Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pagi itu masih menunjukkan pukul enam pagi.
Aku dan adikku sedang ‘nyeko-in’Papa bersama-sama.
Sedang Papa sepertinya sedang berdzikir sembari memejamkan matanya.
“Assalamu’alaikum..”, terdengar suara wanita memberikan salam dari arah pintu masuk. Sepertinya perawat yang melakukan visite pagi-pagi.
Aku dan Adekku kompak menjawab, “Wa’alaikumussalaam..”, sembari menoleh ke sumber suara.
Namun ternyata, tidak ada siapa-siapa disana.
Aku mencoba mengeceknya.
Membuka pintu kamar dan melihat ke sekeliling.
Dan benar, kosong.
Ga ada siapa-siapa.
“Siapa Nyes?”, tanya adekku.
“Ga ada siapa-siapa Buk..”, jawabku.
“Loh, tadi jelas banget loh suara salamnya.”
Lalu Papa yang sepertinya tau kami kebingungan, hanya tersenyum dengan matanya yang masih terpejam.
—
Karena Papa hari ini berencana pulang ke rumah, adekku pun mengambil cuti sehari untuk menemaniku dan juga Papa di rumah sakit.
Dan sejak pagi itu, Papa suka nanya, sekarang uda jam berapa? Sepertinya, Papa sudah merindukan rumah.
Sekitar jam 15.00, aku ditemani Aa untuk ke kasir rumah sakit.
Disana, ada sedikit kendala.
Ternyata biaya rumah sakit selama enam hari ini, biayanya melebihi jumlah uang yang ada di tabunganku.
“Anes, boleh Aa aja yang bayarin rumah sakit Papa?”, tawar Aa.
“Beneran?”, aku yang punya gengsi terlalu tinggi, mulai terpengaruh untuk menyetujui tawaran Aa yang kedua.
Saat itu, untuk pertama kalinya, aku terbuka mengenai jumlah pengeluaranku juga jumlah pendapatanku ke Aa. Kenapa? Karena Aa memintaku untuk memastikan kembali, jangan sampe setiba aku di Jakarta, aku ga punya pegangan sama sekali untuk makan, biaya bayar kosan, dan biaya selama ngeRON.
Tapi, karena akunya lagi ga bisa berpikir jernih, akhirnya aku mengajaknya berdiskusi perkara keuanganku.
🥹
Setelah biaya administrasi sudah diselesaikan, Papa akhirnya bisa dipulangkan.
Papa terlihat begitu bahagia bisa pulang ke rumah. Meski sebenarnya, keadaan Papa belum ada perubahan.
Papa masih belum bisa duduk sendiri, apalagi berjalan.
Tapi setidaknya, Papa sudah menjadi Papa yang aku kenal. Tidak seperti anak kecil lagi.
Di rumah, aku tidur menemani Papa di kamar depan.
Pagi itu, masih dengan mukenahku, aku ketiduran di samping Papa.
“Nduk.. bangun..”, ujar Papa perlahan.
Aku kaget!
“Papa?”, refleksku.
Papa udah bisa duduk sendiri!
“Kamu kog masih ada disini?”, tanyanya kemudian.
“Iya, Papa kan lagi sakit. Aku pengen ngerawat Papa..”
“Alhamdulillah Papa udah baikan. Lihat, Papa udah bisa duduk kan? Tanpa dibantuin siapa-siapa?”, kata Papa sumringah.
“Hm iya ya? Alhamdulillah…”
“Nduk, kamu balik ya ke Jakarta. Kamu itu ga boleh ninggalin kewajiban kamu di perusahaan. Ini uda hampir seminggu loh kamu ga kerja.”, Papa benar-benar sudah kembali. Cara bicara dan bahasanya, sudah seperti Papa yang aku kenal.
“Tapi gapapa kog Pa, perusahaan ngizinin aku.”, ujarku berbohong.
Pada kenyataannya, aku sudah disuruh cepat-cepat kembali ke Jakarta karena ga ada orang katanya. Entahlah, mungkin deputy yang nyuruh aku cepet balik ini menganggap FA yang lain itu monyet kali, bisa-bisanya dia bilang ga ada orang! (Maaf aku masih emosi kalau inget kejadian ini)
“Nduk, Alhamdulillah Papa udah sehat. Papa udah ga kenapa-kenapa. Besok, kamu balik aja ke Jakarta ya? Papa ga mau kamu jadi bahan bullyan karena udah lama bolos kerja.”
“Ga ada yang ngebully, Pa..”, potongku.
“Nurut ya sama Papa?”, ujar Papa kemudian. Membuatku tidak bisa membantah.
Karena itu, aku segera memesan tiket pesawat dari Surabaya ke Jakarta bersama Aa.
Dan seharian itu, Papa memang terlihat sehat dan baik-baik saja di depanku. Seolah Papa terus berusaha membuktikan kalau Papa sudah bisa aku tinggal.
Alhamdulillah, aku bersyukur akan itu. Meski dalam hati, aku masih sangat mengkhawatirkannya.
“Nduk.. dimanapun kita berada, pasti akan ada orang yang menyayangi dan menyukai kita, tapi, juga pasti akan ada orang yang tidak menyukai kita. Jadi, semisal nanti ada orang yang tidak suka sama kamu, jangan nyalahin diri kamu ya? Selama kamu tetap baik sama siapapun, orang yang ga suka sama kamu itulah yang salah, bukan kamu.”, tiba-tiba Papa menasehatiku selepas ia shalat isya’.
