getih.sangitAvatar border
TS
getih.sangit
Anak-Anak Tumbal


Quote:

SINOPSIS CERITA

Quote:

INDEX









emoticon-Cendol Gan HAPPY READING!!emoticon-Cendol Gan


Diubah oleh getih.sangit 28-11-2023 12:25
69banditos
rbrataatmadja
itkgid
itkgid dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.9K
34
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
getih.sangitAvatar border
TS
getih.sangit
#21
PART 3 – MALAM DI RUMAH TERKUTUK (part 2)
Ia juga membuka lemari-lemari sampai akhirnya ia menuju ke lemari perkakas tempat kami bersembunyi.


“Put! Pura-pura tidur! Cepetan!” Bisikku pada putri.

Beruntung Putri segera menurut dan langsung mengambil posisi tertidur dan menutup wajah kami berdua dengan kain lap yang ada di dalam lemari.

Krieeek!!!

Pintu lemari perkakas terbuka, aku dan Putri pura-pura tersadar dan membuka mata kami. Ketika itu kami tersentak saat melihat wajah Nek Eva. Wajahnya terlihat begitu kesal, Ia pun seolah tidak berniat menyuruh kami keluar.

“Apa yang kalian lihat??” tanya Nek Eva.

Aku dan Putri tidak berani menjawab.

“APA YANG KALIAN LIHAT?!” Kali ini nadanya meninggi.

Aku memutuskan memanfaatkan wajah polos putri dan pura-pura bertingkah bodoh.

“Ngeliat apa, Nek? Tadi kita main petak umpet terus ketiduran..” Jawabku.

Nek Eva percaya? Aku yakin tidak. Tapi sepertinya jawabanku barusan memang juga jawaban yang diharapkan oleh Nek Eva. Ia pun menyuruh kami untuk keluar dari lemari perkakas dan cepat-cepat ke pintu keluar. Ingin sekali rasanya aku menoleh ke arah kamar Kak Fani, namun aku tidak tahu apa yang kan terjadi setelahnya jika aku melakukan itu.

“Ya ampun, Fajar.. Putri…” ucap ibu menyambutku.

“Ssstt.. nanti saja…” Potong Pak Sigit.

Saat itu tidak banyak perbincangan yang terjadi antara Nek Eva dan Pak Sigit. Kami diminta segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke rumah. Aku dan ibu kembali ke rumah sementara Pak Sigit mengantar Putri ke rumahnya untuk memastikan orang tuanya tidak lagi khawatir.

Aku bernafas lega saat mendapati aku telah kembali ke rumah tempatku merasa aman. Anehnya, ibu tidak banyak menanyaiku. Ia tahu aku sedang bermain petak umpet dan bersembunyi di rumah Nek Eva, tapi mengapa ia tidak bertanya mengapa aku bisa berada di tempat itu sampai lewat tengah malam.

Bapak dan ibu terlihat benar-benar lega saat itu. Ia memberikanku segelas air putih dari botol plastik. Aneh, biasanya bila mengambilkanku minum ia akan memberikanku air dari teko di dapur. Aku menduga air itu bukanlah air biasa. Aku juga menduga apa jangan-jangan ibu mengetahui tentang apa yang terjadi padaku dan Putri? Ia tidak bertanya apapun, dan malam itu juga ibu menemaniku tidur di kamar.

Sebelum aku tidur, aku hendak menutup gorden jendela kamarku. Tapi aneh, perasaan itu kembali lagi. Bau sangit yang aku cium di rumah Nek Eva kali ini tercium juga di tempat ini. Seketika aku merinding, tapi saat melihat keberadaan ibu aku pun melawan rasa takutku.

Tapi akhirnya, ketakutanku pun terjawab juga…

Dari balik jendela, perempuan yang kulihat di cermin itu terlihat menatapku. Dia adalah perempuan yang setengah wajahnya gosong dengan kulit kepala yang penuh dengan makhluk seperti belatung berwarna hitam. Wajahnya mengerikan, tapi ia hanya berdiri di luar dan hanya menatapku dengan ancaman.

Aku bingung ingin menceritakan apa yang kulihat pada ibu atau tidak, tapi saat aku tersadar ibu tidak menanyakan apapun padaku mungkin aku juga harus menutup mulut sampai waktu yang tepat untuk bercerita.


“Jar, katanya kemarin Putri kesurupan..” ucap Tono tiba-tiba saat aku baru pulang sekolah keesokan harinya.

Mendengar ucapan itu aku segera menarik Tono ke kampung seberang kali dan menanyakan tentang kejadian itu lebih jauh.

“Kesurupan gimana maksud kamu?” Tanyaku.

 “Iya, Jar. Pagi-pagi Putri nggak bangun-bangun, badannya panas. Pas ibunya ngambilin obat dan kompres, tiba-tiba dia ngeliat Putri berdiri di pojok kamarnya sambi nyakar-nyakarin dinding..” Jelas Tono.

Tono bercerita saat itu Ibu Putri benar-benar heboh sampai ia meminta tolong ke tetangga-tetangga sekitar. Pada Akhirnya Pak Sigit turun tangan. Dialah yang merawat Putri sampai akhirnya setan itu keluar dan Putri tersadar.

“Tiga jam lebih, Jar. Tiga jam si putri kesurupan. Tenaganya udah kayak orang gede..” cerita Tono.

Aku khawatir dengan keadaan putri, tapi sebenarnya aku lebih penasaran dengan keadaan dan keberadaan Intan. Saat itu juga aku baru tahu bahwa Saat aku masuk ke dalam rumah, Intan menghampiri tono beberapa saat setelahnya. Ia mengabarkan bahwa aku dan Putri sudah selesai bermain hingga Tono kembali ke rumahnya.

Aku sempat mengira bahwa Tono yang memberi tahu keadaanku pada ibu, tapi ternyata itu tidak sepenuhnya benar. Pak Sigit lah yang lebih dulu menyadari sesuatu. Ia merasakan ada sesuatu yang janggal di pikiranya. Ia mendatangi rumahku dan menanyakan keberadaanku, katanya saat itu bapak dan ibu seperti orang bingung dan tidak menyadari bahwa aku tidak pulang ke rumah. Hal serupa terjadi pada orang tua putri.

Baru setelah itu mereka mencari informasi dari Tono tentang kapan terakhir ia bertemu denganku dan Putri. Tono meyakinkan bahwa aku dan Putri berada di rumah Nek Eva, Pak Sigit pun  seolah sudah menebak akan hal itu. Ia pun memberi arahan pada kedua orang tua kami sebelum menjemputku dan Putri.

“Memangnya ada apa sih di rumah Intan?” Tanya Tono.

Mengetahui Tono sudah tahu sejauh ini, aku berpikiran untuk menceritakan tentang apa yang kulihat bersama Putri di rumah Nek Eva. Tapi aneh… benar benar aneh…

Belum sempat aku mengatakan sepatah katapun tentang rumah Nek Eva, tiba-tiba bau bangkai kembali tercium. Sontak aku merasa merinding dan ketakutan. Bau itu seperti sudah menjadi trauma yang mendalam untukku. Seolah-olah ada sosok dari rumah itu yang kini ada di dekatku.

“Nggak, ngga ada apa-apa. Cuma rumah tua aja,” ucapku singkat.

Aku benar-benar terbungkam. Rasa takutku menahanku untuk mengatakan apa yang terjadi di rumah Intan malam itu.

Setelah kejadian itu, Intan tidak pernah lagi terlihat keluar rumah. Ia jarang muncul bermain dengan kami lagi. begitu juga dengan Gita, kakak Intan.

Semenjak saat itu juga kami tidak pernah bermain dekat dengan rumah Intan. Apapun alasannya, aku tetap menggiring teman-teman untuk bermain di tempat lain. Tapi walau begitu, setiap pulang menjelang maghrib aku pasti selalu berhadapan dengan rumah itu.

Dan suatu saat saat aku pulang saat langit mulai memerah, aku melihatnya lagi. Gorden jendela rumah Intan tidak tertutup. Ada cahaya lilin yang menyala dari rumah itu. dan mereka ada di sana. Kali ini Gita dan Intan hanya menatapku dari balik jendela kaca dengan wajah yang pucat, sama seperti Kak Fani lakukan beberapa tahun yang lalu.

Firasatku benar-benar tidak enak, apakah hal yang terjadi pada Kak Fani juga kan terjadi pada mereka?

<bersambung>
Diubah oleh getih.sangit 26-11-2023 17:17
suryaassyauqie3
riri49
itkgid
itkgid dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Tutup