getih.sangitAvatar border
TS
getih.sangit
Anak-Anak Tumbal


Quote:

SINOPSIS CERITA

Quote:

INDEX









emoticon-Cendol Gan HAPPY READING!!emoticon-Cendol Gan


Diubah oleh getih.sangit 28-11-2023 12:25
69banditos
rbrataatmadja
itkgid
itkgid dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.9K
34
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
getih.sangitAvatar border
TS
getih.sangit
#22
PART 4 - MALAM PERJANJIAN (part 1)
Satu tahun berlalu semenjak kejadian aku dan Putri melihat semua keanehan di rumah Intan. Teriakan lirih Kak Fani, ritual dan mantra yang dilakukan oleh Nek Eva, hingga makhluk-makhluk dengan wujud mengerikan yang ada di rumah itu, semua benar-benar mimpi buruk yang tidak pernah bisa kulupakan.

Aku tahu, apa yang terjadi di rumah Nek Eva saat itu tidak berhenti begitu saja. Pasti terjadi sesuatu setelahnya. Tak jarang aku mencoba untuk menceritakan apa yang terjadi denganku dan Putri di rumah Nek Eva dulu. Tapi setiap aku baru saja berniat, tiba-tiba bau bangkai yang menyengat langsung menusuk penciumanku. Saat itu juga aku teringat akan kengerian setan-setan di sana dan mengurungkan niatku untuk bercerita.

Seolah mereka masih mengawasiku walau sudah bertahun-tahun sejak kejadian itu.

Tapi, keadaan Putri lebih parah. Kondisi mentalnya benar-benar terpengaruh hingga sekarang. Putri jadi jarang sekali keluar rumah, aku dan teman-teman yang lain pernah mendapat kabar kalau putri pernah beberapa kali kerasukan di sekolahnya. Walau begitu aku belum pernah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana keadan Putri saat kerasukan.

Saat aku duduk di bangku SMP, Rumah Nek Eva semakin terlihat misterius. Kak Fani tidak pernah keluar rumah, menurut yang aku tahu dari orang-orang sekitar, Kak Fani Sakit. Intan dan Gita dijemput untuk ikut kedua orang tuanya. Saat itu hanya tersisa Nek Eva dan yang merawat Kak Fani yang hanya terbaring di kamar.

Di tempatku dulu, setiap rumah selalu ada ambalan kecil yang digantung di pagar atau dinding teras rumah untuk meletakkan gelas kayu berbentuk kotak. Gelas kayu itu biasanya diisi beras yang biasanya akan diambil oleh orang-orang yang membutuhkan (pengemis). Menurutku ini salah satu cara memberi yang baik dibanding memberikan uang begitu saja. Sayangnya cara sedekah seperti ini sudah tidak pernah terlihat lagi.

Nah, suatu ketika saat aku sedang bermain di teras ada seorang pengemis yang hendak mengambil gelas berisi beras itu di rumah Nek Eva. Awalnya aku hanya mengacuhkan saja dan terus bermain. Tapi semakin lama aku merasa semakin aneh dengan gelagat pengemis itu.

“Dek, nyium bau sangit nggak?” Tanya pengemis itu yang tiba-tiba menuju ke arahku.

“Nggak, Pak..” balasku singkat.

“Baunya sangit kayak daging gosong gitu..”

Aku tetap menggeleng karena memang tidak merasakan adanya bau yang dimaksud oleh pemulung itu. Tapi pengemis itu masih tidak percaya. Ia pun mengikuti bau yang hanya tercium olehnya itu dan menuntunnya ke arah kisi-kisi jendela rumah Nek Eva tempatnya mengambil beras tadi. aku memperhatikan pengemis itu berusaha mengintip ke dalam. Namun baru beberapa saat ia mengintip, tiba-tiba ia mundur dengan wajah pucat.

“Ma–mayat! ada mayat!!” Pengemis itu berteriak dengan tiba-tiba.

Aku pun merasa panik mendengarnya. Dengan segera aku bergegas berlari ke dalam rumah dan memanggil ibu yang masih memasak.

“Bu! Katanya ada mayat bu!” Teriakku memanggil ibu.

“Mayat? Yang bener kamu?” Ibu tidak percaya.

Aku pun menceritakan tentang pengemis yang mencium bau bangkai dan mengintip ke rumah Nek Eva. Ia mengaku melihat mayat di sana.

Ibu pun bergegas keluar dan mendapati sudah ada warga yang mendatangi pengemis itu.

“Pak, jangan ngelantur!”

“Beneran pak! Coba intip aja dari jendela situ kalau nggak percaya!”

“Jadi bapak ngintip rumah Nek Eva? Itu ngawur, Pak!”

“Tadi saya nyium bau bangkai! makanya saya nyari tahu takut terjadi sesuatu sama keluarga itu. Dan bener, Pak! Ada mayat di sana!”

Pengemis itu akhirnya berhasil meyakinkan warga untuk mencari tahu ke rumah Nek Eva. Mereka pun  memasuki teras rumah itu. Satu orang mencoba mengetuk pintu, dan satu orang mencoba mengintip dari kisi-kisi jendela tempat pengemis itu mengintip. namun baru saja mereka mendekat, tiba-tiba pintu rumah Nek Eva terbuka.

“Ada apa sih rame-rame gini?”

Tiba-tiba Nek Eva membuka pintu rumahnya dengan wajah bingung..

“Eh, Nek? Maaf Nek..” salah seorang warga desa yang mengetuk pintu itu sedikit ragu untuk berbicara. Ia menoleh ke arah pengemis itu, dan pengemis itu mengangguk seolah mengisyaratkan bahwa ia yakin dengan apa yang ia lihat.

“Maaf, tadi bapak itu mengaku melihat kalau ada mayat di rumah Nek Eva..” ucapnya.

Nek Eva mengernyitkan dahi dan sedikit melirik ke pengemis itu. “Mayat?”

“I–iya Nek…”

Nek Eva membuka pintunya lebar-lebar dan memperlihatkan apa yang ada di dalam rumahnya. “Mana mungkin ada mayat di rumah saya? Siapa yang meninggal? kalau ada satu RT juga pasti langsung tahu kan?”

“Mayatnya seperti apa, Pak?” Tanya Pak RT.

“Perempuan.. sudah remaja…”

Mendengar ucapan itu warga langsung menebak memikirkan Kak Fani. Tapi tak berapa lama setelah ucapan itu tiba-tiba Kak Fani, Kak Gita kakak Intan, dan Intan keluar dari dalam. Mereka memang terlihat pucat, tapi mereka bukan mayat seperti yang dikatakan pengemis itu.

“Nggak ada mayat, Pak.. Bapak berhalusinasi, ,” ucap Pak RT yang sudah memastikan semuanya.

“Pengemis itu pun bingung, namun ia tidak bisa menyangkal fakta yang ia juga lihat sendiri..”

Aku lega tidak ada yang meninggal di rumah Nek Eva. Namun sebelum mereka bubar, aku memperhatikan Kak Fani. Raut wajahnya aneh seolah menahan amarah, ia menatap ke arah bapak pengemis itu tanpa henti dengan tatapan yang begitu tajam.

“Emang bener Kak Fani sakit jiwa?” Tanya Tono padaku saat sedang asik bermain di dekat sungai.

“Nggak tahu,”  aku membalas singkat sembari mengangkat kedua bahuku. Jelas aku tidak mau membahas tentang Nek Eva atau Kak Fani.

“Jangan asal ngomong, masak Kak Fani dibilang gila!”

“Emang iya! Ada yang pernah pintu liat rumah Nek Eva lagi terbuka terus Kak Fani lagi ketawa-tawa sambil mainin sebelah sisi rambutnya kayak orang gila,”

Sepertinya tanpa aku cerita pun secara perlahan anak-anak maupun warga sekitar mulai mengetahui tentang keanehan di rumah itu. Atau jangan-jangan, sebenarnya mereka sudah tahu dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa?

Puncak dari keanehan rumah Nek Eva terjadi tak lama setelahnya. Semua dimulai dari satu hal yang tidak masuk akal. Tepat setelah matahari terbenam, tercium bau bangkai yang menyengat sepanjang jalan di kompleks rumah kami. Anehnya, setiap pagi tiba bau bangkai itu menghilang. Hal itu terjadi berulang-ulang tanpa ada yang tahu penyebabnya.

Sudah diadakan kerja bakti untuk membersihkan selokan dan taman, namun tidak ditemukan adanya bangkai yang baunya begitu menyengat. Tapi tetap saja, pada akhirnya saat matahari terbenam bau bangkai itu tercium lagi. Bahkan saking lamanya bau itu tercium dari gang rumah kami, warga RW sebelah memberi sebutan gang rumah kami dengan sebutan gang amis.

Keanehan itu bertambah lagi ketika ada kerabat salah satu warga yang datang dari kampung untuk berkunjung. Mereka turun dari angkutan umum dan berjalan ke arah rumah. Sudah pasti mereka mencium bau yang tidak enak itu, tapi anehnya ada salah satu anak mereka yang benar-benar ketakutan. Ia sama sekali tidak ingin masuk ke gang rumahku.

Ia benar-benar pucat dan menangis sejadi-jadinya menolak untuk masuk ke dalam gang. Entah apa yang ia lihat, gerak-geriknya menandakan bahwa apapun akan ia lakukan agar tidak masuk ke gang ini. Akhirnya anak itu menangis sampai ketiduran, barulah ia bisa dibawa ke dalam rumah saudaranya itu. Tapi itupun selama menginap di sana, ia tidak pernah mau keluar rumah. Wajahnya selalu menunjukan ekspresi ketakutan. Tapi setiap ditanya penyebabnya, ia tidak pernah mau menjawab.

Mungkin hampir dua minggu bau menyengat itu menyelimuti kompleks rumahku, barulah setelahnya sebuah tragedi terjadi. Dan sialnya, aku terlibat didalamnya.

Saat itu aku pulang lewat waktu maghrib. Sepulang sekolah tadi aku dan teman-teman menghabiskan waktu dengan bertanding sepak bola dengan anak-anak kampung sebelah. Saat itu hari sudah malam, purnama sedang bersinar terang-terangnya. Sesekali suara burung gagak terdengar beradu dengan suara mesin motor yang mulai jarang melintas.

“Fajar… tolong, Fajar…”

Suara itu terdengar saat aku hendak masuk ke dalam rumah. Aku merinding seketika mendengar suara itu.

“Fajar… tolong….”

Itu suara perempuan yang kukenal. Itu suara Intan..

Aku menoleh ke belakang dan melihat pintu rumah Nek Eva terbuka. Melihat hal itu seketika rasa takutku akan kejadian masa lalu muncul kembali. Aku ingin segera masuk ke rumah dan memberi tahu tentang hal ini, tapi aku tertahan dengan keberadaan seseorang yang berjalan ke rumah Nek Eva.

Putri…

Ia berjalan dengan tatapan kosong dan wajah yang pucat menuju rumah terkutuk itu.

“Put, kamu ngapain Put?” Tanyaku. Tapi ia tidak menjawab.

“Put, jangan bikin aku takut put! Kamu mau kemana?”

Aku mencoba menghampiri putri, tapi ia tidak mempedulikanku dan terus berjalan masuk ke dalam rumah Nek Eva. Ada apa ini? Seharusnya sekarang belum terlalu malam, mengapa suasana di sini sesepi ini?

Aku pun memutuskan untuk mengejar putri dan menghalanginya masuk ke dalam rumah Nek Eva. “Jangan, Put! Kamu lupa kejadian dulu?”

Kali ini putri menatapku dengan wajahnya yang lemah. “Intan manggil..”

Aku menelan ludah, rupanya suara itu bukan halusinasiku saja. Aku yang penasaran berpikir untuk mengintip ke dalam rumah itu sebentar sebelum memberi tahu orang tuaku.

“Fajar! Tolong!!!” Kali itu suara itu terdengar berteriak dengan jelas.

Aku melihat dari luar, Nek Eva sedang membaringkan Intan di meja dan mengangkat sebuah pisau seolah siap memenggal kepala Intan.

“Nek! Jangan!!!” Teriakku yang segera berlari masuk ke dalam rumah.

Brakkk!!!

Pintu rumah tertutup seketika, dan anehnya penglihatanku akan kejadian Intan yang ingin dipenggal oleh Nek Eva menghilang. Tidak ada siapapun di ruangan ini. Lalu apa yang tadi kulihat?

“Fajar, Putri.. Tolong…” suara itu terdengar lagi.

<bersambung>

Diubah oleh getih.sangit 28-11-2023 12:21
riri49
itkgid
winehsuka
winehsuka dan 3 lainnya memberi reputasi
4