Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
Short Story #24 : Robin Hood


“Saat aku masih kecil, ibuku sering menceritakan kisah-kisah sebelum tidur. Cinderella, Malin Kundang, dan bahkan Sangkuriang. Di antara semua cerita itu aku sangat menyukai cerita Robin Hood. Kisah seorang penjahat yang merampok dari si kaya dan membagikan uangnya ke si miskin sangat membekas di hatiku.

“Mungkin karena keluarga kami tidak kaya, aku jadi mengidolakan Robin Hood. Hidup kami pasti akan lebih baik jika ada seseorang yang melawan orang-orang kejam di atas sana dan membantu mereka yang tertindas di bawah. Semakin aku melihat para pejabat dan pengusaha bersenang-senang di atas penderitaan kami semakin aku merasa negara ini membutuhkan sosok seorang Robin Hood.

“Aku tak tahu bagaimana, tapi pemikiran itu seolah membimbingku dalam menjalani hidup. Aku belajar dengan tekun dan melanjutkan kuliah di luar negeri dengan beasiswa. Setelah lulus aku kembali dan mendapat pekerjaan di pemerintahan, lebih tepatnya bidang teknologi informasi.

“Dengan cepat aku menyadari korupsi yang sudah mengakar begitu kuat. Pemalsuan anggaran, kerja sama curang dengan pengusaha, serta pencucian uang yang entah dari mana asalnya. Hal-hal seperti itu sangat sering terjadi dan semua orang seolah buta. Tak peduli dan tak ingin terlibat. Setiap kali melihat yang seperti itu aku selalu bertanya pada Robin Hood dalam diriku. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang akan Robin Hood lakukan?”

Aku menelan ludah setelah berbicara sangat panjang. Rasanya tak enak menceritakan kembali hal-hal yang sebenarnya tak ingin kukatakan pada siapa pun. Pak Polisi dengan baik hati menawariku secangkir teh panas. Aku berterima kasih dan meminumnya sebelum melanjutkan ceritaku.

“Aku masih ingat apa yang Ibu katakan saat mendapat gaji pertamaku. ’Ingat Nak, walaupun kau sudah kaya jangan pernah lupa siapa yang jadi temanmu saat kau miskin.’Gaji itu terasa spesial. Bukan hanya karna itu hasil kerja keras tapi juga karna ini adalah uang pajak dari rakyat. Aku ingin menggunakan gaji pertamaku untuk membawa Ayah dan Ibu makan makanan enak di restoran mewah, tapi mengurungkan niat itu setelah melihat keadaan teman-teman masa kecilku.

“Aku cukup beruntung bisa mendapat beasiswa dan kuliah di luar negeri, tapi kebanyakan dari mereka menjadi pengangguran setelah lulus Sma. Beberapa mengikuti usaha orangtua, ada yang kerja serabutan, bahkan ada yang menjadi preman dan memalak toko-toko untuk membeli rokok. Mereka jauh lebih pantas mendapatkan uang dibanding atasan-atasanku yang korup. Robin Hood merasakan hal yang sama dan kini aku punya kemampuan untuk melakukan hal yang sama dengannya.

“Aku tak bangga, tapi aku yakin aku melakukan hal yang benar. Aku meretas sistem catatan keuangan dan mendaftarkan rekening teman-temanku sebagai penerima bansos. Aku juga mendaftarkan anak-anak mereka sebagai penerima beasiswa. Sangat jarang ada yang mengecek daftar itu jadi tindakanku tidak ketahuan untuk waktu yang lama.

“Namun itu saja tidak cukup. Itu uang rakyat, tapi lebih banyak dinikmati golongan atas. Karena itulah aku mengumpulkan sebanyak mungkin bukti lalu melaporkan atasanku ke KPK. Dia mencoba menyembunyikan semua uang yang dia cuci ke luar negeri, tapi aku mencegah dan mencuri semua hartanya. Semua uang itu kusembunyikan di luar negeri dan kumasukkan kembali sebagai kripto. Pengawasan kripto di sini memang sangat lemah jadi lagi-lagi semua tak terdeteksi.

