yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami

私のスレッドへようこそ




TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!


Quote:


Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):


Spoiler for PERATURAN:


Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:



HAPPY READING! emoticon-Cendol Gan


Quote:
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
sotokoyaaa
santet72
al.galauwi
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
174.3K
3K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
dissymmon08Avatar border
dissymmon08
#542
MENJALANKAN AMANAH(PART 07)
(POV @dissymmon08)




Salah. Gue ngelakuin kesalahan. Ketika gue tau kalau uang refinancingcair, gue malah ngehubungin bokap dan nyokap gue. Gue ngabarin kalau insya Alloh acara resepsi pernikahan kami akan terlaksana. Happy? Pasti. Mereka super happy bahkan bisa dibilang mereka sudah sangat berekspektasi berdiri di atas pelaminan untuk menyambut tamu undangan yang datang. Ga lupa mereka double check tamu undangan yang hadir dan rangkaian adat yang sekiranya kami butuhin.


Iya, mereka seseneng itu. Entah gimana reaksi keluarga Bang Firzy di sana. Apakah sama atau malah sebaliknya?


Tapi... Ternyata semuanya tidak seperti apa yang kami bayangin. Nominal uang yang cair tidak sesuai dengan ekspektasi kami! Rasanya gue pengen banget teriak dan datengin itu bank. Tapi ya itu bodoh namanya! Ga begitu cara kerjanya. Kalau gue bener-bener ngelakuin itu, Cuma bikin gue keliatan super duper bodoh.


Judulnya refinancingitu ya ga akan ngeluarin uang sesuai harga mobil lu! Bahkan ga akan mendekati harga mobil lu! Uangnya hanya akan cair sekitar 50-70% dari harga mobil lu! Itu salahnya gue. ITU SALAHNYA GUE! Ekspektasi gue terlalu tinggi, ya akhirnya rasa kecewa gue terlalu dalem bikin gue secara ga langsung kufur nikmat dengan bilang “Hah? Serius? Itu sisanya kemana?”. Bukannya bersyukur pada akhirnya uang yang kami tunggu selama ini akhirnya cair juga.


Tapi, kalau kalian ada di posisi gue, kalian mungkin akan ngerespon yang sama bukan?


Bang Firzy nyodorin berkas-berkas refinancingkami. Ga lupa dia ngejelasin detail satu per satu kenapa sampai akhirnya angka yang keluar tidak sesuai ekspektasi kami. Gue super duper speechless dan lemes. Kenapa? Karena gue harus menggodok ulang seluruh rancangan keuangan kami. TERUTAMA biaya resepsi pernikahan yang sudah kami setujui. It’s way beyond our capabilities.


Gue bingung. Gue baru aja ngabarin kabar bagus ke orang tua gue, eh masa iya gue ngabarin kabar baru ke mereka tapi yang bikin mereka auto kecewa? Gue harus gimana? Saat itu, gue langsung migren. Gue ga bisa tuh mikirin tesis dia ataupun omongan tentang apartemen Pak Edward. Kacau banget pikiran gue.


Cape kerja, migren, dan kepikiran harus ngakalin gimana biar bisa ngelola uang yang ngepas ini bikin emosi gue jadi labil. Perdebatan antara gue dan Bang Firzy juga jadi ga terhindarkan. Apalagi ketika dia terus menerus memojokkan gue dengan fakta kalau ini semua disebabkan keluarga gue yang egois ditambah gue yang selalu people pleaser. Gue lagi ngerasa cape hati banget ngadepin dia kalau dia lagi begini.


“Aku paham... Tapi aku ga kayak kamu, Zy. Aku ga seberani kamu buat nentang orang tua dan keluarga. Aku ga sekuat kamu untuk pertahanin pendapat pas debat sama orang tua. Aku ga sefrontal kamu buat nunjuk siapa yang salah dan siapa yang benar. Aku terlalu mikirin perasaan orang karena aku ga mau ngerasain kecewa yang bakal mereka rasain ketika nanti aku harus nentang, debat, dan frontal ke mereka. Maafin aku, Zy. Maaf kamu harus hidup seumur hidup sama cewek kayak aku. Maaf.” Kata gue dalam hati


Malam itu pas Bang Firzy mutusin buat pulang lebih cepet dari biasanya, gue bener-bener ga bisa tidur. Gue mikirin harus gimana otak atik keuangan kami. Apalagi ada cicilan hutang yang sudah mulai auto debet ditagihkan pada rekening Bang Firzy. Gue pusing antara hutang dan tabung ini. Kami harus bayar hutang sambil nabung untuk nambah kekurangan budget resepsi pernikahan kami.


