirnya.
Hujan turun saat tiba jam pulang sekolah. Gita dan Sofia sudah pulang meninggalkan Alia. Ini cuma perasaannya atau kedua temannya itu sedang menjauhinya? Alia mencoba untuk tidak berpikiran aneh. Beban pikirannya sudah terlalu banyak. Sekarang dia sebaiknya mencari cara untuk pulang tanpa kehujanan.
“Ehh, Alia. Mau pulang bareng nggak?”
Alia menoleh dan melihat Yudha, anak kelas sebelah yang rumahnya memang searah dengannya. Yudha memang anak orang kaya dan salah satu dari sedikit murid yang membawa mobil pribadi. Mukanya yang agak parah membuat Alia bimbang, tapi guntur yang semakin keras membuat Alia mengangguk setuju.
Awalnya tak ada yang aneh, tapi saat mobil mengambil jalan alternatif Alia mulai curiga.
“Kok lewat jalan ini sih?” tanya Alia.
“Ahh, jalan satunya lagi ada perbaikan,” jawab Yudha enteng. Alia yakin jalan itu baik-baik saja saat dia berangkat sekolah tadi. Perasaan Alia jadi tak enak. Apa yang harus dia lakukan?
Saat mobil berbelok memasuki jalan kecil tak beraspal Alia tak bisa menahan kepanikannya dan langsung membuka pintu mobil. Dia melompat keluar dan terjatuh, tapi ternyata dia sudah terlambat. Kemalangan sudah menunggunya.
Di tengah hujan deras Alia bisa merasakan tubuhnya diangkat dan digiring memasuki rumah besar di dalam gang. Saat tubuhnya kembali menyentuh tanah Alia sudah terkepung. Ada tujuh lelaki yang dia kenal sebagai murid-murid di sekolahnya.
“APA-APAAN INI?! MAU APA KALIAN?!”
Alia mencoba kabur, tapi ternyata mereka tak menyisakan jalan. Dua orang memegangi tangan dan kaki Alia sementara Yudha berjongkok dan tanpa meminta ijin menarik lepas rok seragamnya.
“Tuh kan, sama!”
Mereka bersorak sementara Alia ditinggalkan dalam panik dan bingung. Melihat kebingungannya Yudah menunjukkan layar ponselnya pada Alia.
“Ini beneran kau kan?”
Petir menyambar di luar dan begitu juga dalam otak Alia. Itu adalah foto yang dia upload tadi pagi. Foto dia dengan pakaian dalam yang sama dengan yang dia gunakan saat ini.
“Kita tau Alia itu cewek nakal, tapi siapa sangka dia artis OnlyFans. Beruntung kita bisa main sama artis.”
Mendengar itu membuat ketakutan Alia naik ke ubun-ubun.
“Nggak! Jangan! Lepasin aku! Kalian mau uang? Ambil! Jangan apa-apain aku!”
Namun rontaannya sama sekali tak berarti. Alia berteriak, tapi tak ada yang datang dan menolongnya. Sore itu pun menjadi sore yang tak bisa dia lupakan seumur hidupnya.
***
Sejak saat itu hidup Alia mengalami perubahan drastis. Dengan ancaman video pemerkosaannya Alia kini tak jauh berbeda dari budak yang bisa diperlakukan seenaknya. Dengan semua siksaan dan tekanan mental yang dia terima membuat Alia tak bisa berpikir jernih. Satu-satunya yang dia tahu hanyalah dia tak boleh membiarkan rahasianya tersebar lebih jauh, terutama ke orangtuanya. Ayah dan Ibu Alia bukanlah orangtua penyayang seperti di film-film. Mereka adalah tipe orangtua yang tak segan membuang anak yang mereka anggap aib.
Namun sampai kapan dia harus menahan diri? Tanpa dia sadari Yudha mulai menjualnya seperti pramuria. Awalnya hanya tujuh, tapi perlahan-lahan jumlah orang yang mengetahui rahasianya meningkat. Teman sekelas, kakak kelas, guru-guru, bahkan penjaga sekolah. Dalam waktu singkat hampir semua pria di sekolah mengantri untuk main dengannya.
Dan seolah itu tak cukup para siswi juga ikut memusuhinya. Cibiran, dorongan-dorongan kecil, hingga bangkai tikus yang tiba-tiba ada di laci mejanya. Seolah itu semua belum cukup, Gita dan Sofia berhenti bicara padanya. Bahkan saat Alia menghampiri mereka keduanya bertingkah seolah Alia tak ada.
Alia bertanya-tanya, di mana dia salah mengambil pilihan. Dia merasa banyak orang melakukan yang lebih buruk, tapi hidup bahagia hingga akhir hayat. Sebenarnya di mana yang salah? Siapa yang sudah merusak hidupnya?
