getih.sangitAvatar border
TS
getih.sangit
Anak-Anak Tumbal


Quote:

SINOPSIS CERITA

Quote:

INDEX









emoticon-Cendol Gan HAPPY READING!!emoticon-Cendol Gan


Diubah oleh getih.sangit 28-11-2023 12:25
69banditos
rbrataatmadja
itkgid
itkgid dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.9K
34
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
getih.sangitAvatar border
TS
getih.sangit
#2
PART 2 - PETAK UMPET (part 1)
Dia adalah Kak Fani, Anak tertua dari tiga bersaudara yang tinggal tepat di rumah yang berhadapan persis dengan rumahku. Dulu aku mengenalnya sebagai seorang perempuan yang cukup pendiam dan kurang dekat dengan warga. Hal itu cukup wajar karena di kompleks perumahan kami tidak ada anak yang seumuran dengannya. Walau begitu, sesekali ia masih sering muncul menemani Nek Eva untuk belanja ke pasar atau ke rumah tetangga. Tapi itu dulu…

Aku lupa kapan waktu pastinya. Entah setelah kejadian kucing hitam yang berkumpul di rumah Nek Eva, atau ketika aku melihat Kak Fani memakan cicak hidup-hidup di depan rumahnya. Sejak kejadian itu aku jarang sekali berkontak mata dengan Kak Fani, ia jarang keluar rumah dan berbicara dengan warga.

Saat itu aku sudah kelas enam SD. Ada sebuah kejadian yang menjadi perbincangan di pos ronda saat itu.

“Jar, kamu kapan terakhir ketemu sama Fani?” Tanya Bang Toriq

“Kak Fani? Udah lama banget, Bang! Emang kenapa?”

“Tuh, Kan! Tetangga depan rumahnya aja nggak pernah ngeliat tuh anak lagi..”

Aku bingung dengan perbincangan mereka. Tapi alih-alih bertanya dengan maksud pertanyaan mereka, aku memilih untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

Ternyata beberapa malam yang lalu ada kelompok pos ronda yang melihat hal yang cukup aneh. Sewaktu melintas di depan rumah Nek Eva, mereka melihat jejak tanah telapak kaki di teras rumah Nek Eva yang mengarah masuk ke dalam rumah. saat berangkat ronda biasanya jejak itu belum ada, tapi saat kembali diatas jam dua belas malam jejak kaki itu kembali ia temukan. Awalnya mereka tidak peduli, tapi ketika kejadian itu berulang mereka pun penasaran dan menunggu siapa yang berjalan bertelanjang kaki di tengah malam di rumah Nek Eva.

“Itu Fani, gua nggak bohong! Tanya tuh si Udin!” Ucap Bang Fajri.

“Bener, Riq. Kita ngeliat sendiri.. itu si Fani Cuma make daster putih aja jalan kaki masuk ke rumah. Bajunya kotor kayak habis main di tanah,” Jelas Bang Udin.

“Mukanya pucet! Pucet bangett!” Tambah Bang Fajri lagi.

Bang Toriq masih setengah tidak percaya. Untuk apa seorang perempuan keluar malam-malam dengan bertelanjang kaki. Tapi untuk bertanya kepada Nek Eva, sepertinya mereka juga segan.

Saat itu aku hanya mendengar cerita itu sebagai perbincangan biasa yang seolah dilebih-lebihkan. Apalagi Bang Toriq malah mengolok-ngolok bang Udin dan Bang Fajri setelah mereka menceritakan kisah itu. Aku pun lebih memilih untuk lanjut menonton siaran bola yang sudah kembali mulai masuk ke babak dua dibanding memusingkan perbincangan mereka.

Suatu ketika sepulang sekolah anak-anak komplek mengajakku untuk bermain. Saat itu anak-anak yang punya uang biasanya lebih sering menghabiskan waktu sorenya untuk ke rental PS. Tapi aku dan beberapa anak yang uang jajan pas-pasan lebih memilih untuk bermain seadanya di kompleks.

Saat itu aku, Intan, Tono, dan Putri memutuskan untuk bermain petak umpet. Kami membuat peraturan bahwa tempat bersembunyi tidak boleh melintasi kali dan jalan raya. Kedua tempat itu adalah batas tempat untuk kami mencari tempat persembunyian.

Ada beberapa tempat yang menjadi andalanku untuk bersembunyi. Diatas pohon mangga rumah tetanggaku, belakang mobil tua yang terparkir di salah satu tanah kosong, dan belakang pot pohon palem besar di sudut jalan. Jelas saja permainan itu sangat membuat kami bisa menghabiskan waktu tanpa terasa.

Saat itu adzan maghrib sudah berkumandang. Langit sudah memerah sementara aku masih berjaga untuk mencari teman-temanku yang sedang bersembunyi. Aku sudah berpikir bahwa kali ini adalah putaran terakhir kami sebelum kembali ke rumah.

Dalam waktu cepat, aku berhasil menemukan Tono yang bersembunyi di balik salah satu pagar rumah tetangga. Tapi setelahnya, aku kesulitan menemukan Putri dan Intan.

“Bantuin, Ton. Pada ngumpet dimana sih?” Tanyaku.

“Nggak tahu lah, Jar. Kan aku ngumpet juga..” Balasnya singkat.

Walau berkata seperti itu, ia juga membantuku mencari keberadaan Putri dan Intan. Mungkin karena ia juga tidak ingin pulang terlalu larut.

Kami hampir menyerah saat itu. Tapi saat itu kami berdua sama-sama menyadari sesuatu.

Rumah Nek Eva pagar dan pintunya terbuka….

“Coba cari di dalem,” ucap Tono.

“Dih, Curang! Kan nggak boleh ngumpet dalam rumah,”

“Namanya anak-anak cewe, mereka kan suka nggak ngerti,”

Aku berpikir sejenak sebelum memutuskan untuk masuk ke rumah Nek Eva yang pintunya terbuka itu.

“Tan… Intan! Jangan masuk ke rumah, donk! Curang!” ucapku saat itu.

Aku melihat ke jajaran sandal yang ada di depan. Tidak ada sandal Nek Eva di sana, mungkin saja mereka berani bermain di dalam karena mereka tahu tidak ada Nek Eva di sana. Akupun semakin yakin untuk masuk ke rumah itu.

Langit baru saja mulai gelap. Lampu di teras dan ruang tamu masih belum dinyalakan. Aku memasuki rumah dalam keadaan remang-remang bermodalkan cahaya lampu jalan yang masuk ke dalam rumah Nek Eva.

Bau sangit…

......... <bersambung>

Diubah oleh getih.sangit 24-11-2023 13:16
69banditos
riri49
itkgid
itkgid dan 2 lainnya memberi reputasi
3