“Akhirnya aku mengincar semua pejabat korup yang kukenal dan meraup semua harta mereka. Aku mencoba mengalirkan uang itu secara diam-diam ke semua orang miskin yang kutahu, tapi karna aku tak bisa mengakui itu perbuatanku mereka jadi kebingungan. Siapa sangka aku malah tertangkap karna ada yang melapor? Ternyata tak semua orang suka uang gratis.”

Sekali lagi aku menyesap teh yang sudah agak hangat. Ini adalah rekor paling lama aku berada di kantor polisi. Beberapa orang yang merasa aneh karena ada uang yang terus menerus masuk ke rekening mereka melaporkan keganjilan itu dan polisi berhasil menelusuri uang itu sampai ke padaku. Aku ceroboh karena menggunakan rekening asliku sebagai salah satu penyalur uang.

“Ohh … Robin Hood ya?”

Pak Basuki mengangguk-angguk. Aku pernah bertemu dengan Pak Basuki dulu. Dia menangani beberapa kasus atasanku yang kujebak. Dulu aku cuma sekedar saksi, tapi sekarang malah menjadi tersangka.

“Kamu ini orang yang baik, Pak Alif. Sayangnya kamu ini tolol! Robin Hood itu cuma cerita anak-anak, dunia ini tidak sesederhana itu.”

“Anda bicara seperti pejabat yang cari-cari alasan untuk tak menunaikan janjinya.”

“Kau memang tak paham apa-apa. Akan lebih baik kau lihat langsung hasil perbuatanmu. Ayo, kita jalan-jalan sebentar.”

Aku tak tahu seperti apa biasanya proses interogasi berlangsung, tapi aku cukup yakin tersangka tak akan diajak jalan-jalan keluar tanpa borgol di tangan. Meski demikian Pak Basuki dengan enteng membawaku keluar dengan mobil polisi. Tak kusangka dia membawaku ke area kumuh tempatku biasa bermain saat kecil.

“Kau kenal orang itu?” tanyanya sembari menujuk seseorang yang duduk di kedai kopi.

“Iya. Itu Agus, kami dulu pernah satu Smp.”

“Dia salah satu orang yang kau kirim uang kan? Menurutmu uang itu dia pakai buat apa? Beli susu buat anaknya? Salah. Dia di sana beli togel.”

Dahiku mengernyit spontan. Aku yakin sudah mengirim uang padanya setiap bulan, untuk apa lagi dia beli togel?

“Dia sudah jadi pecandu judi sebelum mendapat uang darimu. Setelah dapat uang dia malah tak perlu bekerja lagi untuk berjudi. Kalau kalah dia akan mengamuk, kalau menang dia akan mabuk-mabukan di kota. Kau cuma memperparah kecanduannya.”

Tak sempat aku mengatakan apa-apa Pak Basuki langsung tancap gas menuju daerah perumahan. Aku kenal jalanan ini. Ini jalanan yang sering kulalui saat pergi sekolah dulu.

“Kau lihat orang itu?” tanya Pak Basuki lagi. Aku mengangguk. “Dulu dia buka bengkel, tapi ditutup sejak dia dapat uang darimu. Sekarang setelah tak ada uang masuk dia mencoba buka bengkel lagi, tapi semua langganannya sudah punya langganan bengkel lain. Kami baru-baru ini dapat laporan tetangga kalau dia sering marah-marah sama istrinya.”

“Sebenarnya maksud Bapak apa sih? Untuk apa menunjukkan semua itu ke saya?”

“Kau belum sadar juga? Nggak ada gunanya kau ngasih uang ke orang-orang kayak mereka. Mereka itu cuma pemalas yang suka nyalahin nasib. Kau pikir mereka miskin itu salah orang kaya? Bukan, mereka miskin karna mereka memang tak mau usaha.”

Apa yang dikatakan Pak Basuki membuatku tersinggung. Apa dia tahu tentang orang-orang yang bekerja 12 jam sehari tapi dibayar sangat sedikit? Apa dia tahu tentang orang-orang yang bekerja siang malam tapi gajinya tak kunjung dibayar? Mana bisa dia mengambil kesimpulan hanya karna satu dua contoh buruk.

“Banyak yang akan memanggilmu pahlawan karna menolong orang miskin, tapi mau sampai kapan kau menolong mereka? Sekarang setelah kau tertangkap kehidupan mereka malah jadi lebih buruk. Kalau orang-orang nggak kenal yang namanya usaha, mereka nggak akan pernah berubah.”

Kata-katanya masih menyinggungku, tapi kali ini aku memikirkan hal itu. Bahkan setelah dijebloskan ke penjara, aku terus memikirkannya.

***


Robin Hood adalah seorang pahlawan, tapi memang benar bahwa itu adalah cerita untuk anak-anak. Di dunia nyata, apakah tindakan seperti itu merupakan tindakan terbaik? Kau mencuri harta orang kaya dan memberikannya pada si miskin. Di cerita semua berakhir baik, tapi di kenyataan tak ada yang berubah.

Setelah aku keluar dari penjara aku mencoba melihat kembali keadaan orang-orang yang kubantu. Agus masih ketagihan judi, usaha bengkel Yudi sudah gulung tikar dan sekarang dia bekerja di bengkel orang. Kehidupan mereka tak mengalami peningkatan setelah sepuluh tahun lamanya.

Lalu bagaimana dengan diriku? Bagaimana dengan Robin Hood?

Berkat catatan kejahatanku aku tak lagi bisa mendapat pekerjaan yang layak. Aku cuma bisa mengambil pekerjaan sambilan dengan nama anonim. Penghasilanku tidak seberapa, cenderung kurang untuk hidup.

Namun, apakah aku menyesali perbuatanku? Tidak sedikit pun.

Suatu hari aku tak sengaja menonton wawancara dengan seorang mahasiswa muda lulusan Harvard. Satu kalimat darinya sudah cukup untuk membuang semua penyesalan.

Quote:


Aku menonton video itu lagi dan lagi. Setiap kali aku mengalami hari yang berat aku akan menonton video itu lagi. Aku tak tahu apakah Robin Hood benar-benar seorang pahlawan atau tidak. Mungkin apa yang Pak Basuki katakan memang benar adanya. Namun, meski hanya membantu satu orang saja, aku bersyukur sudah menjaid Robin Hood.

***TAMAT***
shiday2511984
bayi.kafir
pulaukapok
pulaukapok dan 8 lainnya memberi reputasi
9
683
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
#1
Short Story #24 : Robin Hood


“Saat aku masih kecil, ibuku sering menceritakan kisah-kisah sebelum tidur. Cinderella, Malin Kundang, dan bahkan Sangkuriang. Di antara semua cerita itu aku sangat menyukai cerita Robin Hood. Kisah seorang penjahat yang merampok dari si kaya dan membagikan uangnya ke si miskin sangat membekas di hatiku.

“Mungkin karena keluarga kami tidak kaya, aku jadi mengidolakan Robin Hood. Hidup kami pasti akan lebih baik jika ada seseorang yang melawan orang-orang kejam di atas sana dan membantu mereka yang tertindas di bawah. Semakin aku melihat para pejabat dan pengusaha bersenang-senang di atas penderitaan kami semakin aku merasa negara ini membutuhkan sosok seorang Robin Hood.

“Aku tak tahu bagaimana, tapi pemikiran itu seolah membimbingku dalam menjalani hidup. Aku belajar dengan tekun dan melanjutkan kuliah di luar negeri dengan beasiswa. Setelah lulus aku kembali dan mendapat pekerjaan di pemerintahan, lebih tepatnya bidang teknologi informasi.

“Dengan cepat aku menyadari korupsi yang sudah mengakar begitu kuat. Pemalsuan anggaran, kerja sama curang dengan pengusaha, serta pencucian uang yang entah dari mana asalnya. Hal-hal seperti itu sangat sering terjadi dan semua orang seolah buta. Tak peduli dan tak ingin terlibat. Setiap kali melihat yang seperti itu aku selalu bertanya pada Robin Hood dalam diriku. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang akan Robin Hood lakukan?”

Aku menelan ludah setelah berbicara sangat panjang. Rasanya tak enak menceritakan kembali hal-hal yang sebenarnya tak ingin kukatakan pada siapa pun. Pak Polisi dengan baik hati menawariku secangkir teh panas. Aku berterima kasih dan meminumnya sebelum melanjutkan ceritaku.

“Aku masih ingat apa yang Ibu katakan saat mendapat gaji pertamaku. ’Ingat Nak, walaupun kau sudah kaya jangan pernah lupa siapa yang jadi temanmu saat kau miskin.’Gaji itu terasa spesial. Bukan hanya karna itu hasil kerja keras tapi juga karna ini adalah uang pajak dari rakyat. Aku ingin menggunakan gaji pertamaku untuk membawa Ayah dan Ibu makan makanan enak di restoran mewah, tapi mengurungkan niat itu setelah melihat keadaan teman-teman masa kecilku.

“Aku cukup beruntung bisa mendapat beasiswa dan kuliah di luar negeri, tapi kebanyakan dari mereka menjadi pengangguran setelah lulus Sma. Beberapa mengikuti usaha orangtua, ada yang kerja serabutan, bahkan ada yang menjadi preman dan memalak toko-toko untuk membeli rokok. Mereka jauh lebih pantas mendapatkan uang dibanding atasan-atasanku yang korup. Robin Hood merasakan hal yang sama dan kini aku punya kemampuan untuk melakukan hal yang sama dengannya.

“Aku tak bangga, tapi aku yakin aku melakukan hal yang benar. Aku meretas sistem catatan keuangan dan mendaftarkan rekening teman-temanku sebagai penerima bansos. Aku juga mendaftarkan anak-anak mereka sebagai penerima beasiswa. Sangat jarang ada yang mengecek daftar itu jadi tindakanku tidak ketahuan untuk waktu yang lama.

“Namun itu saja tidak cukup. Itu uang rakyat, tapi lebih banyak dinikmati golongan atas. Karena itulah aku mengumpulkan sebanyak mungkin bukti lalu melaporkan atasanku ke KPK. Dia mencoba menyembunyikan semua uang yang dia cuci ke luar negeri, tapi aku mencegah dan mencuri semua hartanya. Semua uang itu kusembunyikan di luar negeri dan kumasukkan kembali sebagai kripto. Pengawasan kripto di sini memang sangat lemah jadi lagi-lagi semua tak terdeteksi.

“Akhirnya aku mengincar semua pejabat korup yang kukenal dan meraup semua harta mereka. Aku mencoba mengalirkan uang itu secara diam-diam ke semua orang miskin yang kutahu, tapi karna aku tak bisa mengakui itu perbuatanku mereka jadi kebingungan. Siapa sangka aku malah tertangkap karna ada yang melapor? Ternyata tak semua orang suka uang gratis.”

Sekali lagi aku menyesap teh yang sudah agak hangat. Ini adalah rekor paling lama aku berada di kantor polisi. Beberapa orang yang merasa aneh karena ada uang yang terus menerus masuk ke rekening mereka melaporkan keganjilan itu dan polisi berhasil menelusuri uang itu sampai ke padaku. Aku ceroboh karena menggunakan rekening asliku sebagai salah satu penyalur uang.

“Ohh … Robin Hood ya?”

Pak Basuki mengangguk-angguk. Aku pernah bertemu dengan Pak Basuki dulu. Dia menangani beberapa kasus atasanku yang kujebak. Dulu aku cuma sekedar saksi, tapi sekarang malah menjadi tersangka.

“Kamu ini orang yang baik, Pak Alif. Sayangnya kamu ini tolol! Robin Hood itu cuma cerita anak-anak, dunia ini tidak sesederhana itu.”

“Anda bicara seperti pejabat yang cari-cari alasan untuk tak menunaikan janjinya.”

“Kau memang tak paham apa-apa. Akan lebih baik kau lihat langsung hasil perbuatanmu. Ayo, kita jalan-jalan sebentar.”

Aku tak tahu seperti apa biasanya proses interogasi berlangsung, tapi aku cukup yakin tersangka tak akan diajak jalan-jalan keluar tanpa borgol di tangan. Meski demikian Pak Basuki dengan enteng membawaku keluar dengan mobil polisi. Tak kusangka dia membawaku ke area kumuh tempatku biasa bermain saat kecil.

“Kau kenal orang itu?” tanyanya sembari menujuk seseorang yang duduk di kedai kopi.

“Iya. Itu Agus, kami dulu pernah satu Smp.”