“Masih kurang sekitar 40 juta. Mesti nabung berapa sehari buat dapetin uang segitu dalam waktu 3-4 bulan? Mana biaya resepsi harus lunas maksimal H-7 hari pulak. Ya Alloh...” Gue ngurut jidat liat coret-coretan gue. “Ga logis ini, ga logis. Ya mungkin aja bisa, kalau kami sama-sama ga bantu keluarga masing-masing. Mungkin masih bisa kali ya...”


Estimasi gue sebenernya kita nerima 200jt dimana 50jt kami sisihkan di deposito-in untuk biaya tak terduga. Biaya resepsi kami 100jt sudah all inbaik gedung, catering, seragam, souvenir, undangan, dan sebagainya. 50jt akan kami sisihkan untuk bayar denda tesis Bang Firzy, kebutuhan akad nikah kami, sekaligus kebutuhan awal pernikahan kami. Kurang lebih begitu perhitungan gue.


Tapi faktanya? Yang kami terima hanya 120jt dan kini kami sudah harus melunasi denda keterlambatan tesis dia yang sekarang sudah mencapai 20jt. Kami belum melunasi biaya akomodasi keberangkatan keluarga Bang Firzy ke kampung halaman kami kayak transportasi, penginapan, dan segala hal lainnya. Belum lagi biaya catering, dekorasi, MUA, dan segala tetek bengek di sana nanti yang bukan ga mungkin bisa sampai belasan juta. Gimana mau deposito? Itu aja udah minus.


Gue harus atur itu semua. Gue yakin kita pasti bisa. Iya, kita pasti bisa akad nikah. Tapi entah gimana urusan bayar hutang ini.


Dari nominal yang sudah kami punya, langsung terpotong 25%-nya untuk menambah biaya DP sana sini sebagai tanda jadi. Kini tersisa ga sampai 100jt. Akhirnya gue memutuskan agar Bang Firzy segera nyelesein urusan denda dia dengan pihak kampus.


Quote:


Setelah kirim chatgue yang terakhir ke Bang Firzy, gue langsung rebahan di tempat tidur dan natap langit-langit kamar gue. “Emang gue ga pernah dengerin diri gue sendiri ya selama ini?” tanya gue dalam hati.


XOXOXO


“Ini kunci apartemennya dan ini kartu akses masuk ke apartemennya. Saya ga duplikat lagi kuncinya dan kartu aksesnya cuma ada 2 ya, Mi. Usahakan jangan sampai hilang. Soalnya kalau mau ngurus, saya jadi harus ikut. Entar jadi panjang urusannya sama Pihak Pengelola.” Pak Edward menyerahkan 2 pcs kunci dalam 1 set ring dan 2 pcs kartu akses berlogo apartemen yang insya Alloh akan kami tempati selama… Hmm. Well, mungkin sampai kontraknya habis kurang lebih 8 bulan lagi. Perkara kedepannya akan kami lanjut atau tidak, itu tergantung gimana nanti di sana. Gue aja belum pernah ngeliat apartemennya. Hahaha.


“Makasih banyak, Pak… Saya bener-bener berasa dikasih hadiah pernikahan sebelum hari H nih. Hahaha.”


“Ya gapapa, nanti jadi saya ga usah kasih hadiah lagi ya berarti?” Beliau ngelirik saya sambil senyum iseng.


“Ih gapapa, Pak. Ga usah kasih hadiah juga gapapa kok, Pak. Masa udah dikasih ‘pinjam’ apartemen begini, saya masih aja nuntut bapak sih? Ga tau diri banget namanya. Hahaha.”