“Papa seneng deh, pada kenyataannya, ada banyak orang yang sayang sama kamu. Ada Aa, Papa Mama Aa, lalu Tiyas, Titin, terus siapa lagi ya namanya Papa lupa. Hehehe…”
“Papa ga sayang sama aku?”, tanyaku.
“Sayang..”
“Kog Papa ga nyebutin nama Papa ke dalam orang yang sayang sama aku?”, tanyaku lagi.
Papa hanya tersenyum sembari menatapku.
“Jadi, kalau nanti ada yang jahatin kamu, jangan fokus sama mereka yang jahat, tapi fokuslah sama orang-orang yang sayang sama kamu. Jadi kamunya ga akan pernah merasa sendirian. Lebih bagus lagi kalau kamu mendekatkan diri ke Allah, karena Allah ga akan pernah biarin kamu kesepian.”
Aku hanya bisa diam. Meresapi setiap kata demi kata dari Papa.
“Nduk.. makasih ya.. sudah berjuang menghidupi Papa selama ini. Bahkan sudah bayarin biaya rumah sakit Papa. Maaf Papa ngerepotin kamu..”
“Paa, Papa ga pernah ngerepotin Anes. Jangan pernah merasa begitu ya? Asal Papa tau, apa yang Anes lakuin untuk Papa, ga sebanding dengan perjuangan Papa selama ini untuk Anes bisa seperti sekarang.”, aku mulai meneteskan air mataku. Sedang Papa hanya bisa tersenyum.
“Nduuk.. maafin Papa ya nanti ga bisa ngasih kamu warisan. Papa hanya bisa nyekolahin kamu, ngedidik kamu, berharap ilmu yang kamu dapetin itu, bermanfaat untuk kamu juga orang lain. Dan dari ilmu yang kamu dapat itu, kamu bisa meraih cita-cita kamu. Dan hidup lebih bahagia dibandingkan hidup bersama Papa yang penuh dengan duka.”
“Aku bahagia punya Papa seperti Papa. Aku bersyukur punya Papa seperti Papa. Dan aku ga pernah merasa hidup dengan Papa itu penuh dengan duka, kog.”
“Alhamdulillah.. Papa juga bersyukur punya anak seperti Anes..”
Aku segera memeluk Papa dengan erat.
“Maafin Anes ya Pa, kadang Anes suka marah sama Papa. Kadang ga sengaja ngebentak Papa juga.”
“Iya, udah Papa maafin kog. Papa juga minta maaf yaa kalau Papa banyak salah selama ini.”, Papa menepuk-nepuk pundakku perlahan.
“Yaudah, Papa mau tidur dulu ya? Papa ngantuk.”, lanjutnya kemudian.
Aku pun perlahan membaringkan Papa di kasur. Memakaikan Papa selimut. Memastikan tabung oksigen disamping Papa berfungsi dengan baik.
Keesokan harinya, setelah aku ‘menyeko’ Papa, menyuapi Papa, dan memberikan Papa obat, dengan berat hati aku pamit untuk kembali merantau ke Jakarta.
Aku memeluk Papa erat. Mencium pipi kanan kirinya. Mencium tangannya. Dan berbisik “Anes sayang Papa” di telinganya.
Papa membalasnya dengan senyum.
“Semoga Papa lekas sembuh ya! Insya Allah nanti Anes kesini lagi kalau Papa sembuh!”, ujarku lagi.
Papa lagi-lagi hanya tersenyum.
Biasanya, Papa akan mengantarku sampai depan gerbang. Tapi hari itu, Papa belum bisa melakukan kebiasaan itu. Aku memakluminya, meski rasanya ada yang kurang. 🥹
// Anes 21.03 : Assalamu’alaikum Bu, saya sudah tiba di Jakarta ya. //
Aku segera mengirim pesan kepada Bu Chief.
Tak lama kemudian, jadwal untuk lusa pun published. :”(
‘Alhamdulillah dikasih jeda sehari untuk istirahat’, bathinku.
——
Tanggal 12, Senin..
Hari ini adalah hari kelahiranku.
Aa mengajakku untuk makan malam—karena ia tau seharian ini aku belum makan—dengan kedok untuk merayakan ulang tahunku.
Karena keadaan Papa mulai membaik, aku pun menerima ajakan Aa.
Tapi ya gitu, selama aku bersama Aa, aku masih murung dan tetap tidak mau makan.
Sekitar jam 20.00 lewat beberapa menit, Bukpen menelponku.
“Halo..”
……….
“Nyeees.. Papa Nyess…”
………..
“Papa kenapa Buk?”
…………
“Papa meninggal..”
Aku yang saat itu sedang berjalan menuju basement bersama Aa, seketika terduduk jatuh.
“Jangan ngaco kamu Buk!”
………..
“Beneran, Nyes. Barusan dokter yang mastiin langsung…”, adekku terisak. Begitu pun aku.
😭😭😭
Saat itulah, aku merasa sangat menyesal.
Kenapa aku memilih untuk balik ke Jakarta?
😭😭😭
Daddy, are you out there?
Daddy, won't you come and play?
Daddy, do you not care?
Is there nothing that you want to say?
I know
You're hurting, too
But I need you, I do
Daddy, if you're out there
Daddy, all I wanna say
You're so far away
Oh, you're so far away
That's okay
That's okay
I'm okay
Daddy, are you out there?
Daddy, why'd you run away?
Daddy, are you okay?
Look Dad, we got the same hair
And Daddy, it's my birthday
And all I want to say
Is you're so far away
Oh, you're so far away
That's okay
That's okay
That's okay
You're so far away
Won't you come and won't you stay?
Please, stay
Oh, please, stay
Won't you come and won't you stay?
One day
Just one day