“Kau masih belum sadar juga? Gita yang pertama nyebar foto OnlyFans mu ke seluruh sekolah.”
Suatu malam dalam perjalanan pulang setelah melayani ‘pelanggan’ Yudha akhirnya memberitahu Alia kebenarannya. Bahkan di tengah kekacauan mentalnya, informasi itu tetap berhasil menarik kemarahan dalam dirinya.
“Gita nyebar foto-foto dari akunmu dan bilang kalau itu kau, tapi karna nggak ada bukti akhirnya kami buktiin sendiri.”
Yudha tertawa layaknya setan sementara di dalam diri Alia setan yang sebenarnya telah tumbuh.
***
“KENAPA KAU TEGA LAKUIN ITU KE AKU?!!!”
Hal pertama yang dilakukan Alia saat tiba di sekolah keesokan harinya adalah menggebrak meja Gita. Gebrakan itu cukup keras, tapi Gita masih mencoba mengabaikannya. Hilang sabar, Alia menampar wajah Gita sekeras yang dia bisa.
“JAWAB AKU! KOK KAU TEGA LAKUIN ITU?!!!”
Gita, dengan sudut bibir mengeluarkan darah, balas berteriak.
“EHH JALANG! BERANI-BERANINYA KAU NYENTUH AKU!!!”
“KAU YANG JALANG! KAU PIKIR NGGAK ADA YANG TAU KAU BISA DIBAYAR DUA RATUS RIBU SEKALI MAIN?! KAU ITU UDAH OPEN BO SEJAK SMP!”
Dengan cepat tangan Gita melayang dan menampar Alia. Alia yang tak terima balas menampar lalu menjambak. Mereka saling mencakar dan memaki dengan begitu dashyat sampai-sampai tak ada yang berani menghentikan keduanya. Saat guru-guru datang wajah keduanya sudah tercabik-cabik. Begitu juga pertemanan palsu mereka.
***
Satu minggu sejak kejadian itu Alia masih belum keluar dari kamarnya. Orangtua keduanya dipanggil dan orangtua Alia akhirnya mengetahui anak macam apa yang sudah mereka besarkan. Seperti yang Alia duga mereka langsung mengusir Alia. Sejak saat itu Alia tinggal di hotel murah.
Seolah itu belum cukup buruk, Gita menyebar semua foto dan video Alia beserta identitasnya. Kini semua orang bisa menikmati tubuh Alia secara gratis. Hidup Alia sudah benar-benar hancur. Baik dunia nyata maupun dunia maya. Satu-satunya hal baik dari ini hanyalah Yudha yang berhenti menghubunginya. Tak ada gunanya lagi mengancam Alia.
Belakangan Alia mengetahui bahwa alasan Gita melakukan itu adalah rasa iri karena Alia mampu membeli barang-barang mahal. Dari Sofia Alia mengetahui kalau Gita sebenarnya sudah menyimpan dengki sejak lama karena Alia yang lebih cantik dibanding dirinya. Sofia meminta maaf pada Alia, tapi Alia tidak membalasnya.
Hidupnya sudah hancur. Bahkan air mata pun tak bisa meringankan bebannya. Dia sudah hancur sampai ke titik tak mungkin bisa diperbaiki lagi. Jejak digital dirinya akan abadi dan dia tak akan bisa lepas dari itu seumur hidup maupun sesudah hidup. Hidupnya sudah tak ada gunanya lagi.
Kalau sudah begitu untuk apa dia hidup? Untuk apa?
Tanpa sadar Alia sudah menyalakan laptop dan membuka situs OnlyFans. Situs yang menjadi akar dari semua kemalangannya. Jari-jarinya bergerak dan memulai livestreaming. Dia belum pernah melakukan livestreaming sebelumnya. Ini akan jadi yang pertama dan terakhir kalinya.
“Halo. Kalian sudah tahu siapa aku jadi tak perlu basa-basi. Hidupku sudah hancur, tak ada lagi gunanya aku hidup.”
Alia menutup mata dan merenung. Mungkin hidupnya masih punya sedikit guna. Masih ada satu kesempatan bagi Alia untuk meninggalkan satu hal baik di tengah keburukannya.
“Untuk kalian para wanita di luar sana, tolong jaga tubuh kalian. Jangan menjual diri kalian pada siapa pun. Kalian jauh lebih berharga daripada seluruh uang di dunia. Tolong, tolong ingat itu.”
Dan bersamaan dengan cucuran air mata, darah mulai menetes. Perlahan tapi pasti, layar berubah menjadi merah. Untuk terakhir kali Alia menambahkan jejak digital dirinya ke dunia maya. Namun kali ini tak ada yang senang melihatnya.
***TAMAT***
jembloengjava dan 12 lainnya memberi reputasi
13
4.9K
23
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post