Kami tertawa bersama. “Ya semoga aja betah ya, Mi. Sejauh ini sih saya betah tinggal di sana karena aksesnya gampang dan lingkungannya nyaman. Semoga kamu betah juga.”


“Amiiin, Pak…”


“Jadi, kamu nanti ke sana naik apa nanti? Mau sendiri atau sama Bimo?”


Gue mengernyitkan jidad gue. “Lah kok jadi sama Bimo, Pak? Emang calon saya si Bimo? Hahaha.”


“Ya kan mau survey doang gitu… Mana tau Bimo tertarik ngambil unit di sebelah kamu nanti.”


“WADAAAW! Saya ga mau ngebayangin tinggal deket Bimo di sana, Pak. Hahaha.”


“Terus kamu kesana nanti sama siapa?”


“Firzy dateng kesini, Pak. Nanti pas pulang kantor, kita langsung kesana buat ngecek unitnya.”


“Di sana masih ada beberapa barang saya. Kalau memang ga ngerepotin, dipilah aja yang sekiranya bisa dipake sama kamu. Yang sekiranya ga bisa, dibawa aja ke kantor biar saya bawa pulang nanti.”


“Baik, Pak.”


Kring. Kring. Kring. Telepon di dalam ruangan Pak Edward berdering, gue segera menunjukkan gestur untuk pamit ke luar ruangan. Khawatir itu telepon penting dari Direktur kami. Jadi, baiknya gue ga pamit keluar aja.


Quote:


Gue kembali melanjutkan pekerjaan gue, walaupun jadinya ga begitu fokus sih. Maklum, lagi super excitedmau ngeliat calon rumah GRATISAN gue nanti. Iya, bener-bener gratisan. Kalau urusan pembayaran IPL dan token, ya dimanapun juga gue bakal tetep bayar kebutuhan rumah tiap bulannya bukan?


Kalau gue tinggal di rumah orang tua gue, rumah kontrakan, atau rumah keluarganya Bang Firzy, gue akan tetep bayar listrik, air, iuran RT/RW, dan segala macemnya. Tetapi karena gue di apartemen, yang perlu gue bayar hanya IPL dan pembelian token. Jadi ya hitungannya sama saja.


Gue membuka aplikasi Google Keep gue dimana di sana gue menyimpan semua to-do list, goals, dan segala catatan lainnya. SO MUCH TO DO!Gue masih harus ngurus cuti untuk final persiapan akad nikah, pembelian batik untuk keluarga, akomodasi keluarga Bang Firzy, ngoreksi ulang sembari nyelesein tesis dia, dan persiapan pindahan ke apartemen nanti.


“Bahkan gue belum sempet mikir bakal honeymoonkemana nanti? Buset.” Gue mengusap seluruh muka gue selayaknya sedang berwudhu.


“Lagi tayamum lu? Ini kantor udah kekurangan duit ya sampe ga ada air lagi?” tanya Ifan dari kejauhan sambil menghampiri gue. Bisa-bisanya dia masih mau bercanda ketika kondisi dia jauh dari kata baik-baik saja.


“Fan, lu gimana nanti? Udah ada gambaran?”


“Gue ga ikut lomba ngegambar, Mi. Mau ngegambar apaan gue? Hahaha.”


“FAN!”


Dia duduk di samping gue sambil nutup kedua mata dia. “Gue sekarang ga tau mana yang harus gue percaya. Gue ga mau ekspektasi terlalu tinggi sama manusia. Saat ini gue udah cukup kecewa sama keadaan yang ada, gue ga mau double kecewanya kalau berharap sama manusia yang lain.”


“Kenapa emangnya?” Jujur, gue masih belum paham sama maksud dia. Tapi omongan dia bener, bisa berharap apa kita sama manusia yang lain? Tetap Tuhan yang menentukan masa depan bukan?


“Pak Edward bilang mau bantuin gue cari kerjaan sebelum hari terakhir gue di sini. Tapi ya gue ga mau terlalu berharap. Emang dikira gampang nyari kerja jaman sekarang? Apalagi buat orang yang bukan lulusan sarjana kayak gue ini. Mau punya sebanyak apapun pengalaman gue, pasti tetep susah kalau administrasi pertama kalau ngelamar kerja yang diliat cuman lulusannya doangan, Mi.”