“Dia salah satu orang yang kau kirim uang kan? Menurutmu uang itu dia pakai buat apa? Beli susu buat anaknya? Salah. Dia di sana beli togel.”

Dahiku mengernyit spontan. Aku yakin sudah mengirim uang padanya setiap bulan, untuk apa lagi dia beli togel?

“Dia sudah jadi pecandu judi sebelum mendapat uang darimu. Setelah dapat uang dia malah tak perlu bekerja lagi untuk berjudi. Kalau kalah dia akan mengamuk, kalau menang dia akan mabuk-mabukan di kota. Kau cuma memperparah kecanduannya.”

Tak sempat aku mengatakan apa-apa Pak Basuki langsung tancap gas menuju daerah perumahan. Aku kenal jalanan ini. Ini jalanan yang sering kulalui saat pergi sekolah dulu.

“Kau lihat orang itu?” tanya Pak Basuki lagi. Aku mengangguk. “Dulu dia buka bengkel, tapi ditutup sejak dia dapat uang darimu. Sekarang setelah tak ada uang masuk dia mencoba buka bengkel lagi, tapi semua langganannya sudah punya langganan bengkel lain. Kami baru-baru ini dapat laporan tetangga kalau dia sering marah-marah sama istrinya.”

“Sebenarnya maksud Bapak apa sih? Untuk apa menunjukkan semua itu ke saya?”

“Kau belum sadar juga? Nggak ada gunanya kau ngasih uang ke orang-orang kayak mereka. Mereka itu cuma pemalas yang suka nyalahin nasib. Kau pikir mereka miskin itu salah orang kaya? Bukan, mereka miskin karna mereka memang tak mau usaha.”

Apa yang dikatakan Pak Basuki membuatku tersinggung. Apa dia tahu tentang orang-orang yang bekerja 12 jam sehari tapi dibayar sangat sedikit? Apa dia tahu tentang orang-orang yang bekerja siang malam tapi gajinya tak kunjung dibayar? Mana bisa dia mengambil kesimpulan hanya karna satu dua contoh buruk.

“Banyak yang akan memanggilmu pahlawan karna menolong orang miskin, tapi mau sampai kapan kau menolong mereka? Sekarang setelah kau tertangkap kehidupan mereka malah jadi lebih buruk. Kalau orang-orang nggak kenal yang namanya usaha, mereka nggak akan pernah berubah.”

Kata-katanya masih menyinggungku, tapi kali ini aku memikirkan hal itu. Bahkan setelah dijebloskan ke penjara, aku terus memikirkannya.

***


Robin Hood adalah seorang pahlawan, tapi memang benar bahwa itu adalah cerita untuk anak-anak. Di dunia nyata, apakah tindakan seperti itu merupakan tindakan terbaik? Kau mencuri harta orang kaya dan memberikannya pada si miskin. Di cerita semua berakhir baik, tapi di kenyataan tak ada yang berubah.

Setelah aku keluar dari penjara aku mencoba melihat kembali keadaan orang-orang yang kubantu. Agus masih ketagihan judi, usaha bengkel Yudi sudah gulung tikar dan sekarang dia bekerja di bengkel orang. Kehidupan mereka tak mengalami peningkatan setelah sepuluh tahun lamanya.

Lalu bagaimana dengan diriku? Bagaimana dengan Robin Hood?

Berkat catatan kejahatanku aku tak lagi bisa mendapat pekerjaan yang layak. Aku cuma bisa mengambil pekerjaan sambilan dengan nama anonim. Penghasilanku tidak seberapa, cenderung kurang untuk hidup.

Namun, apakah aku menyesali perbuatanku? Tidak sedikit pun.

Suatu hari aku tak sengaja menonton wawancara dengan seorang mahasiswa muda lulusan Harvard. Satu kalimat darinya sudah cukup untuk membuang semua penyesalan.

Quote:


Aku menonton video itu lagi dan lagi. Setiap kali aku mengalami hari yang berat aku akan menonton video itu lagi. Aku tak tahu apakah Robin Hood benar-benar seorang pahlawan atau tidak. Mungkin apa yang Pak Basuki katakan memang benar adanya. Namun, meski hanya membantu satu orang saja, aku bersyukur sudah menjaid Robin Hood.

***TAMAT***
0