- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Cerita Tentang Mereka
TS
netrakala
Cerita Tentang Mereka
Quote:
Awal Melihat Mereka
-Part 1-
“Bim, besok kamu mau kan tinggal sementara dirumah budhe?” ucap Sekar yang tidak lain adalah ibunya sendiri. “Kenapa memangnya Bu?” tanya Bima. “Besok seminggu kedepan, Ibu sama Bapak ada keperluan diluar kota, jadi kamu sementara seminggu ini tidur di rumah Budhe ya? Tidak apa-apa kan?” ucapnya sambil membelai rambut anak laki-lakinya.
Terbiasa dengan ditinggal kedua orang tuanya untuk bekerja, Bima tidak mempermasalahkan itu semua. Hanya anggukan yang dilakukannya sebagai tanda kalau dia setuju dengan apa yang diminta oleh wanita yang disebutnya sebagai Ibu.
*****
“Assalamualaikum” ucap Sekar saat sudah tiba dirumah kakaknya Yanti. “waalaikumsalam, sini masuk” ucap budhe mempersilahkan kami masuk kedalam rumahnya. “ini mbak, aku mau minta tolong seminggu ini, biar Bima tinggal disini ya, kasihan kalau dia dirumah sendirian” ucap Sekar yang langsung to the poin dengan maksud kedatangannya.
“Kamu ini, ya tidak masalah Bima mau tinggal disini selamanya, tapi kamu itu juga mesti bisa bagi waktu buat anakmu, bukan cuma kerjaan yang dipikirkan” tegur Yanti kepada adiknya tersebut.
Sedangkan Bima saat itu sudah disibukan dengan buku-bukunya. Memang Bima suka sekali dengan yang namanya membaca. Bahkan dia sudah meminta untuk dibuatkan ruang pribadi untuk koleksi buku-bukunya.
“Bim, nanti kamu pakai kamarnya Mbak Santi ya, kan sekarang dia sudah sama suaminya jadi kamar itu kosong” ucap Budhe disela-sela obrolan mereka. “Iya Budhe” hanya itu yang diucapkan Bima sembari masuk ke dalam kamar yang Budhe Yanti bilang. Sudah terbiasa dengan semua ini, tidak ada rasa canggung yang muncul dari diri Bima.
“Kamarnya belum dibersihkan ya Budhe?” Kata Bima yang menjulurkan kepalanya menghadap ruang kearah dimana Ibu dan kakaknya sedang berbincang. “belum Bim, sebentar nanti Budhe bersihkan” ucapnya sambil lalu. “Biar Bima aja yang bersihin Budhe” katanya sambil keluar untuk mengambil perlengkapan untuk membersihkan kamar tersebut. Sedang Budhe dan Ibu hanya mengiyakan apa yang ingin Bima lakukan.
Sudah beberapa waktu Bima membersihkan kamar tersebut, masih terdengar obrolan diantara kedua wanita kakak beradik itu. “Bim, Ibu pulang dulu yaa jangan bandel kamu disini” ucap Sekar berpamitan dengan anaknya. “Bima sudah besar Bu, tau apa yang harus dilakukan” ucapnya sembari menerima uluran tangan Sekar.
Saat ini memang Bima sudah menjadi siswa SMA walau baru kelas 1 tetapi dengan sifatnya yang pendiam membuat dia terlihat lebih dewasa. Mungkin karena keterbiasaannya mandiri membuat dia tumbuh menjadi pribadi yang jauh lebih tangguh dari penampilannya.
Malam sudah beranjak, bulan sudah menampilkan cahayanya yang sendu. Bima memang hobi duduk sendiri melamun merasakan kesunyian. Baginya sungguh kenikmatan yang tidak bisa ia dapatkan dari hal lainnya.