“Fan, jangan putus asa gitu dong. Lu pasti bisa kok dapetin kerja yang ngehargain pengalaman kerja lu.”


“Dimana, Mi? Coba sebut perusahaan mana yang ga ngeliat lulusan dulu? Sekarang aja bahkan mentingin umur. Gue akan selalu kalah sama mereka para lulusan sarjana yang masih muda, daripada gue udah pengalaman tapi bukan sarjana.”


“Fan, please jangan putus asa begitu…” Tanpa gue sadari, gue menggenggam tangan Ifan.


Ifan senyum pasrah ke arah gue. “Kenang gue sebagai pahlawan ya nanti, Mi…” Ifan melepas tangan gue perlahan sembari membuka handphonedia. “Eh iya, semalem gue udah diskusi sama bini gue…” Terkadang gue lupa kalau dia ini suami orang. Hahaha. “Daripada nunggu kabar yang ga jelas dan sambil nunggu info dari lamaran-lamaran yang udah gue tebar, gue mutusin buat ngelamar jadi ojek online, Mi.”


“Oh iya? Bini lu gapapa, Fan?”


“Kenapa harus kenapa-napa? Ojek onlinekan kerjaan yang halal, Mi.”


“Ini bukan halal atau ga nya. Gue pribadi juga gapapa kok punya temen yang ternyata kerjaannya jadi ojek online, apa salahnya? Apalagi kalau niatnya juga demi menghidupi diri sendiri dan keluarganya. Gapapa. Cuman kan terkadang ada yang kurang setuju karena penghasilannya ga tetap. Harus bener-bener lu diskusiin, jangan sampe nanti jadi masalah kedepannya…”


“Dia paham kok, Mi. Ya mau gimana? Dia juga paham posisi gue yang bukan lulusan sarjana ini…” Gue mulai agak annoying dengan bahasan ‘lulusan sarjana’ ini. Hmm. “Daripada gue ga punya kerjaan dan penghasilan, lebih baik gue usaha dulu mana tau dibukain jalan kedepannya sama Alloh… Gue ga jago dagang soalnya, Mi. Kalaupun jago, gue ga punya modal buat mulai usaha dagang. Jadi ya, sejauh ini ya ini adalah keputusan terbaik.”


“Mi!” Suara Bimo menggelegar seantero kantor. Gue dan Ifan otomatis kaget lah. Berasa lagi kegep mesum anjir!


“APAAN?”


Bimo menghampiri kami sambil ngos-ngosan. “Lakik lu di luar noh!”


“Terus?”


“Gue mau nyapa!”


“Terus?”


“Tapi gue maunya bareng lu!”


Gue ngelirik jam dinding yang ada di ruangan kami. “Masih 1 jam lagi sampai jam pulang kantor. Ngapain gue keluar sekarang? Yang ada, entar gue diomongin sama orang kantor lagi kalau gue kerjaannya pacaran doang. Males banget!” gumam gue dalam hati.


“Buruan keluar hayuk!”


“GA MAU!”


“EMI IH!” Bimo berusaha narik tangan gue, maksa gue untuk ikut dia nyapa Bang Firzy. Sumpah, ini hal yang ga penting banget.


“APAAN SIH LU, BIM! BICIK! BACOT! GUE GA MAUUU!”


“Heh! Apaan sih ini bocah kecil berdua tarik-tarikan begitu?” Pak Edward keluar dari ruangannya.


Bimo mendadak ngelepas tarikan tangannya dan berdiri tegap. Otomatis gue langsung jatuh ke lantai dalam sekejap. Sial! “Emi nih, Pak. Masa ada calon suaminya eh ga mau ditemuin.”


“Ya dia yang ga mau, kenapa kamu paksa, Bim? Jangan-jangan kamu…” Pak Edward senyum ala om-om ke arah Bimo.


“Enak aja, Pak! Sori ya, level saya kokoh-kokoh tajir!”


Kami pun tertawa bersama karena celetukan Bimo itu.

hakkekkyu
regmekujo
clon3aj4
clon3aj4 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup