getih.sangitAvatar border
TS
getih.sangit
Anak-Anak Tumbal


Quote:

SINOPSIS CERITA

Quote:

INDEX









emoticon-Cendol Gan HAPPY READING!!emoticon-Cendol Gan


Diubah oleh getih.sangit 28-11-2023 12:25
69banditos
rbrataatmadja
itkgid
itkgid dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.9K
34
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
getih.sangitAvatar border
TS
getih.sangit
#4
PART 3 – MALAM DI RUMAH TERKUTUK (PART 1)
“Tono! Dimana Tono? Semoga kamu menghubungi orang tuaku atau putri untuk mencari keberadaan kami..” doaku dalam hati berharap jika Tono yang berada diluar sadar bahwa aku masih di dalam dan mengadukan aku yang tidak keluar sampai semalam ini.

Sayangnya berjam-jam kami menunggu hampir sama sekali tidak ada yang mencari keberadaan kami. Saat itu aku dan Putri hanya berusaha menahan rasa takut kami sambil melihat dari celah lemari perkakas sosok makhluk-makhluk yang menguasai rumah ini.

Sejak tadi, Kak Fani masih terus berjalan tanpa arah mengelilingi rumah sambil mencabik-cabik ayam cemani dengan giginya. Sebagian ia kunyah dan ia telan, sebagian ia lepeh ke lantai dan saat itu sudah ada sosok lain yang berebutan ingin menyantap daging itu.

“Put.. itu apaan put. Kepala sama tangan doank, nggak ada badannya.. itu apa?” Bisikku sambil menahan tangis.

“Udah, Jar udah.. jangan diomongin, aku takut,” ucap Putri yang masih terus menyembunyikan matanya di balik lututnya. Ia benar-benar takut, saat itu aku hanya berharap suara kami tidak terdengar dari luar sehingga makhluk itu tidak menemukan keberadaan kami.

Dongg…

Suara lonceng jam terdengar berbunyi. Bukan lonceng jam yang sebesar lemari, melainkan suara yang berasal dari jam tua yang cukup besar yang menempel di dekat meja rias tadi. Aku pun menyadari, suara lonceng itu menandakan waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Kami sudah bersembunyi di tempat ini selama itu.

Suara lonceng jam itu seperti sebuah pertanda. Tepat setelah gemanya berhenti, makhluk-makhluk yang muncul dengan apa yang dilakukan oleh Kak Fani tiba-tiba berkerumun berjalan ke salah satu arah.

Makhluk yang hanya berwujud kepala dan tangan tanpa kaki itu merayap ke arah kamar Kak Fani bersama makhluk hitam kerdil yang berasal dari kamar mandi. Aku tidak melihatnya dengan jelas, tapi aku melihat ada bayangan dari makhluk yang merayap di langit-langit ikut menuju ke tempat yang sama.

Apa yang terjadi? Mengapa mereka berkumpul  di kamar Kak Fani. Saat itu aku benar-benar tidak ingin tahu. Yang aku tahu, mungkin itu adalah kesempatanku dan Putri untuk pergi.

“Sakittt!!! Ssakiiitttt!!!”

Belum sempat kami melarikan diri, tiba-tiba terdengar suara teriakan lirih dari dalam kamar Kak Fani.

“Udah, Nek! Sakit! Fani nggak kuat!!”

Suara itu terdengar jelas di tempatku ada saat ini. Aku yakin dan kenal jelas dengan suara itu. Itu suara Kak Fani. Benar-benar suara Kak Fani yang sudah lama tidak pernah aku dengar sejak lama.

“Pergi!! Pergi!! Aku Jijik!! Pergiiii!!”

Suara Fani seperti orang yang tersiksa. Teriakan, tangisan, rintihan semua terdengar seolah Kak Fani mengalami siksaan yang mengerikan.

“Itu kenapa? Kak Fani kenapa?” Putri mulai khawatir.

“Udah, Put.. kita nggak usah ikut-ikutan. Mending kita cari cara buat melarikan diri. Aku takut Put,” ucapku.

Bukanya tidak peduli. Tapi saat itu aku hanya seorang anak kecil yang benar-benar tidak bisa membaca situasi. Saat itu aku hanya ingin segerap pulang kerumah dan mengadu pada ibu tentang apa yang kami lihat malam ini.

Tapi belum sempat kami keluar dari lemari perkakas ini, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar mendekat ke dalam rumah.

Blak!

Suara pintu tertutup terdengar menyusul setelahnya. Aku hampir merasa senang, tapi saat mendengar suara pintu di kunci aku mengurunkan niatku untuk keluar. Suara langkah kaki itu mendekat ke arah meja makan yang berantakan.

Nek Eva.. itu neNek Eva yang baru pulang. Kemana Kak Gita? Dan Intan? Sejak bersembunyi Putri tidak mengetahui keberadaan Intan. Bahkan sampai saat ini Intan belum muncul. Apa mungkin ia bersembunyi juga? Tapi bukankah harusnya ia sudah terbiasa dengan kejadian ini?

“Nek!! Ampun!! Sakiitt!!”

Suara Kak Fani terdengar lagi, Nek Eva tidak mempedulikannya dan malah melakukan sesuatu di meja makannya. Ia membawa sebuah tampah berisi berbagai macam kembang. Ada beberapa jenis rempah-rempah di atasnya yang tersusun rapi. Aroma kemenyan tercium tepat setelah Nek Eva membakarnya di tungku yang berada di atas nampan itu.

“Sudah tidak usah berisik! Toh ibumu juga yang mau melakukan ini!” Balas Nek Eva.

“Udah Nek!! Sakit!!” Dok!! Dok!! Dok!!!!

Suara pintu kama Kak Fani terdengar digedor berkali-kali. Namun suara tubuh yang diseret terdengar setelahnya.

“Getih daging panumbaling urip, ono nyowo sing nyawiji. Getih ireng abdi lelembut, ono panyuwun sing kasebut..”

Kata kata itu terucap dari Nek Eva. Hanya sepenggal kata-kata itu yang kuingat terucap dari mulut Nek Eva. Ia melakukan berbagai gerakan yang mengerikan. Terkadang ia merunduk, terkadang ia berlutut, terkadang ia seperti mencengkram wajahnya sendiri. Semua itu terlihat begitu mengerikan.

“Sakit nek! Sakit!” suara mantra itu beradu dengan suara lirih Kak Fani.

Aku yakin kata-kata itu adalah sebuah mantra. Mantra yang panjang dan terus diulang-ulang oleh Nek Eva. Sesekali ucapan itu berganti dengan suara geraman hingga suara lengkingan. Namun sebelum mantra itu selesai gerakan Nek Eva berubah drastis. Dari yang sebelumnya gerakannya menggila, tiba-tiba ia bergerak dengan gemulai seperti penari jawa selama beberapa saat sebelum akhirnya berlutut lemas kehabisan tenaga.

Dok!! Dok !!... Dok!!!

Suara dari pintu Kak Fani masih terdengar kembali. Namun sepertinya ia sudah kehabisan tenaga suaranya sudah tidak terdengar sekeras tadi. Ketukannya semakin lemah dan semakin lama semakin menghilang.

Saat itu dari balik tumpukan kembang di nampan, Nek Eva mengeluarkan sebuah pisau. Aku tidak menyangka ada pisau yang terpendam di bawah tumpukan kembang itu. pisau itu penuh karat namun gagangnya masih terawat sempurna. Nek Eva menciumnya dan menggenggamnya dengan hati-hati.

Nek Eva tersenyum sesaat sebelum akhirnya melangkah ke kamar Kak Fani.

 “Itu Nek Eva mau ngapain? Kak Fani mau diapain?” bisik Putri.

Aku menggeleng. “Nggak.. nggak tahu, Put! Belum pernah aku ngeliat Nek Eva kayak begini,”

Pikiranku berkecamuk. Aku sudah memikirkan hal terburuk yang akan terjadi. Setelah ritual yang membuatku merinding tadi, apa yang kira-kira akan dilakukan oleh Nek Eva pada Kak Fani.

Tapi tepat sebelum Nek Eva sampai ke kama Kak Fani, tiba-tiba terdengar suara pintu rumah Nek Eva yang di ketuk.

“Assalamualaikum… Permisi,”

Nek Eva terkaget dengan suara seseorang yang mengetuk pintu rumahnya di tengah malam.

“Permisi, Nek Eva?”

Aku melihat Nek Eva sedikit kebingungan. Tanganya gemetar, sepertinya ia menahan kesal. Ia pun meletakkan pisaunya kembali ke nampan dan memindahkan nampanya itu ke dapur dengan terburu-buru.

Aroma kemenyan yang pekat tercium saat Nek Eva melewati lemari perkakas tempat kami bersembunyi. Ia pun mengambil semprotan pewangi sebelum akhirnya membukakan pintu.

Terdengar suara perbincangan yang cukup panjang antara Nek Eva dan beberapa orang di luar. Aku mendengar suara ibu dan Pak Sigit, tapi aku tidak mendengar jelas perbincangan diantara mereka. Tak lama kemudian Nek Eva kembali masuk ke dalam rumah dan membuka pintu kamar satu persatu.

<bersambung>

Diubah oleh getih.sangit 26-11-2023 17:05
suryaassyauqie3
riri49
itkgid
itkgid dan 4 lainnya memberi reputasi
5