“Kamu ngerokok Bim” sapa Pakdhe Wawan yang sudah duduk di sebelah Bima. “iya Pakdhe, cuma Ayah sama Ibu tidak tau kalau Bima merokok” ucap Bima memberikan senyum simpul. “kamu ini Bim, masih kecil kok sudah merokok” tegurnya.
“Kamu kesepian ya Bim, kalau kamu memang mau tinggal disini terus, Pakdhe juga tidak masalah, sekalian malah bisa jadi temennya Pakdhe” ujar Pakdhe Wawan yang ikut menyalakan sebatang rokok.
Memang Pakdhe dan Budhe belum diberikan kesempatan untuk memiliki anak laki-laki, ke 3 anaknya semua perempuan. Mungkin Pakdhe merasa butuh teman sesama laki-laki untuk saling bercerita nantinya.
“Sudah biasa Pakdhe, Ayah dan Ibu sibuk dengan kegiatan mereka. Ya Bima sudah tidak mempermasalahkan itu semua” ujar Bima yang masih suka memandangi bulan yang ada diatasnya. Mendengar itu semua Pakdhe hanya tersenyum dan beranjak kembali masuk kedalam rumah.
Semilir angin malam terasa lembut menerpa tubuh Bima, malam makin larut ia masih saja betah dengan posisinya dari tadi. Entah malam ini terasa begitu aneh, seolah dia sedang menantikan sesuatu, sesuatu yang memang sudah lama ingin bertemu dengannya. Menyadari bahwa sudah terlalu lama dia duduk disini, Bima beranjak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badan sebelum tidur.
Kreeeekkkk….. terdengar suara pintu yang dibuka tepat didepan Bima. Heran karena dia sama sekali belum menyentuh pintu tersebut, dilihatnya juga tidak ada siapapun didalam kamar itu. Bima mencoba untuk memeriksa siapa tau ada tikus yang masuk kedalam kamarnya, karena tidak mungkin angin bisa mendorong daun pintu yang tertutup rapat.
Sudah 10 menit Bima mencari-cari penyebab dari kejadian tadi, tapi tidak satupun hewan yang ditemukannya. "Mungkin memang angin, atau tadi aku nutupnya kurang kenceng” batin Bima sambil merebahkan tubuhnya. Lelah dengan aktivitas yang dilaluinya seharian, Bima langsung bisa terlelap menuju alam mimpi.
Entah apa yang terjadi tiba-tiba Bima tersentak terbangun, badannya tidak bisa digerakan. Tubuhnya kaku namun matanya benar-benar terbuka lebar. Yang lebih mengagetkan lagi, dia melihat ada sosok hitam kurus yang sedang jongkok berada tepat di sisi badannya.
Satu tangan panjangnya memegangi bagian bawah satu tangannya memegangi bagian atas tubuh Bima. Bentuk makhluk itu tinggi besar, dengan warna kulit hitam legam, kuping yang runcing dan memiliki mata merah menyala.
Takut dengan apa yang dia liat, Bima seketika memejamkan mata. Tubuhnya masih tidak bisa bergerak. Nafasnya memburu dan hanya doa yang bisa dia ucapkan dalam hati. Teriak pun dia tidak bisa mulutnya benar-benar terkunci. Hingga dalam sekali sentakan akhirnya Bima bisa bergerak, nafasnya masih memburu, tubuhnya basah oleh keringat.
“Astaghfirulloh, Astaghfirulloh, apa itu tadi” ucap Bima yang masih ketakutan dengan apa yang dia lihat barusan. Jelas tadi bukan mimpi, sosok itu benar-benar nyata. Dilihatnya jam sudah menunjukan pukul 2 dini hari. Kembali dia membaringkan badannya, bayang-bayang sosok tadi masih tertera jelas dalam ingatannya. Kembali tidurnya terasa tidak nyaman, dia memimpikan sesuatu yang aneh, bertemu dengan kakek-kakek yang bisa terbang, manusia setengah hewan dan yang lainnya.
Paginya dia terbangun dengan badan yang cukup panas, sejenak dia ingin bangun untuk bisa pergi kesekolah, namun baru saja dia beranjak. Kepalanya begitu berputar hingga dia menabrak kursi dan terjatuh.
“Astaghfirulloh,kamu kenapa Bim?, badan kamu panas banget” ucap Budhe Yanti yang mencoba membangunkan Bima untuk kembali ketempat tidur. “Gak tau budhe, tiba-tiba badan Bima gak enak rasanya, buat berdiri pusing,” ucapnya dengan lirih. Huek…huekkk… seketika Bima muntah, tetapi yang keluar hanya cairan bening. Melihat itu semua Budhe Yanti segera memanggil suaminya.
“Kita ke dokter sekarang” ucap Pakdhe yang melihat kondisi Bima begitu pucat dan panas. Kawatir dengan ponakannya mereka berdua lantas langsung pergi menuju rumah sakit. Sedang Bima di jok belakang hanya bisa mengerang karena badannya begitu panas. Sesekali dia membuka mata, dilihatnya sepanjang jalan banyak sekali makhluk aneh yang dia liat.
Setelah sampai di rumah sakit keadaan Bima tidak jauh lebih baik, dia hanya bisa menutup matanya. Baru kali ini dia melihat begitu banyak hal-hal diluar nalar. “apa yang sebenarnya terjadi dengannya, apakah ini semua halusinasinya?” batin Bima. Kepalanya benar-benar pusing dan serasa hampir meledak.
Setelah masuk UGD Bima langsung mendapatkan perawatan, beberapa kali suster keluar masuk membawa beberapa barang seperti infus dan lainnya. “bagaimana kondisi Bima Dok?” tanya Budhe yang masih terlihat kawatir dengan kondisi Bima.
“Tidak ada yang perlu dikawatirkan, Bima hanya kecapean, untuk sementara bisa rawat jalan dan tidak boleh terlalu banyak pikiran ya” ucap salah satu dokter yang memeriksa Bima, namun tetap Bima harus menghabiskan 1 kantung infus sebelum diperbolehkan pulang. Seharian dia tidak berani membuka mata, bahkan ketika diajak bicara oleh budhenya.
“Pakdhe dimana, budhe?” tanya Bima masih dengan memejamkan matanya. “lagi beli makan Bim, kamu kenapa masih merem gitu? Pusing?” ujar Budhe Yanti. “iya budhe, tiap matanya dibuka seperti melayang-layang” kilah Bima yang tidak mau menceritakan apa yang dilihatnya. “itu Pakdhe uda balik, abis ini Budhe pulang duluan ya, kasian kakak mu kalau dirumah tidak ada orang” ucapnya. “Iya Budhe, maaf merepotkan” kata Bima dengan sedikit membuka matanya.
“Pakdhe, ada yang mau Bima ceritakan” ujar Bima setelah Budhenya pergi meninggalkan mereka berdua, Bima langsung mencerikatan kejadian yang dia alami. Dia yakin Pakdhe akan lebih bisa dengan bijak menerima apa yang Bima ceritakan.
“Serius kamu Bim?” ucap Pakdhe Wawan yang masih antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang Bima tuturkan. “Benar Pakdhe bahkan saat ini… entah kenapa aku bisa melihat mereka” kata Bima yang masih terlihat ketakutan dengan sekitarnya.
Pakdhe Wawan sejenak berfikir, prihatin dengan apa yang terjadi dengan keponakannya segera dia membuka Handphone dan keluar ruangan untuk menghubungi seseorang. Kembali Bima memejamkan matanya. Selang beberapa menit terdengar tirai disibakan, dan seseorang berjalan menuju brankar Bima. Mengira itu Pakdhenya Bima segera membuka mata untuk meminta segera pulang.
Tetapi betapa terkejudnya dia, yang dia lihat adalah sosok laki-laki dengan muka hancur penuh darah, lehernya patah dan matanya hampir keluar. Seketika Bima teriak dengan kencang, buru-buru suster yang ada disana mendatangi Bima yang histeris sambil menunjuk-nunjuk sosok yang tidak bisa mereka lihat.
“Bima kamu kenapa? Bim” ucap Pakdhe yang langsung berlari masuk ke dalam ruangan. “Bima mau pulang pakdhe, sekarang Bima mau pulang” kata Bima histeris. Karena memang kondisi Bima yang baik-baik saja, akhirnya setelah selesai menyelesaikan administrasi Bima diperbolehkan untuk pulang.
“Kita mampir ke tempat temen pakdhe dulu ya Bim, kamu kuat kan?” ujar Pakdhe sambil menyetir mobilnya. “Kuat pakdhe asal jangan kerumah sakit” kata Bima yang masih ngeri dengan kejadian yang dia alami. Bahkan di dalam mobil pun dia masih sering memejamkan matanya.
Entah sudah berapa lama mereka mengendarai mobil dan menembus jalanan. Hingga terasa mobil yang mereka tumpangi mulai melambat, Pakdhe sudah menghentikan dan memarkirkan mobil di salah satu rumah yang cukup modern dan megah.
Terlihat laki-laki paruh baya sudah menunggu mereka di teras rumah, “Assalamualaikum, Rif” salam Pakdhe Wawan kepada temannya, “Waalaikumsalam, silahkan duduk kalian” ucap Pak Arif.
Kulihat suasana rumahnya begitu sejuk, ada beberapa sosok yang sedang berdiri mengawasi mereka tapi bentuknya sama saja dengan manusia, bahkan Bima pikir itu adalah manusia biasa sampai salah satu dari mereka berjalan menembus dinding.
“Liat apa nak?” ujar Pak Arif yang mengikuti arah pandang Bima. “Eh tidak Pak, maaf” ucap Bima yang tidak enak jika terlihat tidak sopan. “jadi ini keponakanku Rif semalam dia…” kemudian Pakdhe menceritakan apa yang sudah terjadi kepaku.
“yah, memang ada sesuatu yang unik dari anak ini Wan, dan… aku sendiri tidak bisa menutup mata batin yang sudah terbuka, sosok yang kamu.. dia temui itu salah satu penjaga dari keluarganya, dan memang itu sudah menjadi perjanjian dari leluhurnya dengan sosok tersebut” jelas Pak Arif.
“Perjanjian?” Ucap Pakdhe Wawan, “ Iya leluhurnya punya perjanjian, bahwa dia harus menjaga anak turunannya hingga yang terakhir” Kata Pak Arif.
Buat Agan-agan yang mau baca duluan bisa langsung mampir ke Karyakarsa ya.
https://karyakarsa.com/netrakala/cer...-mereka-gendis
ryothomas01987 dan 19 lainnya memberi reputasi
20
3.1K
Kutip
72
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
netrakala
#31
Cerita Tentang Mereka Part 3 Bag 1
Quote:
Teror Sepanjang Hari
-Part 3-
“Mbak Maya dimana, Budhe?” tanya Bima yang tidak melihat kehadiran Mbak Maya dimeja makan. “Mbak Maya katanya engga enak badan Bim” jawab Budhe. “Kamu sehat Bim?” karena terlihat muka Bima yang kusut. ia hanya mengangguk tidak mau menambah beban pikiran Budhenya. Segera Bima beranjak, pamit ingin melihat kondisi dari sepupunya itu.
Tok...tok..tok... “Mbak, mbak May” panggil Bima sambil mengetuk pintu kamarnya. “Masuk aja Bim” ujarnya. Saat Bima masuk memang terlihat Mbak Maya sedang meringkuk didalam selimut. Semerbak bau bunga melati juga tercium disetiap sudut kamar itu, mirip dengan bau yang muncul kemarin malam.
“Sakit mbak?” tanya Bima saat sudah duduk di pinggir dipan Mbak Maya. “Iya Bim, cuma demam, kecapean mungkin” ucapnya dengan nada serak. Namun berbeda dengan apa yang Bima rasakan. instingnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres dengat sakitnya Mbak Maya dan masih berhubungan dengan kejadian semalam yang ia alami. “Yauda Mbak, istirahat ya” kata Bima sambil beranjak menuju pintu.
Berjalan menuju pintu, dari ekor matanya jelas Bima melihat sosok wanita itu duduk di meja rias Mbak Maya, kali ini dia sedang menyisir rambutnya dengan tangan dan bersenandung tembang jawa yang membuat bulu kuduk meremang. Tidak tahu harus berbuat apa, Bima melanjutkan berjalan menuju meja makan.
“Pakdhe sudah berangkat ya Budhe?” saat sudah kembali lagi ke meja makan. “Pakdhe libur hari ini Bim, mau anter Mbak Maya ke dokter” kata Budhe yang sudah duduk di meja makan. “Kamu nanti, kalau Pakdhe sama Budhe belum pulang panasin makanannya sendiri ya Bim”. Bima hanya tersenyum dan mengangguk memberikan isyarat kalau dia mengerti.
“Yauda, Bima berangkat dulu ya Budhe” ujar Bima sambil menyalimi Budhenya.
Perjalanan menuju sekolah masih sama saja seperti kemarin. Banyak angkot bersliweran tapi selalu saja penuh dengan penumpang. “Ah bisa telat ini” gerutu Bima saat melihat jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh lebih. Benar saja sudah 10 menit berselang, belum juga dia mendapatkan angkot yang menuju sekolahnya.
“Pak... tunggu pak” terengah engah Bima berlari sekuat tenaga menuju gerbang sekolah. Sayang gerbang tersebut sudah ditutup. Beberapa Guru dan Pak Ogi sudah menanti mereka. “Sudah jam berapa ini?” ucap salah satu Guru BK yang mendisiplinkan murid-murid disana.
Ada 8 murid kali ini yang terlambat, tentu saja seperti sekolah-sekolah lainnya. Murid-murid yang terlambat pasti akan mendapatkan hukuman, baik secara langsung seperti push up atau membersihkan area sekolah. Kali ini ada sedikit yang berbeda, terlihat Panji berdiri disalah satu barisan siswa yang terkena hukuman.
Biasanya dia diantar jemput oleh orang tuanya atau sopirnya Pak Slamet, sehingga dia tidak pernah terlambat sekalipun. Tetapi entah kenapa ada yang berbeda pagi ini, memang dia sengaja terlambat atau tidak, ada rasa bahagia yang muncul dari dalam diri Bima saat melihat keberadaaan Panji.
“Wah kita memang jodoh ya Bim?” ucapnya keras tanpa ada rasa malu sama sekali. Mendengar itu semua Bima hanya melirik dan berusaha untuk tidak kenal dengan Panji. “Kalian itu sudah telat masih bisa bercanda, hukuman yang pas buat kalian itu,... yang tidak tertib, bersihin toilet gedung 2 dilantai dasar ya” perintah Guru BK yang terlihat menyebalkan.
Tidak melihat penolakan yang diberikan oleh Bima dan Panji, Guru tersebut malah melenggang pergi saat sudah selesasi mengabsen dan memberikan hukuman bagi tiap-tiap siswa. Dirasa percuma untuk komplain, beriringan mereka berdua berjalan menuju toilet gedung 2.
“Kamu tau enggak Bim? Toilet gedung 2 itu jarang dipakai, pasti kotor” ujar Panji sambil menghela nafasnya. “Uda kerjain aja ga usah berisik” tukas Bima sebal. Sudah semalaman suntuk dia tidak tidur, paginya masih harus kerja extra membersihkan kamar mandi. Moodnya benar-benar kacau pagi ini.
Sesampainya disana, Bima sedikit ragu. Terlihat bangunan toilet itu sungguh mengerikan dengan bayang-bayang pohon Tanjung yang lebat, suasana itu membuat Bima seketika bergidik membayangkan apa yang ada didalamnya. “Kenapa Bim, ayok buruan” ujar Panji yang sudah berada di mulut pintu toilet. “Kamu ngepel aja Bim, aku nanti sikat kamar mandinya”.
Lanjut Panji yang bersikap sok baik, namun ternyata ada udang dibalik batu. Dia meminta Bima mengepel agar supaya pekerjaannya selesai terlebih dahulu. Sedangkan Bima sedari tadi menguatkan mental berusaha setenang mungkin, jika dia harus melihat demit yang menunggu tempat tersebut.
Sudah beberapa waktu mereka berdua mengosek dan mengepel lantai kamar mandi. Beberapa kali pula Bima melihat ada tangan yang hilang muncul dari bak kamar mandi seolah sedang bercanda dengan adanya kehadiran Bima dan panji. Mencoba tidak menghiraukan dan mengusir rasa takut, Bima mulai bersenandung untuk mengusir kegelisahannya.
“Stttt Bim, ngapain nyanyi-nyanyi pamali, jangan nyanyi di toilet” tegur Panji saat mendengar Bima bersenadung. “Brisik kamu Ji, terusin aja kerjanya biar cepat kelar” tukas Bima yang sedari tadi memperhatikan wanita yang duduk diatas sekat pembatas toilet. “Demi apapun kedepan aku tidak akan pernah menggunakan toilet ini” batinnya.
“Bim, suara kamu kok double ya?” ucap Panji tiba-tiba. “ah salah denger kamu” kilah Bima yang memang sedari tadi tau kalau ada sosok wanita yang mengikutinya bersenandung. “Tuh double Bim” kata Panji lagi sambil terdiam dan mendengarkan dengan cermat, kemudian dia mencoba berbicara, siapa tau memang ada gaung di toilet itu. Tapi tidak ada gaung yang muncul dari sisi manapun, heran Panji memandang Bima dengan tatapan penuh makna.
“ji, ayok...” ujar Bima yang setengah panik, sengaja dia menarik tangan Panji dan berlari meninggalkan toilet tersebut. “Kenapa sih?” kata Panji yang masih ngos-ngosan. “Ke kantin aja, ngapain kita lama-lama disana” kilah Bima. Sedang Panji yang tidak melihat apapun hanya bisa mengikuti kemana Bima mengajaknya pergi.
Berjalan mereka berdua menuju kantin sekolah, untungnya banyak siswa yang sedang melakukan kegiatan olahraga, yang beberapa dari mereka masih menggunakan pakaian osis jadi tidak ada yang menyadari kalau Bima dan Panji sedang menjalani masa hukuman.
“Jangan disitu, sini aja” sekali lagi Bima menarik lengan Panji. “Kenapa sih, panas Bim disini!!!” tukas Panji marah. “Kamu itu lama-lama aneh Bim, kenapa sih?”
“Nanti aku ceritain, jangan dibawah pohon itu” ujarnya. Merasa aneh dengan sikap Bima sedari kemarin Panji berniat untuk mencecar Bima setelah ini.
“Jadi kenapa? dari kemarin kamu keliatan aneh Bim” tanya Panji. Bima tidak menjawab pertanyaan Panji. Ada jeda beberapa saat, tidak ada percakapan yang muncul. Bima masih mempertimbangkan untuk bercerita atau tidak kepada sahabatnya itu, hingga dia menghela nafas. Kemudian Bima menceritakan kembali apa yang sudah dilaluinya beberapa hari ini...
“Serius kamu?” ujar Panji yang masih tidak percaya dengan apa yang Bima katakan. “Bener kan, pasti kamu juga enggak bakalan percaya!”
“Bukan enggak percaya Bim, tapi kan semua yang kamu bicarakan itu diluar logika” ujar Panji, sambil memijat mijat keningnya. Pusing mendengarkan cerita dari temannya itu, tapi Panji juga percaya dengan semua cerita yang diceritakan oleh Bima. Berbohong bukan sifat dari Bima, dia tau karena Panji sudah mengenal Bima sedari lama. “Terus sekarang kamu gimana?” ucapnya.
“Enggak tau aku Ji, tiap malam aku enggak pernah tidur nyenyak” kata Bima lesu. “sepertinya kamu mesti cari pembimbing Bim, siapa tau dengan ada yang ngebimbing kamu... nanti bisa jauh lebih stabil kondisimu, maaf ya aku tidak bisa memberikan solusi selain itu” ucapnya.
Benar, kenapa Bima tidak kepikiran dengan itu semua. Kalau memang ini harus terjadi dengan dirinya, setidaknya dia juga harus belajar untuk mengendalikan apa yang dimilikinya saat ini. Tapi pertanyaannya adalah siapa?, siapa yang mau dan bisa mengajari Bima tentang hal supranatural seperti ini.
******
Bel pergantian pelajaran sudah berbunyi, Bima dan Panji segera masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Sesampainya di depan pintu mereka berdua mengedarkan pandangan keseluruh sudut ruang kelas untuk mencari bangku yang masih kosong. Sialnya bangku yang kosong berada di ujung dekat jendela, dimana Bima melihat sosok anak laki-laki yang kemarin mengikutinya sedang duduk menghuni bangku tersebut.
“Kenapa lagi? ayok” dorong Panji agar Bima segera bergerak. “Kamu yang ujung ya” ujar Bima mencoba menghindari untuk menduduki makhluk tersebut. “ckkk, iya” ujar Panji. Namun saat Panji hendak duduk sosok itu menghilang entah kemana. Merasa aman, Bima ikut duduk disebelah Panji.
Salah dengan apa yang dia kira, sosok hantu anak laki-laki itu sekarang justru berdiri tepat disamping Bima. Hawa yang dipancarkannya benar-benar membuat perasaannya menjadi sedih. “Ngapain kamu nangis Bim?” ujar Panji yang heran melihat Bima tiba-tiba mengangis. “Enggak tau aku,bisa gila kalau gini terus aku Ji” paham akan yang terjadi dengan Bima. Panji hanya diam dan tidak berkata apa-apa lagi.
“Ji, tukeran dong, ngantuk aku mau tidur” ujar Bima yang memang sedari tadi menahan matanya agar tidak tertidur. “Tadi engga mau disini, sekarang minta tukeran, wes kamu itu angel Bim” tukas Panji marah marah, namun tetap dia beranjak dan memberikan bangku yang dia pakai agar Bima bisa tertidur sebentar.
Tidak butuh waktu lama, semilir angin yang berhembus melewati jendela membuat Bima terlelap hanya dalam hitungan menit...
Saat ini Bima sedang berdiri disebuah bangunan, mirip sekali dengan kelasnya. Bingung celingukan mencari Panji tetapi tidak ada seorang pun yang dikenalnya ditempat tersebut. “Kamu” ucap Bima saat melihat anak laki-laki yang duduk tidak jauh darinya tempatnya berdiri. Tidak ada jawaban, anak laki-laki itu terus memandang tajam kearah depan.
Mengikuti arah pandangnya, Bima terkesiap, beberapa orang sedang bergerombol. Dilihatnya beberapa sedang tertawa mencemooh, sebagian lagi terlihat melempari gadis kecil dengan kapur dari tangannya.
Buat agan-agan yang mau baca duluan bisa mampir ke Karyakarsa ya.
https://karyakarsa.com/netrakala/kisah-tentang
Diubah oleh netrakala 26-11-2023 02:40
pulaukapok dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Kutip
Balas
Tutup